Kibuli Pemerintah Amerika Sejak Mei 2020, Begini Modus Pelaku Scammer Indonesia Gasak Rp 875 Miliar Dana Bansos Covid-19 AS

Sabtu, 17 April 2021 | 14:53
Avast

Ilustrasi - Kibuli Pemerintah Amerika Sejak Mei 2020, Begini Modus Pelaku Scammer Indonesia, Gasak Rp 875 Miliar Dana Bansos Covid-19 AS

Sosok.ID -Pelaku penipuan digital alias scammer asal Indonesia berhasil ditangkap oleh Tim Siber Ditreskrimus Polda Jawa Timur.

Dua orang pelaku beraksi mencuri dana dengan jebakan situs bansos Covid-19 milik pemerintah Amerika Serikat.

Setidaknya uang senilai Rp 875 miliar dana bansos Covid-19 AS berhasil mereka gasak.

Penipuan mereka lakukan dengan cara membuat situs bantuan Covid-19 palsu yang serupa dengan situs resmi milik Pemerintah AS, yang kedua pelaku gunakan untuk mencuri data pribadi warga negara Amerika Serikat.

Baca Juga: PNS Ini Digampar dengan Kain Pel oleh Bawahannya Berulang Kali, Malah Dia yang Dipecat

Kedua pelaku bernisial SFR dan MZMSBP bersekongkol membuat laman palsu atau scampage yang meniru situs resmi bantuan sosial Covid-19 milik Pemerintah AS.

Yakni dengan memanfaatkan program Pandemic Unemployment Assistance (PUA), yaitu bantuan ekonomi dari Pemerintah AS bagi warga yang menganggur karena pandemi.

Kombes Farman, Direktur Reskrimsus Polda Jawa Timur, mengatakan, kedua tersangka sudah beroperasi sejak Mei 2020.

Barulah di tanggal 1 Maret 2021, petugas Siber Distreskrimsus Polda Jatim memergoki aksi pelaku di Surabaya.

Baca Juga: Maling Kemalingan, Kadung Capek-capek Nyolong HP, Seorang Pencuri malah Kecurian Barang Colongan: Handphone yang Saya Curi Dicuri Orang

Polda Jatim menemukan skrip scampage di dalam laptop MZMSBP. Peran MZMSBP adalah pembuat situs palsu dan SFR bertindak sebagai penyebar yang menggunakan software untuk mengirimkan SMS blast ke 20 juta warga negara AS.

Di SMS tersebut, terlampir tautan yang mengarah ke situs bantuan sosial Covid-19 palsu yang telah MZMSBP buat. Dari 20 juta SMS yang terkirim, sebanyak 30.000 warga negara AS merespons dengan mengisi formulir yang sudah pelaku sediakan.

Mereka juga melampirkan data diri yang kemudian SFR kumpulkan. Data tersebut kemudian SFR serahkan ke pelaku lain berinisial S yang saat ini masih berstatus DPO (daftar pencarian orang).

Gasak Rp 875 miliar

Dihimpun KompasTekno dari situs resmi Polres Mojokerto, Jumat (16/4), tersangka S yang kini tengah dalam pencarian diduga adalah warga negara India.

Baca Juga: Sujud Minta Maaf Masih Ditampar dan Ditendang Perutnya, Perawat yang Dianiaya Keluarga Pasien Alami Lebam di Wajah dan Trauma

Kemudian SFR menyerahkan data kepada S melalui aplikasi WhatsApp dan Telegram. Tersangka S menggunakan data pribadi warga negara AS tersebut untuk meminta bantuan ke Pemerintah AS lewat Program PUA.

Menurut kebijakan program tersebut, setiap warga negara yang terdaftar berhak mendapatkan bantuan senilai 2.000 dollar AS atau sekitar Rp 30 juta (kurs Rp 14.600).

"Diperkirakan, ada 60 juta dollar AS (sekitar Rp 875 miliar) yang sudah didapat. Uang dari Pemerintah AS itu masuk ke terduga pelaku yang saat ini masih DPO," jelas Kombes Farman dalam wawancara di KompasTV.

Baca Juga: Curiga Tengah Malam Ada Suara Orang Mandi, Warga Kampung Terkejut Saat Cari Sumber Suara, Dugaan Perselingkuhan Petinggi Kepolisian Terbongkar, Begini Kronologinya!

"Untuk dua orang yang sudah ditangkap, mendapatkan 30.000 dollar AS (sekitar Rp 437 juta) per bulan," imbuh Farman.

Menurut Farman, MZMSBP memiliki kemampuan untuk membuat situs palsu. Sementara satu pelaku lain, SFR, adalah lulusan salah satu SMK di Jawa Timur.

Farman menambahkan, kedua pelaku cukup sering terlibat dalam kasus penipuan serupa. "Kedua orang ini menjadi salah satu yang menjadi sorotan kami, karena beberapa kali kami melakukan penyelidikan, ada kaitannya dengan dua tersangka ini," jelas Farman.

Polda Jatim melakukan penyelidikan selama tiga bulan dengan koordinasi ke Mabes Polri dan Biro Investigasi Federal (FBI) di AS.

Baca Juga: Ngaku Polisi, Pelaku Penganiayaan Perawat di Rumah Sakit Sempat Dilerai Aparat Asli, Ternyata Cuma Ngaku-ngaku

Farman mengatakan, Polda Jatim masih terus melakukan pendalaman dan berkomunikasi dengan FBI karena kasus ini menyangkut warga negara AS.

"Kita masih lakukan kerjasama (dengan FBI) karena kita masih perlu melakukan penangkapan terhadap satu terduga pelaku yang saat ini masih DPO," kata Farman.

Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan pasal 32 ayat (2) Jo pasal 48 ayat (2) UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo pasal 55 ayat (1) KUHP.

Mereka menghadapi ancaman hukuman 9 tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp 3 miliar.

Editor : Rina Wahyuhidayati

Sumber : Kompas.com

Baca Lainnya