Sosok.ID - Sudah menjadi rahasia umum bila masyarakat Korea Utara hidup dalam penderitaan di negara yang dipimpin oleh Kim Jong Un itu.
Tak jarang, banyak yang menjadi pembelot dan memilih kabur dari Korea Utara.
Namun, kabur dari Korea Utara tak selamanya adalah pilihan yang bagus.
Seperti yang dialami oleh pembelot Korea Utara yang satu ini.
Hidup wanita cantik bernama Yeonmi Park itu justru semakin menderita usai berhasil lolos dari Korea Utara.
Bagaimana tidak? Wanita 27 tahun itu justru jadi korban perdagangan manusia setelah berhasil masuk ke wiliayah perbatasan Korea Utara dan China.
Melansir dari Daily Mail, Yeonmi Park mengungkapkan pengalaman pahitnya itu pada September 2020 lalu.
Yeonmi bercerita, saat berusia 13 tahun, ia dan sang ibu kabur dari Korea Utara karena tak sanggup menahan derita kelaparan dan kemiskinan.
Ia kabur melewati Sungai Yalu yang merupakan pembatas antara China dan Korea Utara.
Ia kabur di musim dingin saat sungai tersebut membeku sehingga bisa dilewati dengan berjalan kaki.
Yeonmi menjelaskan, kebanyakan pembelot kabur dari Korea Utara lewat China.
Hanya sedikit yang melewati perbatasan Korea Utara dan Korea Selatan yakni Zona Demilitarisasi (DMZ).
Namun, kenyataan pahit justru menanti Yeonmi dan sang ibu begitu sampai di pinggiran China.
Seseorang yang diyakini sebagai penculik membawa Yeonmi dan sang ibu ke seorang pedagang manusia.
Yeonmi dan ibunya kemudian dijual seharga 260 dolar (sekitar Rp 3,8 juta).
Bahkan menurut Yeonmi, sang ibu juga diperkosa oleh si penculik.
Yeonmi mengungkapkan bahwa di China ada sebuah geng yang biasa menjual para pembelot Korut yang kabur ke Tiongkok.
Menurut Yeonmi, hal itu berhubungan dengan kebijakan pemerintah China yang mengatur warganya untuk memiliki satu anak.
Sehingga, menurutnya, jumlah wanita di negara tersebut lebih sedikit daripada penduduk prianya.
Ia mengatakan, beberapa wanita berakhir menjadi pelacur dan mengirimkan uangnya ke kampung halaman.
Sementara rumah pelacuran di Shanghai dan Beijing diduga sengaja menahan para pekerjanya.
Pembelot Korea Utara yang ceritakan ngerinya kelaparan di negeri Kim Jong Un.
Setelah dua tahun terkurung di tempat tersebut, Yeonmi dan ibunya akhirnya bisa melarikan diri ke Mongolia.
Keduanya kabur dengan mempertaruhkan nyawa menyeberangi Gurun Gobi yang membeku.
Yeonmi dan ibunya kemudian pindah ke Seoul, Korea Selatan sebelum akhirnya pindah lagi ke New York dan Chicago, Amerika Serikat.
Namun, hidupnya tetap tak tenang karena ia mendengar kabar bahwa kerabatnya yang berada di Korea Utara telah menghilang.
Dia khawatir mereka akan dieksekusi atau dikirim ke kamp penjara di Korea Utara.
Sebab, menurut Human Rights Watch, para tahanan politik di tempat itu harus menghadapi 'penyiksaan, kekerasan seksual, kerja paksa, dan perlakuan tidak manusiawi lainnya'.
Mereka juga menjadi sasaran 'kerja paksa yang membahayakan nyawa karena dihadapkan dalam kondisi yang berbahaya'.
"Terkadang mereka dipaksa bekerja saat musim dingin tanpa diberi pakaian yang layak," kata kelompok tersebut.
Warga Korea Utara dapat dikirim ke kamp penjara bila ketahuan berusaha membelot ke Korea Selatan atau pergi ke China untuk tinggal dan bekerja.
Para pembelot adalah sumber ketegangan antara dua negara Korea dan dianggap sebagai 'sampah masyarakat' oleh media resmi Korea Utara.
Beberapa pembelot diketahui mengirim selebaran propaganda ke seluruh DMZ, membuat marah Korea Utara yang kemudian mengancam akan membalas dengan tindakan militer.
Pada bulan Juni 2020 lalu,Korea Utarameledakkan kantor penghubung dua negara Korea.
Hal itu dimaksudkan untuk membina hubungan yang lebih baik antara kedua negara setelah menyuarakan kemarahan tentang aktivitas para pembelot.
(*)