Dipaksa Polisi Akui Tuduhan Pencurian, Korban: Tak Kuat Menahan Siksaan, Akhirnya Ku Iyakan Semua..

Jumat, 25 September 2020 | 20:00
Tribunnews.com

Ilustrasi kekerasan di jalan

Sosok.ID - Seorang pemuda berusia 22 tahun, melayangkan gugatan untuk institusi kepolisian dan kejaksaan.

Ia tak terima dengan perlakuan polisi yang memaksanya menjadi pelaku pencurian.

Lebih parahnya, meski terbukti tak bersalah sejak tahun 2018 silam, pemuda yang bernama Yusril Mahendra ini baru mengetahui kebenarannya di tahun 2020.

Selama bertahun-tahun ia menanggung sanksi sosial atas perbuatan yang bahkan tak pernah dilakukannya.

Baca Juga: Izinnya Sudah Dicabut Polisi, Konser Dangdut yang Digelar Wakil Ketua DPRD Tegal Tetap Berjalan hingga Malam Hari, Ribuan Turut Orang Hadir

Yusril dicap oleh masyarakat sebagai penjahat, hingga ia malu untuk tinggal di kampung halamannya sendiri.

Melansir Kompas.com, Yusril Mahendra merupakan warga Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara.

Ia menggugat Polsek Panyambungan dan Kejaksaan Negeri Madina karena dituduh mencuri, dan bahkan dianiaya agar mengakui tuduhan tersebut.

Saat di Sekretariat Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara, Yusril bercerita bahwa ia bingung dan merasa terintimidasi, sehingga tak memiliki pilihan lain selain mengiyakan perkataan aparat.

Baca Juga: Demi Balaskan Nyawa sang Ayah yang Dibunuh Gegara Hal Sepele, Pria Ini Rela Habiskan 17 Tahun Hidupnya untuk Cari Pembunuh Ayahnya yang Dilepaskan Begitu Saja oleh Polisi

“Bingung, terintimidasi dan tak kuat menahan siksaan akhirnya ku iyakan semua tuduhan polisi," kata Yusril, Kamis (24/9/2020), dikutip dari Kompas.com.

Yusril, warga Desa Gunungtua Iparpondar, Kecamatan Panyabungan ini mengalami kasus pahit tersebut di tahun 2017 lalu.

Ketika itu Yusril difitnah melakukan pencurian dengan kekerasan di sebuah rumah di Panyambungan.

Ia kemudian ditangkap, namun membantah semua tuduhan yang telah dilayangkan pihak kepolisian.

Baca Juga: Pidato Keren Jokowi di Sidang Umum PBBDinilai Tak Sinkron dengan Perbuatannya untuk Indonesia, Ini Buktinya

Meski telah membantah, Yusril tidak dibebaskan. Ia justru menerima intimidasi dan mengalami kekerasan agar mengakui perbuatan yang tidak dilakukannya.

Saat itu ia ditangkap berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: SPSidik/131/X/2017/Reskrim.

Tahun 2018 lalu putusan Pengadilan Negeri Madina Nomor 47/ Pid.B/2018/PN Mdl, Yusril divonis penjara dan terbukti secara sah bersalah.

Lalu pada April di tahun yang sama, Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan (SIKAP) menginformasikan kasus tersebut ke KontraS Sumut.

Baca Juga: Sekeranjang Bunga Dikirim Jokowi untuk Kim Jong Un: Mohon Terima, Yang Mulia...

Handout/Kompas.com

Yusril (lima dari kiri) bersama tim kuasa hukumnya usai mendaftarkan gugatannya di PN Madina, Kamis (24/9/2020)

Hasil investigasi menemukan banyak kejanggalan, Yusril pun mengajukan banding didampingi KontraS dan SIKAP.

Juli 2018, putusan PN Madina dibatalkan Pengadilan Tinggi, dan Yusril bebas dari segala dakwaan.

Pada Oktober 2018 MA mengeluarkan putusan di mana Yusril tetap terbukti tak bersalah.

Kendati demikian informasi itu baru diterimanya pada tahun 2020.

Yusril dan keluarga sama sekali tak tahu tentang putusan MA tersebut, hingga mereka sepakat untuk mengajukan gugatan perdata berdasarkan putusan MA.

Baca Juga: IRT Gebuki Imam Masjid dengan Balok Saat Pimpin Salat Dzuhur, Dendam karena Nikahkan Suaminya dengan Wanita Lain

“Gugatan ini ingin membuktikan apakah keadilan masih bisa dirasakan masyarakat kecil melalui putusan majels hakim PN Madina nanti," kata Ali Isnandar, staf advokasi KontraS Sumut.

"Yusril ditangkap, ditahan dan diadili sewenang-wenang, kemudian tak terbukti. Kita gugat," ucap Ali.

Kasus Yusril, kata Ali, hanyalah sedikit contoh dari banyaknya preseden buruk penegakan hukum Indonesia.

Menyadur sumber yang sama, koordinator tim hukum Irfan Fadila Mawi mengatakan, kasus Yusril melanggar Pasal 34 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999.

Baca Juga: Mabuk 4 Botol Vodka dan 6 Kaleng Bir di Depan Gedung Gubernur Papua, Wakil Bupati Tabrak Mati Bripka Polisi di Polimak Jayapura

Pasal itu berisi tentang HAM, menyebutkan bahwa setiap orang tidak boleh ditangkap dan ditahan secara sewenang-wenang.

"Kita sudah mengumpulkan bukti-bukti kuat dugaan perbuatan masing-masing tergugat yang melawan hukum."

"Tidak ada maksud mendapatkan keuntungan materil, gugatan ini bentuk perlawanan masyarakat kecil atas kesewenang-wenangan yang dilakukan negara," kata Irfan.

Yusril menuntut keadilan. Kasus tersebut telah merubah jalan hidupnya, menjadi bagian dari pengalaman paling menyedihkan yang dirasakannya selama hidup.

Baca Juga: 2 Kali Jadi Wapres, JK Beber Beda Cara SBY dan Jokowi Ambil Keputusan, Yang Satu Lebih Cepat, Lainnya Doyan Rapat

Trauma dan beban mental yang ditanggunya selama ini tidak serta-merta hilang, Yusril telah dicap sebagai penjahat yang melakukan pencurian, meski kebenarannya tak pernah terungkap.

Hal itu membuat Yusril tak ingin tinggal di kampungnya, ia memilih menghindar dari orang-orang yang mengenalnya.

Ia pun berharap agar gugatan yang dilayangkan dapat kembali membawa nama baiknya dan keluarga.

“Aku malu tinggal di kampung, makanya selama ini merantau. Mudah-mudahan gugatan ini bisa membuat nama baik ku dan keluarga ku kembali,” tandas Yusril. (*)

Editor : Rifka Amalia

Sumber : Kompas.com

Baca Lainnya