Sosok.ID - Presiden Joko Widodo, saat rapat terbatas pada Senin (30/3/2020) lalu menyampaikan tentang risiko mudik lebaran.
Hal ini berkaitan dengan penyebaran virus corona.
Ketika gelombang mudik terjadi, pergerakan jutaan orang sangat berisiko meningkatkan pandemi Covid-19 di Indonesia.
Jokowi bahkan mencontohkan gelombang mudik tahun 2019, saat itu terjadi sebanyak 19,5 juta pergerakan orang di seluruh wilayah Nusantara.
Keterangan yang disampaikannya menegaskan, bahwa Jokowi sebenarnya paham betul perihal bahaya melakukan mudik di tengah pandemi virus corona.
"Di tengah merebaknya pandemi covid-19, adanya mobilitas orang yang sebesar itu sanget beresiko memperluas penyebaran covid-19," kata Jokowi, dikutip dari Kompas.com, Jumat (3/4).
Saat itu Presiden Joko Widodo meminta diadakan upaya dan langkah tegas untuk mencegah pergerakan balik kampung.
"Demi keselamatan bersama saya juga minta dilakukan langkah-langkah yang lebih tegas untuk mencegah terjadinya pergerakan orang ke daerah," ucapnya waktu itu.
Namun tiga hari kemudian, keputusan yang mencuat ke ranah publik, justru bertolak belakang.
Mudik tidak dilarang
Presiden Jokowi telah memutuskan untuk tidak melarang masyarakat yang hendak mudik lebaran meski pandemi Covid-19 kian merebak di Indonesia.
"Diputuskan tidak ada pelarangan mudik resmi dari pemerintah," kata Pelaksana Tugas Menteri Perhubungan Luhut Binsar Panjaitan seusai rapat terbatas pada Kamis (2/4) kemarin.
Ketika ditanya alasannya, jawaban Luhut seolah skeptis dengan sikap masyarakat.
Luhut menyebut besar kemungkinan jika larangan itu di terbitkan pemerintah, akan tetap dilanggar oleh sebagian masyarakat.
Baca Juga: Masih Boleh, Jokowi Izinkan Kepala Daerah Lakukan Pembatasan Sosial Skala Besar di Wilayahnya
"Orang kalau dilarang, (tetap) mau mudik saja gitu. Jadi kita enggak mau (larang)," ucap dia.
Seperti diketahui, meskipun telah muncul banyak imbauan untuk tidak melakukan acara yang melibatkan banyak peserta di tengah wabah, tak sedikit masyarakat yang masa bodoh.
Oknum-oknum tertentu dan warga yang tak patuh bahkan masih nekat menggelar hajatan pernikahan disaat pemerintah berjuang keras menggalakkan social distancing dan physical distancing.
Kendati tidak dilarang, Luhut menegaskan bahwa pemerintah tetap mengimbau masyarakat agar tidak mudik.
"Jadi sekarang kita imbau kesadaran bahwa kalau anda mudik, nanti bawa penyakit," kata Luhut.
"Hampir pasti bawa penyakit. Kalau membawa penyakit itu di daerah ada yang meninggal, bisa keluargamu," lanjutnya.
Bagi masyarakat miskin yang bersedia tidak mudik, pemerintah akan mmberi bantuan sosial, kata Luhut.
Pemerintah juga tengah mengkalkulasi untuk memundurkan hari libur nasional yang terhambat karena corona, menggesernya ke akhir tahun.
Luhut juga memohon kepada masyarakat yang tetap mudik untuk melakukan karantina mandiri selama 14 hari di kampung halamannya.
"Kalau masih ada masyarakat yang ingin mudik dia harus ikut masuk karantina tadi. Dan kemudian pemeriksaan kesehatan di kampungnya," jelas Luhut.
Luhut mengatakan, pemerintah akan memastikan penggunaan angkutan umum agar sesuai dengan protokol kesehatan Covid-19, khususnya terkait jaga jarak.
Misalnya ada pembatasan dari bus yang semula berkapasitas untuk 40 orang, hanya boleh mengangkut 20 orang, sehingga tarif mudik kemungkinan akan melonjak.
Dua pernyataan berbeda
Keputusan tidak adanya pelarangan mudik juga terkesan ambigu.
Dua pejabat istana bahkan memberikan keterangan berbeda ke media.
Mulanya, Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman mengirim siaran pers yang menjelaskan bahwa Presiden membolehkan mudik.
Keterangan itu disampaikan tak lama usai ratas.
Fadjroel menyebut, masyarakat boleh mudik dengan syarat karantina diri 14 hari di rumah, karena mereka yang mudik otomatis menjadi ODP.
"Mudik Boleh, tapi Berstatus Orang Dalam Pemantauan," demikian judul siaran pers yang dikirim Fadjroel ke wartawan pada Kamis siang, dikutip dari Kompas.com.
Namun pada Kamis petang, terjemahan berbeda muncul dari Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
Ia merevisi pernyataan Fadjroel yang mengatakan Presiden membolehkan mudik.
Pernyataan itu menurut Pratikno bukanlah ungkapan yang tepat untuk menerjemahkan imbauan Presiden.
"Yang benar adalah: Pemerintah mengajak dan berupaya keras agar masyarakat tidak perlu mudik," kata Pratikno.
Tak lama setelah itu, Fadjroel langsung memperbarui judul siaran persnya menjadi "Pemerintah Himbau Tidak Mudik Lebaran, Bansos Dipersiapkan Hadapi Covid-19."
(*)