Sosok.ID - Sebuah pernyataan menggemparkan pejabat-pejabat di Amerika Serikat belum lama ini.
Pernyataan yang menghebohkan tersebut dikatakan oleh seorang pejabat tinggi intelijen Amerika Serikat (AS) pada hari Jumat (7/8/2020).
Berdasarkan informasi mata-matanya, ternyata China telah beberapa kali mencoba ingin mencelakai Presiden AS.
Bahkan ia secara terang-terangan China kesulitan untuk menargetkan Donald Trump menggunakan tembak.
Kini pun menurut penjabat tinggi urusan intelijen AS tersebut mendeteksi penetrasi China di Pemilihan Umum Presiden AS.
"Kami menilai China lebih suka Presiden Trump - yang menurut Beijing tidak bisa ditebak - tidak memenangkan pemilu lagi," kata William Evanina direktur Pusat Kontra-intelijen dan Keamanan Nasional.
Beberapa langkah tak wajar Donald Trump disebutnya sebagai pemicu kemarahan China pada AS.
Seperti cara Trump tangani pandemi virus corona, penutupan konsultan China di Houston, dan sikap pemerintah AS terhadap tindakan China di Hong Kong maupun Laut China Selatan.
"Beijing menyadari semua upaya ini mungkin akan berpengaruh ke pemilihan presiden," imbuh Evanina.
Meski telah mendapat kabar bahwa dirinya jadi sasaran tembak China, Trump pun mengaku tidak mempermasalahkan ancaman tersebut.
"China akan senang jika di pemilu kami Donald Trump kalah dari Joe Biden yang mengantuk. Mereka akan bermimpi, mereka akan memiliki negara kita," ujar Trump.
Melanjutkan, Evanina membeberkan bukan hanya China yang ingin Trump tak nyaman duduk di kursi presiden, tetap ada beberapa negara lain yang berniat sama seperti Tiongkok.
Negara-negara tersebut seperti Rusia dan Iran.
"Rusia menggunakan serangkaian tindakan, terutama merendahkan mantan wakil presiden Biden atas apa yang dilihatnya sebagai pembentukan anti-Rusia," ucap Evanina.
"Ini sejalan dengan kritik publik Moskwa terhadapnya, ketika dia menjadi wakil presiden karena perannya dalam kebijakan pemerintahan Obama di Ukraina, dan dukungannya untuk oposisi anti-Putin di Rusia."
Ternyata ada sentimen tersendiri antara Rusia dengan Donald Trump hingga mengharapkan hal tak terduga terjadi kepada presiden AS tersebut.
Evanina merupakan pejabat tinggi intelijen yang memantau ancaman terhadap pemilu AS, tapi tidak memberikan rincian tentang campur tangan pihak luar.
Peretasan dan kampanye media sosial yang kuat oleh Rusia pada 2016 mendapat perhatian tersendiri dari intelijen AS, karena membantu Trump meraih kemenangan atas Hillary Clinton dar Demokrat.
"Upaya asing untuk memengaruhi atau mencampuri pemilu kami merupakan ancaman langsung bagi struktur demokrasi kami," lanjutnya. (*)