Sosok.ID - Di Indonesia dan berbagai belahan dunia lain, perang melawan narkoba seakan tak pernah usai.
Mengutip Washington Post, beberapa saat lalu ada pasukan AL Amerika menangkap kapal selam penyuplai narkoba dengan muatan barang haram tersebut senilai Rp 3 triliun!
Kejadian itu menunjukkan jika peredaran narkoba mulai menggunakan cara-cara yang 'canggih' demi bisa mengeruk keuntungan besar.
Namun beda dengan sekarang, dulu narkoba macam Heroin atau Sabu bisa dibeli oleh siapapun, bebas, bahkan anak kecil sekalipun.
Baca Juga: Viral Anggota TNI Menangis Karena Anaknya Meninggal : Anakku Maafin Ayah, Dedek Pergi Ayah Nggak ada
Melansir CBC News dan Drugs.com, Selasa (23/7/2019) kembali ke tahun 1898.
Di Jerman pada waktu itu seorang ahli kimia bernama Heinrich Dreser diserahi tugas proyek pembuatan aspirin oleh perusahaannya, Bayer AG.
Dreser lantas melakukan berbagai penelitian dan percobaan untuk menemukan formula yang tepat.
Terlebih perusahaan tempatnya bekerja ingin Dreser membuat obat batuk mujarab namun tak memiliki efek samping.
Baca Juga: Kisah Tim Pendawa I, Satuan Pemburu TNI yang Secara Senyap Kuntit Pentolan OPM Tanpa Disadari Musuh
Setelah berkali-kali melakukan uji coba dan penelitian, barulah Dreser memperkenalkan ramuannya yakni obat batuk sirup berbahan dasar Heroin/Sabu.
November 1898, Dreser lantas mempresentasikan obat temuannya pada Kongres Naturalis dan Dokter Jerman.
Ia mengklaim jika obat batuknya 10 kali lebih ampuh meredakan peradangan tenggorokan dan hanya sedikit mengandung toksik.
Bukan hanya sebagai obat batuk, Dreser juga mengklaim temuannya itu lebih baik dari Morfin sebagai penahan rasa sakit.
Puas atas hasil kerja Dreser, Bayer AG kemudian memproduksi dalam jumlah besar obat temuannya.
Baca Juga: Mengenal Koopssus, Satuan Super Elite yang Berisikan Pasukan Khusus TNI Berkemampuan Tiga Matra
Luar biasa, seiring berjalannya waktu obat batuk sirup Dreser laku keras di pasaran karena harganya murah dan manjur mengobati batuk.
Lagipula obat batuk ini mudah ditemukan di toko kelontong karena peredarannya mencapai semua lapisan masyarakat Jerman kala itu.
Namun lama kelamaan dokter dan apoteker di Jerman saat itu mulai curiga karena permintaan obat batuk berbahan heroin itu amat tinggi, sudah berada diatas batas wajar.
Padahal para pasien atau pembeli obat ini tidak sedang mengalami gangguan pernapasan.
Otoritas kesehatan Jerman lantas meneliti ulang temuan Dreser.
Baru mereka sadar jika obat batuk sirup Dreser dapat menimbulkan kecanduan 4 kali lipat lebih banyak dari Morfin.
Bayer AG selaku produsen lalu menghentikan produksi obat batuk itu dan menariknya dari pasaran secepat mungkin pada tahun 1913.
11 Tahun usai ditarik dari pasaran, baru otoritas berwenang Jerman melarang penggunaan heroin secara luas dan diikuti oleh negara-negara Eropa lainnya. (Seto Aji/Sosok.ID)