Sosok.ID -Publik Tanah Air dikejutkan dengan adanya ritual maut di Pantai Payangan, Jember, Jawa Timur.
Baru-baru ini ada sebuah kelompok bernama Tunggal Jati Nusantara yang menghebohkan publik.
Mereka diketahui melakukan ritual maut di pantai tersebut pada hari Minggu (13/2/2022).
Diketahui kelompok Tunggal Jati Nusantara memiliki seorang pemimpin yang juga ikut jadi sorotan.
Sosok pemimpin Tinggal Jati Nusantata itu bernama Hasan.
Dalam ritual maut tersebut diketahui Hasan selamat dalam insiden itu.
Lebih mengejutkan lagi ritual maut tersebut setidaknya menewaskan 11 orang anggotanya.
Melansir dari Grid.ID, kelompok Tunggal Jati Nusantara memusatkan kegiatannya di Desa Dukuh Mencek, Kecamatan Sukorambi, Jember, Jawa Timur.
Kepala Desa Mencek, Nanda Setiawan mengatakan dalam kesaksiannya, sosok Hasan bukan merupakan seorang ustaz maupun kiai.
Hasan yang disebut menjadi pendiri kelompok ini pernah merantau ke Malaysia.
Sejak merantau Hasan baru kembali lagi ke Indonesia pada 2014.
"Cukup lama dia di Malaysia, sekitar 2014 datang," ujar Nanda, dikutip dari Kompas.com, Senin (14/2/2022).
Lebih lanjut, Nanda mengatakan bahwa Hasan memiliki beberapa pekerjaan, di antaranya seperti menjadi MC acara dangdut, hingga berjualan online.
"Kerjanya kadang-kadang MC dangdut, sementara ini jual online kayak tisu," tutur Nanda.
Perkumpulan kelompok ini digelar di ruang tamu kediaman Hasan.
Di bagian depan rumah, tertulis kaligrafi berbunyi Tunggal Sejati Nusantara.
"Rumah yang dipakai ruang tamu biasa, tidak ada padepokan atau aulanya," tutur Nanda.
Namun demikian, pihak desa awalnya mengaku tak merasa curiga melihat kegiatan yang digelar di kediaman Hasan.
Hal itu tak lain karena kelompok itu sering lantunan ayat suci Alquran sampai terdengar warga.
Kegiatan tersebut juga dianggap tak mengganggu warga sekitar dan hanya digelar 2 kali sebulan.
“Awalnya seperti itu, tapi kok lama-lama ada seperti ini, itu saya kurang tahu,” tambah Nanda.
Berdasarkan pengamatannya, ritual yang digelar Hasan dan pengikutnya di pantai Payangan bukanlah ritual pertama.
Anggota kelompoknya pun tidak sebanyak sekarang, yang tak sedikit datang bergabung untuk berobat dan mengadu tentang permasalahan ekonomi dan keluarga.
"Namun orangnya (dulu) tidak sebanyak sekarang," katanya.
“Kayaknya orang yang datang ke sana itu yang susah, mungkin sakit atau kesulitan ekonomi dan masalah keluarga,” papar Nanda.
Anak sulung dari korban ritual maut Pantai Payangan, SAM (15) mengemukakan kesaksiannya soal kegiatan yang dilakukan kedua orang tuanya Syaiful Bahri (40) dan Sri Wahyuni (35) yang tewas terseret ombak.
Ia mengatakan bahwa sang ayah sudah mengikuti ritual di pantai Payangan sebanyak 3 kali, di mana yang kedua baru saja digelar beberapa hari sebelum ia tewas.
"Kalau ritual di Pantai Payangan, ayah sudah ikut tiga kali, yang kedua, sekitar 10 hari lalu," ujar SAM mengutip dari TribunJakarta.com.
Selain ke pantai, SAM mengatakan bahwa ritual yang dilakukan kedua orang tuanya juga kerap dilakukan di daerah pegunungan.
"Ritualnya ada ke Pantai Payangan, ada juga ke pegunungan," tambahnya.
Bahkan SAM mengaku pernah diajak oleh ayahnya untuk ikut bergabung, bersaksi jika para anggota kelompok akan mengenakan kaos berwarna hitam dengan logo Tunggal Jati Nusantara saat menjalani ritual.
"Semuanya berpakaian hitam," ucap SAM. (*)