Kapok! AS dan UE Kongkalikong Ingin 'Pecundangi' China atas Klaim di Laut China Selatan, Laut China Timur, dan Selat Taiwan

Sabtu, 04 Desember 2021 | 16:20
China Military

(Ilustrasi) Kapal China di Laut China Selatan.

Sosok.ID - Militer China, menjadi sorotan dunia karena aktivitasnya di berbagai wilayah yang dinilai dapat memicu pertumpahan darah.

Sekutu mengatakan, tindakan China di Laut China Selatan, Laut China Timur dan Selat Taiwan, 'merusak' perdamaian dan keamanan.

Dikutip dari Al Jazeera, Amerika Serikat dan Uni Eropa telah menyatakan “keprihatinan yang kuat” atas apa yang mereka sebut sebagai “tindakan bermasalah dan sepihak” China di laut yang disengketakan di Asia Pasifik.

AS dan UE menyatakan akan bekerja sama untuk mengelola persaingan mereka dengan Beijing.

Baca Juga: Laut China Selatan 'Goncang', Filipina Paksa Mundur Militer China

Pernyataan bersama ini disampaikan dalam pertemuan tingkat tinggi antara diplomat tinggi AS Wendy Sherman, wakil menteri luar negeri, dan Stefano Sannino, sekretaris jenderal Layanan Tindakan Eksternal Eropa.

Keduanya mengatakan bahwa tindakan China di Laut China Selatan, Laut China Timur, dan Selat Taiwan telah merusak perdamaian dan keamanan di kawasan.

Aktivitas itu, menurut mereka, juga berdampak langsung pada keamanan dan kemakmuran Amerika Serikat dan Uni Eropa.

Diketahui, China mengklaim Laut China Selatan hampir secara keseluruhan meskipun ada putusan pengadilan internasional yang menolak klaim historisnya.

Baca Juga: Pembual? Obok-obok Laut China Selatan hingga Indonesia Kebakaran Jenggot, Beijing Klaim Ogah Dominasi Asia Tenggara

Negara itu telah mengembangkan pulau-pulau buatan dan pos-pos militer di perairan yang didukung oleh Penjaga Pantai dan milisi maritimnya.

Posturnya yang tegas telah menyebabkan konfrontasi dengan negara-negara lain yang mengklaim laut, yang terbaru di zona ekonomi eksklusif Filipina di Second Thomas Shoal.

Vietnam, Malaysia dan Brunei juga mengklaim memiliki bagian dari laut yang diakui China.

Sementara kapal-kapal AS telah melakukan apa yang disebut transit "kebebasan navigasi" di daerah yang disengketakan di Laut China Selatan, yang merupakan salah satu rute perdagangan terpenting di dunia.

Baca Juga: Bak Jilat Ludah Sendiri, Muak dengan China, Australia Sembur Api

Pernyataan itu mencatat perlunya AS dan UE untuk mempertahankan “kontak berkelanjutan dan dekat pada pendekatan kami masing-masing saat kami berinvestasi dan menumbuhkan ekonomi kami, bekerja sama dengan China jika memungkinkan, dan mengelola persaingan dan persaingan sistemik kami dengan China secara bertanggung jawab.”

Dialog AS-UE tentang China didirikan awal tahun 2021 ini, dan pernyataan itu datang menyusul pertemuan tingkat tinggi kedua.

Sherman dan Sannino membahas “daftar tindakan China yang menjadi perhatian, termasuk yang melanggar hukum internasional dan bertentangan dengan nilai dan kepentingan bersama Amerika Serikat dan Uni Eropa”.

Baca Juga: Sejauh Ini Cuma Militer China! AS Bingung, Beijing Kuasai Teknologi yang Menguji Batasan Fisika, Kemampuan yang Tak Pernah Terjadi Sebelumnya

Mereka juga menyoroti pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang, di mana sekitar satu juta Muslim Uighur dilaporkan telah dikirim ke kamp-kamp pendidikan ulang; tindakan keras di Hong Kong; situasi di Tibet; dan penyebaran disinformasi yang “disponsori atau didukung” oleh China juga dibahas.

Pertemuan itu juga mencatat pentingnya diplomasi dengan China, terutama di mana kepentingan bersinggungan dan di mana kerjasama yang konstruktif dimungkinkan, seperti iklim, Iran dan semenanjung Korea.

Adapun pertemuan tingkat tinggi berikutnya diperkirakan akan berlangsung pada pertengahan 2022.

Baca Juga: Tiongkok Senggol Indonesia Lagi, Xi Jinping Kirim Surat Ancam RI Gegara Ganti Nama Laut China Selatan Dengan Laut Natuna, Ancaman Perang?

(*)

Editor : Rifka Amalia

Sumber : Al Jazeera

Baca Lainnya