Pelukan Saja Malu Apalagi Bercinta, Kisah Pasutri Korban Gempa Maluku yang Tinggal di Pengungsian, Tak Bisa Seenaknya Bermersaan di Depan Orang Tua dan Anak-anak

Jumat, 15 November 2019 | 18:30
KOMPAS.COM/RAHMAT RAHMAN PATTY

Sejumlah tenda pengungsi tampak mulai diganti dengan atap rumbia di lokasi pengungsian di Desa Liang, Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah, Rabu (13/11/2019).

Sosok.id - Sejak gempa bumi mengguncang pada bulan September lalu, warga Maluku masih bertahan di tenda-tenda pengungsian.

Pasalnya gempa susulan kerap terjadi setelah gempa berkekuatan magnitudo 6,8 mengguncang pada 26 September 2019 lalu.

Berdasarkan info yang dihimpun Sosok.id dari Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Ambon, setidaknya ada 1.105 kali gempa susulan yang terhitung hingga tanggal 6 Oktober 2019 lalu.

Kemudian gempa bermagnitudo 6,8 kembali mengguncang Maluku pada 26 Oktober 2019 lalu.

Baca Juga: Pakai Bonggol Pisang dan Kayu Kasuari, Cerita Pengungsi Kerusuhan Wamena Agar Rumah Mereka Tak Dibakar

Bahkan, salah satu anggota timnas u-16 Indonesia turut menjadi korban, yakni Alfin Lestaluhu.

Kemarin, tepatnya Kamis (14/11/2019) malam, gempa bermagnitudo 7,1 kembali mengguncang Maluku, tepatnya di daerah Jailolo.

Diguncang gempa berturut-turut membuat warga Maluku memilih untuk bertahan di pengungsian.

Walaupun hidup di pengungsian serba terbatas, namun apa daya mereka tak memiliki pilihan lain.

Baca Juga: Ambon Diguncang Gempa Sebanyak 41 Kali, Para Warga Nekat Ngungsi dan Tidur di Tengah Hutan Tanpa Tenda

Sekitar sebulan lebih menjalani kehidupan di lokasi pengungsian menjadi cerita tersendiri bagi sejumlah warga.

Hidup yang berat dengan keadaan yang jauh dari kata layak harus dilakoni warga pengungsi setiap harinya demi bisa bertahan hidup.

Melansir dari Kompas.com, sejumlah pasutri di lokasi pengungsian yang terletak di Desa Liang, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah mengaku harus menahan hasrat bercinta selama sebulan lebih.

Sebab lokasi pengungsian yang dihuni oleh berbagai kalangan tersebut sangat tidak memungkinkan bagi mereka untuk bermesraan.

Baca Juga: Perjuangan Pengungsi Palu, Kembali Bangkit Setelah Temukan Peralatan Dekorasi Pengantin yang Ditelan Bumi Bersama Rumahnya

Bahkan hanya sekadar berpelukan saja mereka tak bisa melakukannya karena satu tenda dengan orang tua dan anak-anak.

“Untuk urusan itu kita hanya bisa menahan saja, bisa lihat sendiri di dalam tenda itu kita tidak tidur sendiri, ada orang tua ada anak-anak dan keponakan jadi mau peluk saja tidak bisa,” kata Firda sambil tersenyum kepada Kompas.com saat ditemui, Rabu (13/11/2019).

Berdasarkan keterangan Firda, bagi pasutri yang rumahnya tidak rusak parah masih bisa mencuri-curi kesempatan untuk melakukan hubungan seksual di tempat tinggalnya.

Namun, hal tersebut tidak berlaku bagi mereka yang rumahnya rusak parah.

Baca Juga: Khawatir Gempa Susulan dan Potensi Tsunami, Warga Pesisir Pantai Selatan Sukabumi Mengungsi di Masjid

Mereka hanya bisa pasrah sambil memendam hasrat untuk bercinta.

“Syukur bagi mereka yang rumahnya tidak rusak tapi bagi mereka yang rumahnya rusak mau bagaimana, terpaksa pasrah saja,” ujarnya.

Namun bila sudah tak kuat menahannya, para pasutri harus rela mengeluarkan kocek untuk menyewa penginapan.

Bahkan mereka harus pergi jauh-jauh ke Ambon hanya demi memenuhi kebutuhan seksualnya.

Baca Juga: Bingung Urus Anak Setelah Ditinggal Istri, Pria Ini Pilih Jual Bayinya Seharga Rp 160 Juta dan Gunakan Uangnya untuk Bayar Tagihan Live Streaming Video Dewasa

Menurut pengakuan seorang pria bernama Amo, ia dan istrinya telah melakukan hal tersebut beberapa kali.

Sebab baginya hal tersebut juga termasuk ibadah, jadi ia rela-rela saja melakukannya.

“Ini juga kan bagian dari ibadah, jadi kita sesuaikan saja dengan kondisi yang ada,” ujarnya.

Cobaan berat bagi pasangan baru

Baca Juga: Kaum Jomblo Makin Ngenes, Pemerintah Tetapkan Syarat Baru Sebagai Syarat Nikah, Wajib Ikut Kelas Bimbingan Selama 3 Bulan untuk Dapatkan Sertifikat

Sementara itu, bagi pasangan baru hal tersebut menjadi cobaan yang cukup berat.

Seperti yang dialami oleh salah satu pengungsi di Dusun Waimulung, Kecamatan Salahutu yang bernama Arman Buton ini.

Baru menikah lima bulan yang lalu, membuat Arman dan istrinya sering mencuri-curi waktu untuk meninggalkan lokasi pengungsian demi memenuhi kebutuhan batin.

“Ya, mau bagaimana ya, kondisi sudah seperti begini, jadi kita cari tempat yang terbaik saja,” katanya sambil malu-malu.

Baca Juga: Masih Ingusan, Bocah 14 Tahun Ini Sudah Berani Meminang Wanita 21 Tahun, Wajah Pengantin Perempuan Sukses Buat Para Jomblo Gigit Jari

Arman hanya bisa berharap agar pemerintah memberikan solusi bagi pengungunsi terutama pasutri agar tetap bisa memenuhi kebutuhan batin mereka.

Misalnya dengan membuat bilik asmara.

Namun, hal tersebut tidak dapat dilakukan mengingat penanganan pengungsi tidak lagi menggunakan sistem hunian sementara.

“Tidak ada lagi huntara, jadi langsung pembangunan rumah warga, kalau seandainya hunian sementara itu masuk dalam konsep maka sudah pasti itu (barak khusus) akan kita bangun,” ujar Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Maluku, Farida Salampessy kepada Kompas.com.

Baca Juga: Ketahuan Pergi Malam-malam Berdua dengan Oknum Polisi, Wanita Ini Berontak Ketika Diajak Pulang oleh Suaminya : Saya Mau Latihan Pramuka Mas!

(*)

Editor : Dwi Nur Mashitoh

Sumber : Kompas.com, Sosok.ID

Baca Lainnya