Berbatasan Langsung dengan Kepulauan Batam, China Disebut-sebut Sudah Kirimkan Mata-matanya di Negara Tetangga, Bagaimana Dengan Indonesia? Ini Sosoknya!

Rabu, 16 Juni 2021 | 12:51
Facebook via Asia Times

Berbatasan Langsung dengan Kepulauan Batam, China Disebut-sebut Sudah Kirimkan Mata-matanya di Negara Tetangga, Bagaimana Dengan Indonesia? Ini Sosoknya!

Sosok.ID - Sebuah kabar mengejutkan datang dari negara yang cukup dekat dengan Indonesia, bahkan hanya berbatas selat kecil dengan salah satu wilayah di Indonesia.

Negara tersebut tak lain adalah Singapura, yang berbatasan dengan Kepulauan Batam.

Meski memiliki wilayah yang tak begitu besar, Singapura memang dikenal sebagai salah satu negara maju saat ini.

Namun ternyata hal itu tak membuat Singapura terbebas dari gangguan luar negeri.

Baca Juga: Namanya Bisa Buat Musuh Kocar-Kacir, TNI Kirim Pasukan Setan Untuk Buru KKB di Papua Setelah Ada Kepala Intelijen Terbunuh

Terbukti Kementerian Keamanan Dalam Negeri (ISD) Singapura baru-baru ini mengungkapkan ada seorang warga yang ditahan.

Bahkan sosok tersebut diketahui bukan sosok sembarangan.

Ia ternyata adalah seorang mata-mata yang diduga merupakan anggota intelijen China yang ditugaskan di Singapura.

Namanya tak lain adalah Dickson Yeo.

Baca Juga: Bukan Sosok Sembarangan, Indro Warkop Ternyata Anak Dari Salah Satu Pendiri Badan Intelijen Indonesia, Nama Ayahnya Tercatat di Banyak Buku Sejarah!

Yeo diketahui sudah menjadi bagian dari mata-mata China sejak tahun 2015 silam.

Namun baru pada tanggal 30 Desember 2020 lalu, Yeo akhirnya diamankan oleh pihak berwajib di SIngapura.

Diketahui ternyata Yeo pernah dideportasi dari Amerika Serikat (AS) bahkan ia sempat dipenjara selama 14 bulan di sana.

Kasusnya pun tak jauh beda, Yeo diduga menjadi mata-mata bayaran oleh suatu negara asing.

Baca Juga: Diskakmat Anak Mantan Petinggi Intelijen, Raffi Ahmad Tak Berkutik Saat Harta Kekayaannya Dibeberkan, Diaz: Ini Tarif Endorse Raffi!

"Hasil investigasi ISD menemukan bahwa Yeo bekerja untuk inteiljen sebuah negara asing, menjalankan berbagai tugas yang diserahkan padanya lewat supervisor asingnya dengan imbalan keuntungan moneter," ujar ISD, dilansir Strait Times.

ISD juga menyatakan bahwa Yeo sepenuhnya sadar bahwa orang asing yang memberinya tugas, bekerja untuk intelijen negara asing.

Dia juga disebut sempat membuat sebuah perusahaan di Singapura untuk jadi kamuflase dari kegiatan intelijennya, disamping pernah mencoba merekrut orang seperti yang dilakukan supervisornya.

Investigasi terhadap Yeo tetap berlangsung sejauh ini. Penahanan pun masih dilakukan untuk keperluan penyelidikan.

Awalnya, Yeo direkrut agen intelijen China saat melakukan perjalanan ke Beijing pada 2015 silam.

Baca Juga: Dikenal Tak Banyak Bicara, Sosok Ini Ternyata Dijuluki Raja Intelijen Indonesia, Pernah Selundupkan 2.000 Senjata ke Afganistan Sampai Bawa Pulang Jet Tempur dari Israel Tanpa Ketahuan!

Perekrut Yeo mengklaim dirinya bekerja untuk organisasi peneliti atau think tank.

Saat itu, Yeo adalah mahasiswa program doktor di Lee Kuan Yew School of Public Policy Universitas Nasional Singapura.

Dalam dokumen saat ditangkap otoritas AS, Yeo ditawari uang untuk analisis dan informasi di wilayah Asia Tenggara, sebelum diminta melakukan hal yang sama pada AS.

Diketahui bahwa Yeo sampai berusaha untuk menjadi salah satu mahasiswa di Universitas George Washington agar penyamarannya sempurna.

Yeo pun akhirnya berhasil dan mampu tinggal di Washington selama Januari sampai Juli 2019.

Baca Juga: Tingkatkan Daya Endus, Amerika Kirim Pesawat Mata-mata U-2 Dragon Lady ke Korea Utara

Sepak terjang Yeo berakhir saat jejak petualangannya di AS berakhir dan dirinya mencoba untuk kabur dari Negeri Paman Sam.

Namun ia ketahuan oleh FBI saat mencoba kembali ke negaranya lewat New York 2019 silam.

Tanggapi hal ini, Pemerintah China membantah pernah merekrut Yeo untuk menjadi mata-mata mereka.

China justru menuduh bahwa itu adalah upaya AS untuk menekan dan memojokkan Negeri Tirai Bambu.

"Saya tidak mengetahui persis kejadian sebenarnya. Tapi yang ingin saya katakan adalah lembaga penegak hukum Amerika Serikat baru-baru ini terus menuduh China melakukan penyusupan dan memata-matai, dengan tujuan untuk menekan dan memojokkan China," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin, Juli 2020 lalu. Baca berikutnya. (*)

Editor : Andreas Chris Febrianto Nugroho

Sumber : Kompas.com, Strait Times

Baca Lainnya