Sosok.ID - Sebuah pernyataan terbaru soal strategi atau cara licik Tiongkok untuk bisa kuasai Laut China Selatan kini jadi sorotan.
Negeri Panda kini disebut tak lagi gunakan kekuatan militernya untuk bisa menguasai wilayah Laut China Selatan.
Namun Tiongkok kini lebih memilih menggunakan warga sipilnya sebagai tentara baru atau yang sering disebut milisi.
Pernyataan tersebut diungkapkan oleh pemerintah Amerika Serikat (AS) baru-baru ini.
Hal itu dikemukakan pada hari Selasa (23/3/2021) setelah insiden yang dialami oleh Filipina.
Diketahui konflik negara tetangga Indonesia, Filipina dengan China kini makin meruncing.
Memanasnya hubungan China dan Filipina tersebut tak lain karena insiden ratusan kapal penangkap ikan Tiongkok yang menyerbu wilayah sengketa.
Bahkan Filipina harus mengerahkan armada militernya untuk mengusir kapal penangkap ikan China yang lebih dari 200-an tersebut.
Peristiwa tersebut juga telah dikecam oleh pihak Filipina, namun tak diindahkan oleh China.
Lebih lanjut, China justru bersikeras apa yang dilakukan oleh mereka itu adalah sah di mata hukum.
Kedutaan Besar AS untuk Filipina menyatakan, Washington berbagi keprihatinan dengan Manila dan menuduh China menggunakan "milisi maritim untuk mengintimidasi, memprovokasi, dan mengancam negara lain, yang merusak perdamaian dan keamanan di kawasan".
"Kami mendukung Filipina, sekutu perjanjian tertua kami di Asia," kata Kedutaan Besar AS di Manila dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Channel News Asia.
Mengutip dari Channel News Asia, Menteri Pertahanan Filipina, Delfin Lorenzana, Minggu (21/3/2021) menuntut sekitar 200 kapal China.
Kapal-kapal tersebut juga di juluki sebagai kapal milisi maritim oleh pemerintah Filipina.
Kejadian tersebut setelah terekamnya aktivitas nelayan China dengan ratusan kapal di wilayah Whitsun Reff, wilayah karang dangkal sekitar 324 km Barat Kota Bataraza, Provinsi Palawan, Filipina Barat.
Setidaknya laporan penjaga pantai Filipina mencatat sekitar 220 kapal milisi maritim China berlabuh di kawasan terumbu karang tersebut pada tanggal 7 Maret lalu.
Pada Senin (22 Maret), sebuah pesawat pengintai melihat 183 kapal nelayan China masih berada di terumbu karang, Panglima Angkatan Bersenjata Filipina Letnan Jenderal Cirilito Sobejana mengungkapkan, seperti dilansir Channel News Asia.
Dia merilis foto udara yang menunjukkan kapal-kapal nelayan China di salah satu wilayah yang paling diperebutkan di jalur perairan strategis itu.
Kecaman pun langsung dilayangkan Menteri Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin Jr pada pemerintah China.
Namun jawaban menohok justru dilontarkan oleh pemerintah China yang menyebut kawasan terumbu karang itu masuk wilayah mereka dengan nama Niue Jiao.
Selain itu, berkumpulnya nelayan China di kawasan terumbu karang bukan karena mengintai atau menangkap ikan tetapi menghindari cuaca buruk.
Beijing membantah kapal-kapal itu adalah milisi maritim. "Setiap spekulasi semacam itu tidak membantu apa-apa selain menyebabkan gangguan yang tidak perlu," kata Kedutaan Besar China untuk Filifina dalam pernyataan Senin.
China berharap, situasi tersebut bisa ditangani secara obyektif dan rasional.
Kedutaan Besar AS, bagaimanapun, mengatakan: "Kapal China telah berlabuh di daerah tersebut selama berbulan-bulan dengan jumlah yang terus meningkat, terlepas dari cuaca yang buruk". (*)