Sosok.ID- Selama 77 tahun hidupnya, Mohammad Hatta telah membaca dan mengoleksi sekitar 80 ribu buku.
Sepertinya sudah menjadi rahasia umum jika Bung Hatta dikenal sebagai seorang pecinta buku.
Selain gemar membaca buku, ia juga gemar menulis.
Bahkan pada bulan November 2018 lalu, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meluncurkan hasil karya Hatta.
Lebih dari 800 karya tulis yang ditulis dalam bahasa Indonesia itu dibukukan dalam 10 buku seri.
Mengutip Tika Anggreni Purba : Bagi Hatta, Candu itu Bernama Buku yang diterbitkan oleh Majalah Intisari No.647 Agustus 2016, Hatta mulai menyukai buku sejak berusia 17 tahun.
Tepatnya saat ia mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di Belanda.
Sejak saat itulah, kesenangan dan keseriusannya untuk membeli dan mengoleksi buku dimulai.
"Ada enam buku yang selalu dipakai beliau sejak kuliah, yang paling sering dibaca," ungkap putri sulung Hatta, Meutia Hatta, mengutip Tika Anggreni Purba : Bagi Hatta, Candu itu Bernama Buku yang diterbitkan oleh Majalah Intisari No.647 Agustus 2016.
Baca Juga: Soekarno di Mata Mantan Gurbernur NTT, Ben Mboi: Dilupakan oleh Bangsanya Namun Dikenang Dunia
Hatta merupakan penggemar tulisan dari ahli ekonomi, sejarah dan sosiologi asal Jerman, Werner Sombart.
Karyanya yang bertajuk Der Moderne Kapitalismus, yang membahas dengan tajam mengenai asal usul kapitalisme.
Itulah buku yang selalu dibawa Hatta kemana-mana.
Tidak hanya sekadar dibaca, Hatta juga akan memahami sebuah buku.
Jika ia merasa sebuah buku tidak bermanfaat, maka ia tidak akan membeli buku itu.
Baca Juga: Kebiasaan Unik Bung Karno, Gemar Bernyanyi di Kamar Mandi, Hingga Buat Sjahrir Terganggu
Mas kawin berupa buku
Seperti yang telah disebutkan di atas, selain gemar membaca, Hatta juga gemar menulis.
Masih mengutip Tika Anggreni Purba : Bagi Hatta, Candu itu Bernama Buku yang diterbitkan oleh Majalah Intisari No.647 Agustus 2016, Hatta bahkan menggunakan buku sebagai mas kawin.
Saat ia menikah dengan Rahmi Rachim, ia memberikan buku hasil karyanya sebagai mas kawin.
Buku itu berisi pengantar filsafat yang ia tulis selama menjalani masa pengasingan di Digul.
Baginya, buku dan ilmu adalah harta yang mahal.
Oleh sebab itu, ia ingin memberikan harta yang mahal itu pada istrinya.
Buku itu menjadi saksi bisu pernikahan keduanya yang diselenggarakan pada 18 November 1945.
Naik haji dari upah menulis
Tidak hanya digunakan sebagai mas kawin, tulisan Hatta juga mengantarnya hingga ke Tanah Suci.
Mengutip Yoyok Prima Maulana & Mohammad Habib : Aneka Kisah Unik yang diterbitkan oleh Majalah Intisari No.647 Agustus 2016, pada 1952 Hatta hendak melaksanakan ibadah haji bersama sang istri dan dua saudarinya.
Sebagai seorang wakil presiden, ia memiliki fasilitas untuk naik haji dengan biaya dari negara.
Namun, fasilitas yang ditawarkan oleh sahabatnya, Soekarno, yang saat itu menjabat sebagai presiden pun ditolaknya mentah-mentah.
Alasannya, ia ingin menjalani ibadah haji sebagai rakyat biasa, bukan sebagai pejabat.
Akhirnya, ia menunaikan rukun islam yang ke lima itu.
Menggunakan uang honor menulis beberapa bukunya yang diterbitkan.
(*)