Laut China Selatan Memanas Lagi, Filipina Ajukan Protes Diplomatik Atas Aktivitas Ilegal China

Sabtu, 29 Mei 2021 | 20:21
Global Times

Kelompok tugas kapal induk Shandong China memulai latihan rutin di Laut China Selatan, Minggu (2/5/2021).

Sosok.ID -Aktivitas ilegal China masih terus berlanjut di dekat sebuah pulau di Laut China Selatan yang dikuasai Filipina.

Filipina pun memprotes Filipina memprotes "kehadiran dan aktivitas ilegal" China tersebut.

Filipina mengajukan protes diplomatik pada Jumat (28/5) atas "penyebaran yang tak henti-hentinya, kehadiran yang berkepanjangan, dan aktivitas ilegal aset maritim China dan kapal penangkap ikan" di sekitar Pulau Thitu.

Manila menuntut Beijing menarik kapal-kapal tersebut.

Sementara, kedutaan Besar China untuk Filipina tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Reuters.

Baca Juga: Militer AS Pusing Tujuh Keliling Panggilannya Terus-menerus Ditolak China, Pentagon Pontang-panting Cari Cara

Diketahui etegangan antara Manila dan Beijing telah meningkat selama berbulan-bulan kehadiran ratusan kapal China di zona ekonomi eksklusif Filipina.

Filipina mengatakan, mereka yakin kapal-kapal itu diawaki oleh milisi.

SementaraChina bilang, itu adalah kapal penangkap ikan yang berlindung dari cuaca buruk.

"Kepulauan Pag-asa adalah bagian integral dari Filipina yang memiliki kedaulatan dan yurisdiksi," kata Kementerian Luar Negeri Filipina dalam sebuah pernyataan Sabtu (29/5), seperti dikutip Reuters.

China bangun kota mini

Thitu, yang dikenal sebagai Pag-asa di Filipina, berjarak 280 mil laut dari daratan dan merupakan yang terbesar dari delapan terumbu karang, beting, dan pulau yang mereka duduki di Kepulauan Spratly.

Baca Juga: Jamaah Kapal Filipina Dramatis Tingkatkan Pergerakan ke Laut China Selatan: Ukurannya Jadi Lebih Besar, Tapi Persenjataan Kalah Telak dari China

China telah membangun kota mini dengan landasan pacu, hanggar, dan rudal permukaan-ke-udara di Subi Reef, sekitar 15 mil laut dari Thitu.

Ini setidaknya merupakan protes diplomatik ke-84 yang Filipina ajukan terhadap China sejak Presiden Rodrigo Duterte menjabat pada 2016.

Pengadilan internasional tahun itu membatalkan klaim ekspansif China di Laut China Selatan, jalur perdagangan dengan kapal-kapal pembawa barang senilai total US$ 3 triliun lewat setiap tahun.

Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam juga bersaing mengklaim berbagai pulau dan fitur di wilayah tersebut.

Duterte mengesampingkan keputusan yang menguntungkan itu dan mengejar pemulihan hubungan dengan Beijing sebagai imbalan atas jaminan pinjaman, bantuan, dan investasi miliaran dollar, yang sebagian besar tertunda.

(*)

Editor : Rina Wahyuhidayati

Sumber : Reuters, Kontan.co.id

Baca Lainnya