Padahal kemasannya sangat mirip dan bahannya juga sama-sama berkualitas tinggi.
Namun tas yang muncul di tahun 2011 itu adalah produk dari operasi pemalsuan canggih senilai saat itu USD 22 juta (Rp 3,7 T) yang dilakukan di Perancis tanpa diketahui oleh Hermes sendiri.
Padahal mereka sudah dengan jeli menjaga kualitas barang produk mereka dan juga menjaga agar tidak terjadi pemalsuan.
Rupanya, lebih dari puluhan orang bekerja dengan rajin membangun bisnis pemalsuan yang kecil tapi menghasilkan.
Bengkel-bengkel itu tidak jauh dari bengkel Hermes sendiri, menciptakan tas-tas mirip Hermes yang bahkan tampak sangat asli.
Tas-tas itu bukan tas palsu yang dibuat di China dan kemudian dijual murah di Amazon dan pasar loak kumuh, tapi malah dibuat di Perancis dan sebagian bahan yang digunakan malah berasal langsung dari bengkel Hermes.
Mengejutkannya, banyak pegawai Hermes yang malah terlibat dalam bisnis kriminal yang makin besar itu.
Mereka yang menyediakan bahan-bahan asli dan mengawasi pembuatan tas tangan agar hasilnya adalah tas palsu tapi kualitas menyerupai tas asli.
Tahun 2012, ada 80% benda atas nama Hermes dijual di internet adalah barang yang palsu, seperti dikatakan mantan CEO Hermes, Patrick Thomas.
Ternyata penjualan barang palsu ini juga merugikan Perancis, karena tahun yang sama ekonomi Perancis rugi sebesar USD 7,5 miliar dalam bentuk pendapatan yang hilang per tahun.