Karena sering kehujanan, Mbah Wardi kemudian pindah ke pos ronda di Dukuh Mbebegan yang sudah lama tidak difungsikan sampai saat ini.
“Sifatnya itu tidak mau merepotkan orang lain. Ini pos ronda juga bocor kalau musim hujan. Dia tidur di emperan rumah saya, disuruh masuk ya tidak mau,” ucapnya.
Mbah Wardi memilih hidup menggelandang dari pos ronda ke posa ronda lain setelah istrinya meninggal saat dia berusia 35 tahun.
Dulu, Mbah Wardi memiliki gubuk di lahan pinjaman di Dukuh Jambangan Kulon.
Namun, karena gubuk roboh, dia akhirnya menggelandang tak tentu arah.
“Rumah warisan orangtua yang ninggali kakak saya. Daripada merepotkan orang lain, saya tinggal di pos ronda saja,” katanya.
Dari perkawinannya, Wardi mempunyai 3 anak, satu di antaranya meninggal dunia. Karena kemiskinan, kedua anak Wardi dipelihara oleh adiknya di luar kota.
Baca Juga: Video Kakek Tunawisma Diikat dan Dibully Sejumlah Pemuda Viral, Polisi Langsung Amankan Korban
Saat ini, kedua anaknya tak ada di Ngawi, sementara anak keduanya tinggal di Kota Jambi.
“Saya tidak mau merepotkan anak karena saya dulu tidak bisa membahagiakan mereka karena tidak punya apa-apa.
Saya kerja keras tapi tidak cukup untuk memberi penghidupan yang layak kepada mereka,” katanya.