Sosok.ID - Rancangan Undang-Undang (RUU) Belanja Pertahanan Amerika Serika (AS) senilai US$ 740 miliar atau senilai Rp 10,3 kuadriliun telah disahkan Kongres negara Paman Sam.
RUU ini berhasil diloloskan Senat AS pada hari Jumat lalu dengan 81 suara untuk membatalkan veto Presiden AS, Donald Trump.
Keputusan Kongres ini menjadi sejarah baru bagi pemerintahan AS dimana dua partai yang biasanya saling beroposisi kini berdamai.
Hal itu juga menjadi tanda keprihatinan tersendiri parlemen AS terhadap kepemimpinan Donald Trump selama beberapa waktu ini.
Persetujuan ini bukan tanpa alasan, menurut Pimpinan Senator, James Inhofe kesepakatan pengesahan RUU Pertahanan ini tak lain karena imbas dari pergerakan China.
James Inhofe mengungkapkan ini sebagai tindak lanjut klaim mengenai Beijing yang sedang mempersiapkan perang dunia ke III.
"Kami berada dalam situasi paling berbahaya yang pernah kami alami sebelumnya," ujarnya
Lebih mengejutkan lagi, perang yang disebut-sebut tak lama lagi meletus ini bakal terjadi di kawasan Laut China Selatan.
Baca Juga: Api Sudah MembumbungSejak Awal Tahun,Titah Xi Jinping: PLA Harus SiapPerang Kapan Saja!
Dengan kata lain, Indonesia yang juga sebagian wilayahnya berbatasan langsung dengan Laut China Selatan bakal terkena imbasnya juga.
Melansir dari Express.co.uk, Senin (4/1/2020) Senator Demokrat, Jack Reed mengungkapkan keadaan ini sebagai tanda kemunduran AS.
“Ini adalah pertama kalinya kami benar-benar mundur dan Kami memiliki ancaman baru yang meningkat di Pasifik. Kita harus mengambil pandangan holistik," sambungnya.
Diketahui ketegangan China dan AS memang kian memanas dalam beberapa bulan ini.
Bentrok keduanya diawali dengan perselisihan mengenai pandemi virus corona (covid-19) yang kini melanda seluruh dunia.
Mengutip dari Wall Street Journal yang menerbitkan sebuah artikel yang ditulis oleh John Ratcliffe, intelijen nasional AS berisi tentang peringatan pada negaranya.
Peringatan tersebut lantaran kini negara-negara dalam keadaan konfrontasi terbuka, tanpa terkecuali antara AS dengan Tiongkok.
Sejalan dengan pemberitaan tersebut, sebuah kejadian yang disebut pertama kali dalam sejarah terjadi di Taiwan.
Jet-jet tempur berbendera China disebut membuat rekor baru dengan 380 serangan ke zona pertahanan Taiwan.
Hal itu terjadi pada tahun 2020 kemarin.
Sebuah lembaga think tank yang terkait dengan militer memperingatkan ketegangan yang juga pernah terjadi pada tahun 1990-an silam.
Apa yang terjadi ini merupakan sebuah ancaman invasi terbuka yang bakal dilancarkan oleh China ke Taiwan.
Baca Juga: Panasi Mesin Perang, Iran dan Amerika Mulai Tegang di Teluk Persia
"380 serangan ke ADIZ Barat Daya kami pada 2020 jauh lebih sering dibanding sebelumnya," kata juru bicara Kementerian Pertahanan Taiwan Shih Shun-wen, Selasa (5/1), seperti dikutip Channel News Asia.
Permusuhan Beijing telah meningkat secara dramatis sejak Presiden Taiwan Tsai Ing-wen memenangkan pemilihan pada 2016.
Insiden ini bermula saat Tsai mengungkapkan penolakan atas gagasan Taiwan merupakan bagian dari China.
Berseliwerannya jet-jet tempur China diungkapkan oleh pihak Taiwan sebagai salah satu cara Beijing menguji kesiapan militer Taipei.
"Untuk menguji respons militer kami, untuk memberikan tekanan pada pertahanan udara kami, dan untuk menekan ruang udara untuk kegiatan kami," ujar dia.
Angka yang mencapai 380 ini menjadi angka tertinggi sejak krisis kedua negara yang pernah terjadi pada tahun 1996 silam di Selat Taiwan.
Menurut analis militer, Jeremy Hung mengatakan bahwa tindakan militer China ini disebut sebagai peringatan bagi Taiwan.
"Peringatan kepada Taiwan agar tidak melewati garis merah" di tengah hubungan yang menghangat dengan Amerika Serikat, menurut Hung, seperti dilansir Channel News Asia.
(*)