Sosok.ID - Sebuah pernyataan mengejutkan diungkapkan oleh salah satu pejabat tinggi Rusia belum lama ini.
Sergey Shoigu, Menteri Pertahanan Rusia pada hari Rabu (28/7/2021) mengungkapkan bahwa ada niat buruk yang tengah dilakukan Amerika Serikat (AS).
Lebih mengejutkan, niat buruk itu dilakukan di kawasan dimana Indonesia saat ini berada, yakni Asia Tenggara.
Salah satu tangan kanan Vladimir Putin mengungkapkan bahwa AS kini memaksa sturktur-struktur mirip NATO.
Pemaksaan tersebut diakui oleh Sergey bisa menjadi pemicu konflik dan ketegangan jangka panjang.
Ungkapan Sergey Shoigu ini bertepatan dengan kunjungan Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin ke sejumlah negara-negara di ASEAN.
Melansir dari Kontan.co.id, mulai hari Rabu Lloyd Austin berkunjung ke Singapura dan beberapa negara lain di kawasan tersebut untuk mencari dukungan.
Bukan tanpa alasan, pencarian dukungan tersebut dipakai untuk melawan China yang kini semakin kuat.
"Sarang ketegangan jangka panjang dengan skenario yang sulit diprediksi sedang dibuat di sekitar negara-negara anggota SCO (Organisasi Kerjasama Shanghai)," kata Shoigu dalam pertemuan menteri pertahanan SCO, seperti dikutip TASS.
"Metode khas untuk mencapai tujuan tersebut adalah melalui tekanan ekonomi yang agresif, segala macam sanksi yang mungkin, menghasut konflik, dan melakukan kampanye untuk memberi informasi yang salah kepada publik," ujarnya.
"Ketidakstabilan memanifestasikan dirinya paling akut di Asia Tenggara," ungkap dia. "Washington memaksa negara-negara di kawasan itu untuk membuat struktur yang mirip dengan NATO".
Diketahui negara-negara yang bergabung di SCO antara lain adalah China, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Rusia, Tajikistan, Uzbekistan, India dan Pakistan.
“Kelompok-kelompok siaga tinggi sedang dibuat, sementara kekuatan dan kemampuan negara-negara non-regional bergabung dalam latihan lebih sering, yang meningkatkan risiko insiden selama kegiatan militer," kata Shoigu.
Sergey menambahkan bahwa kini AS tengah berusaha menempatkan sejumlah rudal balistik di beberapa wilayah yang menurut mereka strategis bila pecah perang lawan China dan Rusia.
“Situasi ini semakin diperburuk oleh fakta bahwa kelas persenjataan ini juga dapat dikerahkan di Asia setelah Perjanjian Kekuatan Nuklir Jarak Menengah yang dipreteli,” ujar Shoigu.
(*)