Sosok.id - Sebagai manusia, kita memang tak bisa memilih di mana kita akan dilahirkan.
Tetapi, waktu memberikan kesempatan pada kita untuk memilih hidup yang sesuai dengan keinginan kita.
Seperti yang dilakukan oleh seorang pria bernama Freddie Figgers ini.
Saat terlahir di Florida, AS, ibunya membuangnya di tempat sampah.
Tetapi, siapa yang menyangka, di usianya yang ke 30 tahun ia justru menjadi orang yang begitu sukses.
Semua itu tak lepas dari ketulusan hati Nathan dan Betty Figgers yang mengadopsinya, dua hari setelah ia dilahirkan.
Sejak kecil, Freddie sudah menunjukkan bakatnya untuk mengutak-atik komputer.
Melansir dari Bored Panda, Freddie berusaha memperbaiki komputer rusak pertama ketika ia berusia 9 tahun.
Walaupun tak berhasil memperbaiki komputer tersebut, namun ia tak menyerah.
Kemudian di usianya yang ke 12 tahun, Freddie sudah bekerja menjadi teknisi komputer.
Hingga akhirnya, di usianya yang ke 15, Freddie sudah memulai mendirikan sebuah perusahaan komputasi cloud yang ia beri nama Figgers Computer.
Gagasan itu muncul dalam benak Freddie ketika sebuah dealer mobil di Alabama kehilagan semua file pelanggan mereka.
Setelah sebuah tornado melanda daerah tersbut.
Untuk mencegah kejadian tersebut terulang kembali, Freddie pun mmebantu mereka untuk mencadangkan file mereka di server jarak jauh, yang ia kelola di halaman belakang rumahnya.
Namun, dari berbagai inovasi yang ia ciptakan, Freddie paling bangga dengan sebuah sepatu buatannya.
Yakni, sepatu yang ia buat secara khusus untuk ayahnya, Nathan, yang menderita penyakit Alzheimer.
Penyakit itu membuat Nathan kehilangan ingatannya secara perlahan.
Namun, di saat penyakitnya semakin parah dan ingatannya menjadi semakin buruk, Freddie datang memberikan sebuah hadiah.
Yakni, sepatu yang dilengkapi dengan seperangkat alat pelacak dan komunikator dua arah.
"Saya bisa mengangkat telepon dan berkata, 'Hei Ayah, kamu di mana?' dan dia tak perlu melakukan apa-apa.
Hanya perlu membungkuk dan berbicara ke sepatunya dan saya dapat melacak lokasinya," ujar Freddie seperti dikutip dari Inspire More.
"Program itu sangat sukses dan sebuah perusahaan dari Kansas menghubungi saya dan mereka membeli program itu seharga 2,2 juta USD (sekitar Rp 30 miliar)," jelasnya.
Freddie kemudian menggunakan uang itu untuk mendirikan Figgers Communications, sebuah perusahaan telekomunikasi yang kini bernilai lebih dari 62 juta USD (sekitar Rp 867 miliar).
Perusahaan tersebut merupakan satu-satunya perusahaan milik minoritas dari usaha sejenisnya di AS.
Freddie, sebagai pendiri dan CEO, telah menjadi berita utama dengan inovasi perusahaannya, yakni perangkat lunak anti-texting and driving.
Dia juga menciptakan sebuah ponsel yang dapat mengukur glukosa dalam darah secara wireless untuk para penderita diabetes.
Bagi Freddie, kesuksesan bukan hanya sekadar uang, melainkan bagaimana kita dapat mengubah dunia menjadi lebih baik.
"Saya percaya, kepedulian akan menjadi sebuah tindakan nyata, dan jika Anda mendapat masalah, temukan solusi agar memberikan dampak yang dapat mengubah hidup seseorang," ujarnya.
"Saya akan memberi pengaruh pada dunia dan mengubah hari ini menjadi hari esok yang lebih baik.
Karena uang bukanlah segalanya, ia hanyalah sebuah alat.
Tetapi, dengan alat itu, kita dapat mempengaruhi dan mengubah kebiasaan manusia dengan adanya kesempatan," pungkasnya.(*)