Raja Namrud yang murka pun memerintahkan Ibrahim segera ditangkap.
“Mengapa tuan raja dan kalian semua menuduh saya yang melakukannya?” kilah Ibrahim saat ditangkap dan dibawa ke depan Raja Namrud.
“Jika bukan kamu, siapa lagi? Bukankah hanya kamu di kota ini yang tak suka dengan peribadatan berhala kami?” ujar Namrud.
Namun dengan cerdik Ibrahim menunjuk patung besar di kuil yang masih utuh bersama sebuah kapak.
“Coba lihatlah! Patung besar itu yang memegang kapak. Tanyakan saja kepadanya! Mungkin dia yang melakukan perusakan itu!” ujar Ibrahim.
“Jangan macam-macam, anak muda!” seru Namrud, mulai naik pitam. “Bagaimana mungkin sebuah patung bisa bergerak, hidup, dan melakukan perusakan?”
Jawaban Namrud inilah yang sebenarnya ditunggu-tunggu oleh Ibrahim.
Ia pun berkata, “Jika tuan raja sendiri tahu bahwa patung tak bisa melakukan apa pun, mengapa kalian menyembahnya dan menganggapnya sebagai dewa atau Tuhan?”
Semua yang hadir di sana saling pandang satu sama lain. Mereka membenarkan perkataan Ibrahim tersebut.
Amarah Raja Namrud semakin menjadi-jadi dan tetap memutuskan Ibrahim bersalah.
“Pemuda inilah yang merusak berhala di kuil ini! Kita harus membakarnya hidup-hidup! Itu hukuman yang setimpal untuk perusak dan penghina dewa-dewa kita!” seru Raja Namrud.
Orang-orang bersorak-sorai gembira ketika api mulai dinyalakan untuk membakar Ibrahim. Mereka merasa yakin bahwa kobaran api yang melahap Ibrahim itu akan mengakhiri hidupnya.