Sosok.id - Baru-baru ini ramai mengenai kisah 4 pengamen di Cipulir yang mengalami penekanan dari kepolisian dalam kasus maya di samping kali Cipulir.
Fikri Pribadi (23), salah satu dari empat pengamen yang salah tangkap oleh pihak kepolisian jakarta.
Sejak usia 17 tahun sudah menggantungkan nasibnya sebagai pengamen demi sesuap nasi ini, karena satu kejadian yang dialami pada suatu malam tahun 2013 lampau merubah jalan hidupnya.
Fikri Pribadi bersama tiga temannya yang juga pengamen, yakni Fatahillah, Ucok, Pau awalnya menemukan sesosok mayat di kolong jembatan.
Baca Juga: Jadi Korban Salah Tangkap dan Terlanjur Dipenjara, Empat Pengamen Cilik Minta Ganti Rugi Rp 746 Juta
"Kan kita lagi nongkrong, Kan gelap, kita lihat di pojok sana di kolong jembatan.
Saya pikir orang gila, ternyata ada orang sudah berlumuran darah," kata dia saat ditemui wartawan Kompas.com di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (17/7/2019).
Sontak dia dan teman-temannya langsung melapor pihak sekuriti setempat terkait temuan mayat tersebut.
Pihak sekuriti lantas melapor ke pihak polisi.
Baca Juga: Punya Rumah Satu Hektar di Jakarta, Inilah Deretan Acara Prank Uya Kuya yang Sukses Besar
Saat polisi datang ke lokasi, dia dan ketiga temannya sempat diminta menjadi saksi untuk proses penyidikan.
"Polisinya bilangnya 'tolong ya Abang jadi saksi ya'. 'iya nggak papa saya mau' saya jawab begitu.
Tahunya pas sudah di Polda malah kita yang diteken," kata dia kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Sampai di Polda Metro Jaya, dia bukannya diperiksa melainkan disiksa oleh para oknum polisi.
"Saya langsung dilakbanin, disiksa pokoknya di Polda. Disetrum, dilakbanin, dipukulin sampai disuruh mengaku," ucap Fikri.
Baca Juga: Istri yang Bacok Suami dengan Kapak Ternyata Alami Sindrom Baby Blues
Mereka berempat bergantian mendapat penyiksaan selama seminggu.
Tidak tahan dengan siksaan diterima, akhirnya mereka 'terpaksa' mengaku.
Singkatnya kasus ini berlanjut hingga ke pengadilan.
Di Tingkat Pengadilan mereka pun dinyatakan bersalah dan harus mendekam di penjara, karena perbuatan yang mereka rasa tidak pernah lakukan.
Mereka divonis hakim bersalah dan haru mendekam di penjara anak Tanggerang.
Belakangan, Fikri dan kawan-kawannya dinyatakan tidak bersalah dalam peristiwa pembunuhan tersebut.
Mereka dinyatakan tidak bersalah dalam putusan Mahkamah Agung melalui putusan Nomor 131 PK/Pid.Sus?2016.
Dalam proses hukumnya, mereka dibantu Lembaga Bantuan Hukum untuk menjalani setiap persidangan.
Mereka pun bebas pada tahun 2016.
Selang tiga tahun kemudian, LBH Jakarta kembali memperjuangkan hak ganti rugi atas penahanan mereka.
Baca Juga: Super Dingin! Suhu di Garut Sampai 1 Derajat Celcius, Pemkab Sampai Bagi-bagi Selimut ke Warga
Menurut LBH Jakarta yang memperjuangkan hak ganti rugi atas penahanan ini menuturkan kepada wartawan.
"Berhak ganti kerugian karena kan ditangkap, ditahan padahal mereka nggak bersalah. Selama ini harusnya bisa kerja, gara-gara dipidana nggak kerja kan. Hal hal seperti ini yang dituntut," Rabu (17/7/19)
Kerugian yang dituntut pihak mereka sebesar Rp 186.600.000 untuk per anak
Biaya itu meliputi total kehilangan penghasilan sampai biaya makan selama di penjara.
Dengan demikian, total untuk Fikri dan ketiga temannya sebesar Rp 746.400.000.
Namun sidang Praperadilan ini urung di jalankan karena pihak LBH lupa membawa berkas administrasi untuk kepentingan sidang.
(*)