Sosok.ID - Sudah jadi rahasia publik, hubungan antara Indonesia dengan China sempat memanas pada beberapa tahun lalu.
Bukan tanpa alasan, perseteruan tersebut bermula dari klaim yang dilakukan oleh Tiongkok atas wilayah laut Indonesia di bagian Laut China Selatan.
Selain itu, kapal-kapal nelayan asal China sempat kepergok melewati Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
Tak hanya itu saja, kapal-kapal nelayan tersebut ternyata dikawal oleh kapal pengaman perbatasan berbendera Tiongkok.
Meski jelas-jelas melanggar peraturan internasional mengenai batas wilayah, China mengaku tidak melanggar kedaulatan Indonesia kala itu.
Apa yang dilakukan China tersebut mereka akui berdasarkan hukum nine dash line atau sembilan garis putus-putus yang mereka percayai sebagai batas wilayah mereka.
Sedangkan yang diakui oleh dunia internasional mengenai batas wilayah adalah konvensi hukum laut di bawah PBB.
Konvensi hukum internasional tersebut dijuluki sebagai United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).
Getolnya China dan sejumlah negara menyoroti kawasan Laut Natuna Utara untuk diekspor tersebut ternyata bukan tanpa alasan.
Usut punya usut, pencurian ikan di Natuna marak dilakukan kapal asing gara-gara potensi sumber daya ikan di Laut Natuna menggiurkan.
Melansir dari kkp.go.id, untuk per tahunnya potensi sumber daya ikan Natuna sebesar 504.212,85 ton atau sekitar 50 persen dari potensi WPP 711.
Namun dari banyaknya sumber daya tersebut, hanya 80 persen saja jumlah tangkapan yang diperbolehkan, yakni sekitar 403.370 ton.
Tak hanya itu, beberapa jenis ikan di Kabupaten Natuna yang potensial untuk dikembangkan antara lain ikan dari jenis kerapu-kerapuan.
Seperti tongkol, teri, tenggiri, ekor kuning, selar, kembung, udang putih, udang windu, kepiting, rajungan, cumi-cumi dan sotong.
Selain sumber daya ikannya, Laut Natuna juga menyimpan cadangan minyak dan gas (migas) yang besar.
Menurut penuturan mantan Deputi Badan pelaksana Kegiatan Huklu Minyak dan Gas, Haposan Napitupulu bagian Blok Natuna D-Alpha merupakan blok migas yang sangat besar.
Kegiatan eksplorasi pun terus dilakukan sejak akhir 1960-an tepatnya di lapangan gas Natuna D-Alpha dan lapangan gas Dara.
Perusahaan migas asal Itali, Agip sempat melakukan survei seismik dikawasan tersebut dan mengaku terkejut dengan temuannya.
Kegiatan tersebut berhasil menemukan cadangan migas terbesar sepanjang 130 tahun sejarah permigasan Indonesia.
Dengan cadangan gas mencapai 222 triliun kaki kubik (TCF) dan 310 juta bbl minyak dengan luas 25 x 15 kilometer persegi serta tebal batuan reservoir lebih dari 1.500 meter.
(*)