Sosok.ID - Perebutan wilayah perbatasan hingga menimbulkan konflik antar dua warga negara kembali terjadi.
Kini warga Desa Seberang, Pulau Sebatik sempat ribut dengan warga negara Malaysia di perbatasan negara.
Hal tersebut lantaran, banyak warga desa yang merasa dirugikan, lahan pertanian dan perkebunan mereka tiba-tiba diminta sepihak oleh Malaysia.
Padahal mereka telah memiliki sertifikat tanah secara resmi, namun kini lahan mereka diberi patok oleh pemerintah Malaysia sebagai kepemilikan oleh negeri Jiran.
Baca Juga: Keterlaluan! Aparat Malaysia Nekat Tembak Mati WNI Hanya Gegara Murai Batu, Begini Kronologinya!
44 warga di Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan kini harus gigit jari dengan apa yang mereka dapatkan.
Lahan yang bersertifikat sejak lama yang mereka garap kini tiba-tiba di-hak milik oleh pemerintah Malaysia.
Bahkan untuk bisa ke kantor camat, warga desa tersebut sekarang harus jadi imigran gelap.
Hal itu lantaran jalan akses dari rumah mereka ke kantor Camat kini tiba-tiba telah menjadi bagian dari wilayah Malaysia.
Insiden pematokan batas wilayah tersebut dibenarkan oleh Camat setempat.
Camat Sebatik Utara, Zulkifli membenarkan bahwa sebanyak 44 warga desa Seberang telah mengadu mengenai hilangnya lahan mereka.
Zulkifli mengatakan bahwa aduan masyarakat tersebut semenjak adanya pemasangan patok baru di areal patok 1 dan 2 Sebatik.
Warga melaporkan lahan mereka hilang. Masyarakat meminta kejelasan atas kepemilikan lahan yang sudah bersertifikat.
Meruginya 44 warga desa karena kehilangan lahat tersebut setelah Badan Informasi Geospasial (BIG) bersama Jabatan Ukur dan Pemetaan (JUPEM) Malaysia melakukan pengukuran ulang pada Juni 2019 lalu.
"Ada sekitar 44 warga yang mengaku dirugikan karena sebagian lahan mereka masuk Malaysia," ujar Kepala Desa Seberang, Kecamatan Sebatik Utara, Hambali, Jumat (4/9/2020) yang dikutip dari Kompas.com.
Setidaknya ada sekitar 2,16 km lahan di Desa Seberang yang terdampak atas pengukuran ulang tersebut.
Padahal ke 44 warga yang telah mengadu tersebut memiliki sertifikat kepemilikan tanah sudah sejak lama.
"Sebagian besar warga ada kepemilikan sertifikat, data kita sekitar 44 orang, mereka menggarap lahan, berkebun dan bertani di sana sejak lama," katanya.
Kejadian ini pun berbuntut panjang, sebab kini ada warga negara Malaysia yang mulai berdatangan di kebun bersertifikat milik warga Indonesia tersebut untuk mengambil hasil panen baik dari sawah atau kebun di sana.
Bahkan warga perbatasan dua negara ini sempat terjadi keributan karena kejadian itu.
"Kita mediasi, karena ini belum ada diresmikan dan belum dipastikan. Saya sampaikan itu (mengambil dan menguasai lahan) tidak bisa, kecuali antar dua negara sudah sepakat. Jadi sementara ini silahkan digarap masing masing seperti biasa sampai ada kejelasan," kata Hambali.
Warga Desa Seberang kini pun harus menanggung dampaknya, selain ribut dengan warga negara tetangga, mereka juga harus melewati wilayah Malaysia apabila ingin pergi ke kantor Camat.
"Jalan masuk kantor Kecamatan Sebatik Utara terpotong sekitar 30 meter. Jadi kalau mau ke kantor camat kita harus lewat Malaysia, kita jadi pendatang haram (imigran gelap) untuk sementara," kata Camat Sebatik Utara Zulkifli. (*)