Sosok.ID - Kecanggihan teknologi dan proliferasi amunisi jangka panjang tepat sasaran (PGMs) telah membuat Indonesia rentan diserang tanpa harus memasuki Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
Kedaulatan Indonesia sedang diancam saat ini dan infrastruktur penting negara bisa menjadi sasaran utama.
Ada yang beranggapan jika hal ini bukan berarti TNI terutama TNI AL, yang memiliki tanggung jawab utama memasang kekuatan di negara kepulauan seperti Indonesia harus mencari potensi musuh.
TNI bisa menembak jatuh PGM musuh tanpa harus memunculkan risiko beroperasi melebihi wilayah maritim Indonesia.
Namun, strategi "perang dari rumah" akan menyeret TNI ke dalam perang salvo yang lebih kompleks dan mahal bertujuan untuk melawan semua PGM musuh.
Alih-alih secara proaktif menemukan dan menghancurkan peluncurnya (kapal, pesawat, pangkalan udara), sensor dan sistem pengarahan senjata yang dipakai musuh.
Bahkan untuk negara yang memiliki sistem pertahanan misil sekuat Amerika Serikat (AS), pendekatan pasif ini tidak direkomendasikan, seperti bukti dari kinerja Washington mengembangkan strategi "Left of Launch" untuk menyerang rudal penghancur musuh sebelum diluncurkan.
Lagipula, memang jauh lebih efektif untuk membunuh pemanah musuh daripada panahnya.
Pandangan ini yang mengabaikan kebutuhan untuk mencapai militer modern untuk beroperasi di luar teritori nasional dalam aktivitas konflik dengan intensitas tinggi, juga menekankan doktrin pertahanan nasional Indonesia secara keseluruhan.
Dalam berbagai dokumen strategi terbaru yang dirilis oleh Kementerian Pertahanan, jelas-jelas jika Indonesia meluncurkan sistem pertahanan berlapis-lapis yang disebut sebagai "mandala pertahanan luar" atau "teater pertahanan eksternal" di luar ZEE Indonesia, melansir The Diplomat.
Lebih spesifik lagi, doktrin gabungan TNI, Tri Dharma Eka Karma (Tridek) menjadi lambang jika pasukan bersenjata bisa menghancurkan musuh di pangkalannya, rutenya, atau ketika memasuki wilayah Indonesia.
Strategi Pertahanan Laut dan Kepulauan Angkatan Laut menggaris bawahi pentingnya memiliki pendekatan strategis dan operasional untuk melaksanakan operasi di wilayah melebih batas nasional Indonesia dengan peringatan minim, atau tanpa peringatan sama sekali.
Intinya, Jakarta seharusnya secara ideal mengembangkan militer yang bisa beroperasi jauh melampaui teritori perairannya untuk melawan musuh, atau setidaknya mendeteksi aktivitas musuh.
Konsekuensinya, postur angkatan laut yang bisa mendukung seperti rudal jarak jauh, atau yang disebut-sebut angkatan laut dengan kemampuan substansi "air biru" diperlukan dengan platform untuk beroperasi di lautan sebagai salah satu kunci pentingnya.
Sayangnya, karena kurangnya anggaran Indonesia, pemerintah tidak punya kemewahan membeli semua senjata angkatan laut untuk memenuhi tujuan ini.
Itulah sebabnya pemerintah harus memprioritaskan.
Peneliti analisis di Semar Sentine Pte Ltd, Muhammad Fauzan Malufti, serta direktur Semar Sentinel Pte Ltd, Alban Sciascia, mengatakan investasi bagi angkatan laut Indonesia adalah kapal selam.
Pertama, kemampuan siluman kapal selam menjadi keunggulannya.
Aset angkatan laut kebanyakan bisa dideteksi, tapi kapal selam bisa bersembunyi terutama di teritori sengketa.
Itulah sebabnya kapal selam sesuai dengan tuntutan operasional TNI terkait operasi intelijen, pengawasan dan pengintaian jarak jauh.
Lebih penting lagi dalam konteks keamanan saat ini, kemampuan menyerang kapal selam sesuai dengan keinginan TNI.
Agar bisa mendapat keuntungan lebih optimal, Indonesia seharusnya mencoba menempatkan diri agar mendapatkan kapal selam lebih besar dan lebih canggih yang menawarkan waktu lebih lama di stasiun dan kemampuan menggebrak lebih besar dari yang ada di armada saat ini.
Kapal selam harusnya bisa berlayar setidaknya 60 hari untuk menyelesaikan misi mereka.
Tipe kapal selam ini juga harus memiliki teknologi-teknologi kunci yang masih bisa dicapai secara politik dan finansial.
Contohnya dengan baterai lithium-ion, sistem komunikasi Frekuensi Sangat Rendah (VLF) atau peluncur rudal anti-kapal.
Mendapatkan kapal selam tipe ini bisa mendorong ketahanan, kekuatan dan keganasan armada kapal selam Indonesia.
Kedua, TNI AL memiliki kebanggaan menjadi salah satu operator kapal selam paling tua dan paling berpengalaman di wilayah Pasifik, dengan mengoperasikan kapal selam sejak 1959.
Ketiga, pembelian kapal selam penting untuk mempertahankan momentum perkembangan pembangunan kapal dalam negeri Indonesia.
Bertahun-tahun lamanya, produksi kapal selam dalam negeri dan pemeliharaan, perbaikan serta kemampuan bongkar pasangnya (MRO) telah termasuk sebagai program prioritas tujuh industri pertahanan Indonesia.
Kemajuannya telah didemonstrasikan oleh kemampuan perusahaan pembangunan kapal Indonesia, PT PAL yang baru saja membangun KRI Aluguro, kapal selam kelas Chang Bogo yang telah ditingkatkan kemampuannya.
PT PAL juga berhasil bongkar pasang kapal selam buatan Jerman Type-209, KRI Cakra.
Tambahan lagi, pemerintah telah mengalokasikan USD 194,7 juta kepada PT PAL untuk memperluas kemampuan produksi kapal selam. (*)