Sosok.ID- Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya, begitu kata-kata bijak yang sering kita dengar.
Jika berbicara mengenai pahlawan-pahlawan, mungkin pahlawan satu ini terdengar agak asing ditelinga kita.
Bila di ujung Barat Indonesia, Aceh memiliki Cut Nyak Dien sebagai pahlawan nasional asli dari Aceh, Demikian pula dengan ujung timur Indonesia.
Papua, Provinsi paling timur Indonesia ini juga menjadi tanah kelahiran bagi beberapa pahlawan nasional.
Salah satunya adalah Silas Papare, mungkin terdengar asing, namun atas jasanya membuat Papua menjadi bagian dari Indonesia.
"Jangan Sanjung Aku, Tetapi Teruskanlah Perjuanganku" adalah kalimat yang sering ia ucapkan.
Melansir Kompas.com, Silas Papare adalah keturunan asli Papua yang lahir di Serui tahun 1918.
Paparekecil mengenyam pendidikan di sekolah Zending, setelah selesai dari situ ia melanjutkan pendidikan juru rawat.
Setelah lulus sekolah ia sempat bekerja di rumah sakit Serui selama 3 tahun.
Kemudian ia pindah kerja di Sorong sebagai pegawai perusahaan minyak di sana sampai awal tahun 1942 saat Jepang menduduki Indonesia.
Papare kembali ke Serui untuk menjadi petani.
Pada tahun 1944 Silas pernah direkrut oleh Amerika sebagai mata-mata untuk membantu Amerika mengusir Jepang dari Irian (sebelum Papua).
Selepas Jepang kalah pada perang dunia kedua, Papua kembali dikuasai oleh Belanda.
Papare memang tak menyukai pemerintah Belanda yang menjajah Irian pada masa itu.
Itulah sebabnya ia memutuskan untuk kembali menjadi petani di Serui.
Desember 1945, Silas bersama teman-temannya berusaha mempengaruhi pemuda-pemuda Irian Barat yang tergabung dalam Batalyon Papua untuk melancarkan pemberontakan.
Rencana tersebut gagal dan mengakibatkan Silas dipenjara di Jayapura.
Saat menjalani masa penjara ini ia bertemu dengan Dr. Sam Ratulangi, Gubernur Sulawesi masa itu yang diasingkan oleh pemerintah Belanda di penjara tersebut.
Dari pertemuan inilah Silas bertekad untuk memerdekaan Papua dan bergabung dengan Republik.
Langkah awal Silas untuk mewujudkan niatnya tersebut adalah dengan mendirikan Partai Kemerdekaan Indonesia Irian (PKII) pada November 1946.
Dari PKII inilah peran penting Silas dan kawan-kawan di dalam partai yakni untuk menumbuhkan dan membesarkan benih nasionalisme dalam wilayah NKRI.
Namun pada saat itu karena tekanan terhadap warga Papua dari pihak Belanda sangat besar, Silas dan PKII bergerak secara bawah tanah.
Melalui gerakan bawah tanah inilah jumlah anggota PKII semakin lama semakin bertambah.
Dilansir dari website resmi Badan Intelejen Negara, anggota PKII pada tahun 1949 memiliki jumlah yang mencapai 4000 orang.
Karena keberanian Silas Papare untuk berjuang dan mendirikan PKII ini terendus oleh pihak Belanda, akhirnya ia dipenjara di Biak, namun tak lama ia melarikan diri dari penjara tersebut.
Oktober 1949 di Yogyakarta, Papare mendirikan Badan Perjuangan Irian dalam rangka membantu pemerintah Republik Indonesia untuk memasukkan wilayah Irian Barat ke dalam wilayah NKRI.
Selang 3 tahun kemudian, pada 1951 Silas Papare membentuk Kompi Irian 17 di Markas Besar Angkatan Darat.
Pendirian Kompi tersebut untuk membantu politik Indonesia dalam memperjuangkan Irian sebagai bagian dari Republik di kancah Internasional.
Terus menerus Silas Papare ikut membentuk kelompok perjuangan untuk membebaskan Irian dari Belanda.
Tercatat seperti Front Nasional Pembebasan Irian Barat (FNPIB) dan Biro Irian yang didirikan Soekarno.
15 Agustus 1962 Papare juga ikut serta sebagai salah satu delegasi Indonesia dalam New York Agreement tentang Irian Barat.
Atas jasa Silas Papare inilah Irian Barat pada 1 Mei 1963 akhirnya secara resmi menjadi bagian dari Republik Indonesia.
Usia bergabung dengan RI, Silas Papare sempat diangkat menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) sebagai perwakilan Irian Jaya (nama setelah Irian Barat).
Atas jerih payahnya jugalah dalam Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969 Irian Jaya mempertegas sebagai bagian dari Republik.
Setahun kemudian pada 1970 Silas Papare kembali ke tanah kelahirannya di Serui.
Pada usia 60 tahun, tepat tanggal 7 Maret 1978, Silas Papare meninggal dunia.
Baca Juga: 4 Fakta Gempa Banten, Terasa Sampai Mataram Hingga 121 Rumah Rusak
Atas jasa-jasanya tersebut, oleh Pemerintah Indonesia Silas Papare dianugerahi gelar pahlawan pada 14 September 1993 dengan Keppres No. 77/TK/1993.
Namanya juga dipakai sebagai salah satu korvet Angkatan Laut dengan nomor lambung 286, bukan hanya itu saja, namanya juga diabadikan sebagai nama perguruan tinggi yaitu Sekolah Tinggi Ilmu Politik (STISIPOL).
(*)