Sosok.ID - Banjir di Jakarta, seolah menjadi masalah yang tak berkesudahan.
Awal tahun 2020, masyarakat Jakarta bahkan sempat digemparkan dengan cara Anies Baswedan menangani banjir.
Sebab Pemerintah Provinsi Jakarta menganggarkan dana Rp 4 Miliar untuk membeli TOA sebagai Disaster Warning System (DWS).
DWS ini merupakan alat peringatan dini banjir berupa speaker jarak jauh yang digunakan untuk mengumumkan indormasi kepada masyarakat di daerah rawan banjir.
Namun belakangan, Anies menganggap penggunaan TOA tidak relevan, dan menyindir BPDB DKI Jakarta karena tergiur hibah alat dari perusahaan Jepang tersebut.
Hal itu diungkapkan dalam rapat bersama jajaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ditayangkan akun youtube Pemprov DKI Jakarta.
Anies bahkan sempat mencecar anak buahnya karena dianggap gagap dalam mengantisipasi bencana banjir.
Iamenilai anak buahnya terlalu mendadak dan tak siap dalam mengatasi banjir, padahal ini adalah bencana tahunan yang kerap melanda ibu kota.
"Setiap tahun (penanganan banjir) kita buat seakan baru pertama kali, kita anggap ini kejadian insidental."
"Padahal, kejadian ini tiap tahun," ucapnya dalam video rapat, dikutip Sosok.ID, dilansir dari Tribun Jakarta, Sabtu (8/8/2020).
Menurut Anies, hal ini dikarenakan tidak adanya adanya standar operasional prosedur (SOP) terkait antisipasi, penanganan genangan banjir, dan penanganan sesudah air surut (recovery).
Oleh karenanya Anies meminta anak buahnya untuk segera menyusun SOP dan membuat sistem peringatan dini untuk mengantisipasi banjir dalam waktu dua minggu.
"Jadi, kalau Bendungan Katulampa tinggi muka airnya sekian, tempo kirimannya sekian, (pintu air) Manggarai sekian, lalu wilayah mana yang kena banjir itu sudah ada algoritma yang dipakai untuk memprediksi dan mempersiapkan," ujarnya.
Cara ini dianggap efektif sehingga petugas BPBD dan Dinas Kesehatan dapat segera mengantisipasi.
"Kesiapan seperti ini baru namanya early warning system," kata Anies.
Jika SOP sudah tersusun, Anies berharap agar SOP tersebut menjadi pegangan bagi para pejabat tingkat desa.
"Dalam waktu 2 minggu, ini harus sudah selesai. Kalau bisa, ini seperti buku pegangan yang bisa jadi pedoman RT, RW, lurah, dan camat," tuturnya.
Diberitakan sebelumnya, Anies Baswedan menilai penggunaan TOA sebagai early warning system (EWS) banjir tidak efektif untuk digunakan.
"Ini bukan early warning system, ini toa. Kalau EWS itu kejadian air di Katulampa sekian, lalu Dinas Perhubungan, Dinas Kesehatan, MRT, Satpol PP, seluruhnya tahu wilayah mana yang punya risiko," ucap Anies Baswedan.
"Jadi, sebelum kejadian kita sudah siap antisipasi," sambungnya.
Anies pun tampak kecewa dengan pembelian TOA di Jakarta. Ia lantas meminta BPBD untuk berhenti berbelanja barang serupa.
"Jangan diteruskan belanja (toa) ini. Toa yang sudah terlanjur ada ya sudah dipakai saja. Tapi, tidak usah ditambah, bangun sistem baru, jangan toa seperti ini," kata Anies. (*)