Sosok.ID - Kamis (14/11/19) adalah hari kelabu bagi Rudi Suharto (52), warga Lingkungan 20 Kampung Sentosa Barat, Jalan Tambak, Kelurahan Sicanang (Canang Kering), Kecamatan Medan Belawan.
Sebab ia melihat dengan mata kepalanya sendiri buah hatinya dicari oleh pihak berwajib.
Ia melihat tayangan televisi dan Kepala Lingkungan yang mencari informasi mengenai kedua anaknya tersebut.
Hati ayah mana yang tak miris melihat anak-anaknya tersebut masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) kepolisian.
Diketahui Andri (25), anak keduanya diduga telah melarikan diri pada Rabu malam tanpa bisa ia cegah terlebih dahulu.
Saat itu Rudi sedang berada di belakang rumah waktu Andri pulang untuk mengambil baju dan pergi tanpa pamit begitu saja.
Rudi mengira anak keduannya tersebut pergi ke tambak, sejak saat itulah Rudi tak melihat anaknya tersebut.
Tak lama kemudian ayah lima anak tersebut melihat tayangan televisi dan juga Kepala Lingkungan setempat yang tiba-tiba mencari informasi mengenai ketiga anaknya.
Ternyata ketiga anaknya diduga terlibat dalam teror bom yang meledak di Mapolrestabes Medan kala itu.
Dilansir dari Kompas.com, Rudi merasa tak asing dengan wajah pelaku teror bom di kantor polisi Medan tersebut.
"Saya tahulah orangnya. Kenal di jalanlah saya. Sering ke sini dia, sekitar tiga bulanan terakhirlah. Dia datangnya siang. Dia dibawa kemungkinan karena satu pengajianlah," katanya, dikutip dari Kompas.com.
Dan setelah diingat-ingat ternyata benar, pelaku bom tersebut sudah tiga bulan terakhir intensif datang kerumahnya.
Ia adalah rekan dari ketiga anak-anaknya yang akhirnya juga dicari oleh tim Densus 88 Antiteror.
Rudi menyadari bahwa ketiga anaknya memiliki hubungan dekat dengan pelaku teror bom karena satu tempat pengajian dengannya.
Mengetahui dua anaknya yang berada dirumah juga diduga terlihat aksi teror bom di Mapolrestabes Medan tersebut, Rudi pun mengambil inisiatif.
Rudi mengaku memiliki gubuk di tambak yang ia jaga untuk budidaya kepiting dan ikan.
Gubuk tersebut berada di ujung kampung dan berbatasan langsung dengan laut, namun jalannya sudah terbuat dari semen.
Jarak lokasi tersebut dengan Kota Medan sekitar 30 km.
Untuk menuju ke gubuk tersebut, harus melewati jalan-jalan kecil dan tambak milik warga.
Tiga anaknya, yaitu Aris (28), Andri (25), dan Fadli (23), serta rekan-rekannya sering duduk-duduk di gubuk tersebut.
Polisi menyebutkan, gubuk tersebut digunakan untuk merakit bom bunuh diri yang meledak di Mapolrestabes Medan.
Setelah mengetahui bahwa ketiga anaknya jadi terduga pelaku yang masuk satu kelompok dengan pelaku teror bom di Medan tersebut.
Pada hari Kamis (14/11/2019) malam, Rudi membawa dua anaknya, Aris (28) dan Fadli (23), ke rumah Kepala Ligkungan (Kepling) Jehadun Bahar (52).
Hal itu ia lakukan walau dengan sedih hati karena melihat apa yang dilakukan oleh teman pengajian anak-ananya itu sangat tidak manusiawi.
Rudi mengatakan kepada dua anaknya bahwa mereka harus bertanggung jawab dan menahan mereka agar tidak melarikan diri.
"Saya ajak ke rumah Kepling karena kepling yang cari informasi. Cemana lah kok sampai kek gini kalian," katanya, dikutip dari Kompas.com.
20 menit kemudian setelah Rudi dan kedua anaknya sampai di rumah Kepala Lingkungan setempat, polisi datang untuk menjemput dua anaknya yang diduga terlibat teror bom tersebut.
Walau sedih melihat tingkah laku anak-anaknya itu, Rudi tetap mencoba tegar walau tetap berharap sang anak tak terlibat dalam kasus itu.
"Memang tak saya kasih lari mereka. Harus kalian tanggung jawab karena walaupun lari kalian, pasti akan dicari lagi. Waktu saya bilang gitu (Aris dan Fadli) diam saja," katanya, dikutip Kompas.com. (*)