"Namun di belakang hari gara-gara bertempur sebagai sniper dan bergabung dengan Kopassandha saya dikira juga anggota Kopassus. Padahal satuan saya tetap di Pussenif," lanjutnya.
Tahun 1977, Tatang lantas mendapat penugasan cukup berat di Timtim.
Gerilyawan Fretilin yang merupakan lawan TNI ternyata jago berperang dan memiliki persenjataan lumayan baik.
Bahkan pada 15 Mei 1977 dalam pertempuran yang berlangsung di Lalua dan Lobugob, TNI kehilangan lebih dari 100 prajurit yang gugur di medan pertempuran.
"Pada saat pasukan ABRI mengalami kerugian besar karena yang gugur mencapai ratusan dalam satu hari, sebenarnya sudah ada sniper tapi peran mereka bertugas sebatas melindungi pasukan," kata Tatang.
"Padahal cara bertempur sniper yang pernah saya pelajari, ia harus masuk jauh ke wilayah musuh untuk menciptakan kekacauan dan sekaligus melemahkan semangat bertempur musuh," papar Tatang.
Pada akhir 1977, Tatang ditugaskan di kawasan Bobonaro, Becila, Aileu, Dili, Remexio dan lainnya.
Disemua daerah itu Tatang bertempur mati-matian melawan Fretilin.
Pernah dalam suatu misi Tatang ditemani oleh seorang prajurit muda lulusan Akmil bernama Ginting.
Ginting masih amat hijau di medan perang, ia bersenjatakan senapan M16, berseragam loreng lengkap layaknya tentara.
Sedangkan Tatang mengenakan gears sniper dengan ghillie suit sehingga akan nge-blend dengan vegetasi sekitar.