Sosok.ID - Aksi penyerangan Mabes Polri yang dilakukan oleh Zakiah Aini, mengingatkan kita pada Aqsa Mahmood.
Keduanya tergabung dalam jaringan teroris berideologi ISIS, yang keduanya berhenti melanjutkan pendidikan demi 'memperjuangkan' apa yang diyakininya.
Dilansir dari Kompas.com, Zakiah Aini (ZA) merupakan perempuan berusia 25 tahun, yang tergabung sebagai simpatisan ISIS. ISIS dikenal sebagai teoris yang kejam.
ZA diketahui drop out dari salah satu kampus saat duduk di bangku semester lima.
Baca Juga: Grafolog Bongkar Makna Tersembunyi Tulisan Tangan Surat Wasiat Terduga Teroris ZA
Wanita muda itu tinggal bersama orangtua dan kakak-kakanyadan merupakan bungsu dari enam bersaudara.
Setelah putus sekolah, ZA banyak menghabiskan waktu di rumah dan tidak bergaul dengan warga sekitar, seperti yang disampaikan Lurah Kelapa Dua Wetan Sandy Adamsyah.
ZA melakukan aksi penyerangan secara tunggal, atau yang disebut polisi sebagai lone wolf.
"Yang bersangkutan ini adalah tersangka atau pelaku lone wolf beridiologi ISIS. Terbukti dari postingannya di sosial media," ujar Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo pada Rabu (31/3) malam.
Sebelum melakukan aksinya, ZA meninggalkan surat wasiat dan sempat berpamitan kepada keluarga melalui grup percakapan WhatsApp.
Baca Juga: Pria Misterius Antar Terduga Teroris yang Serang Mabes Polri, Saksi Mata: Naik Minibus Warna Silver
Sebagai seorang teroris perempuan berideologi ISIS, diyakini ZA mengambil peran besar.
Jika umumnya teroris wanita berperan sebagai pendukung 'pejuang' pria, ISIS tak memberlakukan hal serupa. Justru anggota perempuan akan mengambil aksi besar.
Melansir Kompas.com, alih-alih bertugas sebagai support system, anggota perempuan juga menjadi martir dalam aksi-aksi teror, seperti tertulis dalam buku Tackling Terrorists' Exploitation of Youth karya Jessica Trisko Darden pada 2019.
"Wanita dan anak-anak perempuan merupakan mayoritas pelaku bom bunuh diri Boko Haram, dan kira-kira seperlima dari mereka adalah anak kecil," tulis buku tersebut.
Boko Haram adalah salah satu grup militan terbesar di Afrika yang bermarkas di Nigeria. Karena kedekatannya dengan ISIS, Boko Haram juga disebut Negara Islam Provinsi Afrika Barat.
Lebih lanjut, buku tersebut menjelaskan bahwa ISIS sengaja merekrut perempuan berusia 18 hingga 25 tahun untuk menjadi bagian dari sebuah unit yang dikenal dengan istilah 'Brigade Al-Khansaa'.
"Unit ini menggunakan kekerasan dan intimidasi untuk menerapkan hukum syariah".
Kisah Aqsa Mahmood
Sama seperti Zakiah Aini, Aqsa Mahmood juga memutuskan meninggalkan dunianya demi menjadi 'pejuang' ISIS.
Bahkan, kisah mengenai Aqsa sempatmenjadi kontroversi dunia di tahun 2013/2014.
Bagaimana tidak, wanita berparas menawan dari Skotlandia ini kabur dari rumah demi bergabung dengan teroris Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di suriah.
Padahal dia merupakan gadis kaya raya yang segala sesuatunya terpenuhi.
Aqsa adalah warga Inggris Raya dari Glasgow yang memicu kontroversi karena menjadi wanita Inggris pertama yang menyelinap ke wilayah Daesh di usia 20 tahun.
Dilansir dari Tribunnews.com, gadis kelahiran Glasgow tersebut adalah putri seorang pengusaha kaya. Ia juga siswa dari sekolah top.
Keluarga Aqsa merupakan perantauan dari Pakistan. Sang Ayah, membangun kerajaan bisnisnya setelah mereka hijrah ke Skotlandia.
Setibanya di Skotlandia, Aqsa dikirim ke Sekolah Eksklusif Craigholme, dan tinggal di asrama.
Teman-temannya ingat, Aqsa adalah gadis yang suka berdandan, membeli pakaian, dan suka bergosip.
Sementara keluarga Aqsa, diyakini banyak pihak tak mengetahui sang anak memiliki niat kabur dan bergabung dengan kelompok teroris biadab tersebut.
Sayangnya, serupa dengan Zakiah, Aqsa telah dicuci otaknya. Aqsa bahkan memilih menikah dengan militan ISIS.
Keluarganya sontak merasa dikhianati.
Sementara itu dikutip dari pemberitaan Kompas.com yang tayang September 2014, orang tua Aqsa, Khalida Mahmood dan Muzaffar Mahmood, terkejut mengetahui putri mereka, Aqsa, menjadi radikal.
Seperti orang kebingungan, orang tua Aqsa menginginkan anaknya pulang.
Mereka mengetahui keberadaan Aqsa melalui cuitan radikalnya di Twitter.
Aqsa meminta kepada muslim di Inggris untuk melakukan lagi serangan teroris seperti yang terjadi di Woolwich dan Amerika Serikat.
"Kalau kalian tak bisa ke medan perang (Suriah dan Irak), maka buatlah medan perang kalian sendiri," tulis Aqsa di Twitternya, seperti yang dilansir Dialymail.com, Selasa (2/9/2014).
Aqsa diketahui kabur ke Suriah melalui Turki, dan dilaporkan hilang oleh keluarganya.
Ayah dan ibu Aqsa menegaskan mereka mencintai putri mereka dan menginginkannya pulang.
Dalam pernyataan yang dibacakan pengacara, Khalida dan Muzaffar Mahmood mengatakan, "Kami tetap mencintaimu Aqsa namun kini harus memprioritaskan keluarga dan saudara-saudaramu karena kau mengkhianati kami, komunitas kami, dan warga Skotlandia ketika kau mengambil langkah tersebut."
"Kamu sudah merobek hati kami dan mengubah hidup kami selamanya. Mohon segera pulang."
"Jika putri kami, yang memiliki semua kesempatan untuk kebebasan dalam hidupnya bisa menjadi radikal dari kamar tidurnya, maka itu bisa juga terjadi di semua keluarga" tambah pernyataan itu.
Ibu Aqsa, tak berhenti menangis saat pernyataan tersebut dibacakan.
Ia diyakini berperan dalam merekrut empat gadis remaja untuk mengikuti jejaknya.
Tahun 2015, PBB menmpatkan Aqsa Mahmood ke dalam daftar sanksi khusus sebagai orang yang memiliki hubungan dengan Al Qaeda.
Aqsa Mahmood diyakini menjemput ajalnya pada Februari 2019 di medan perang sebagai teroris ISIS. (*)