Jangan Sampai Terkecoh dengan Tampilan Luarnya, Kapal Penangkap Ikan China Bisa Jadi adalah Angkatan Laut Rahasia Beijing yang Sedang Menyamar, Terbongkar Ciri-cirinya

Rabu, 28 April 2021 | 19:43
Tasnim News Agency

Kapal penangkap ikan China

Sosok.ID - Dari luar memang terlihat seperti kapal penangkap ikan China biasa.

Namun, siapa sangka di dalamnya sudah dirancang sedemikian rupa dan dilengkapi senjata untuk keperluan militer.

Ya, itu lah senjata rahasia yang kabarnya dimiliki oleh angkatan laut China yang beredar di kawasan Laut China Selatan.

Bukannya tanpa sebab, kapal yang menyamarkan angkatan laut rahasia itu dibuat China untuk menegaskan dominasinya di kawasan Laut China Selatan.

Baca Juga: Tenang Sebelum Badai, AS Disebut Bak Salah Pilih Lawan, Bagaimana pun Bakal Tetap Kalah dari China Rebutkan Taiwan: Tak Ada Kompromi!

Melansir Express.co.uk, para ahli sebelumnya telah memperingatkan mengenai keberadaan kapal penangkap ikan bercat biru dari China.

Analis di Institut Internasional untuk Kajian Strategis (IISS) di Singapura mengatakan, armada tersebut adalah jumlah kapal terbesar yang dikumpulkan kapan saja di satu terumbu karang Spratly.

Kapal-kapal tersebut dilaporkan sudah dilengkapi dengan senjata otomatis dan memiliki kecepatan tertinggi yang lebih cepat dari 90% kapal penangkap ikan dunia.

Sebelumnya, Juru bicara Kementerian Luar Negeri Hua Chunying mengatakan, karena situasi maritim, beberapa kapal penangkap ikan berlindung dari angin dekat Niu'e Jiao.

Baca Juga: Tak Ikut Misi Penyelamatan KRI Nanggala-402, Tiongkok Disebut Persiapkan Kapal Perang Baru Demi Kuasai Laut China Selatan, Uni Eropa Sampai Turun Tangan: Membahayakan Perdamaian

"Ini cukup normal. Kami berharap pihak terkait dapat melihat ini secara rasional," jelasnya seperti yang dilansir Express.co.uk.

Sementara Kedutaan Besar China menegaskan tidak ada Milisi Maritim China seperti yang dituduhkan.

Uni Eropa sudah memanggil misi China pada hari Sabtu karena membahayakan perdamaian di Laut China Selatan.

Pihaknya juga mendesak semua pihak untuk mematuhi keputusan pengadilan tahun 2016 yang menolak sebagian besar klaim China atas kedaulatan di laut.

Baca Juga: Prancis 'Gerilya' Obok-obok Laut China Selatan, Kapal Selam Nuklir Lewat Selat Sunda antara Jawa dan Sumatera

Akan tetapi, hal itu telah ditolak oleh Beijing.

Uni Eropa pada minggu lalu telah merilis kebijakan baru yang bertujuan untuk meningkatkan pengaruhnya di kawasan Indo-Pasifik untuk melawan kekuatan China yang meningkat.

Filipina pada hari Jumat memprotes China atas keengganannya untuk menarik kapal-kapal yang "mengancam" yang diyakini diawaki oleh milisi maritim di sekitar Whitsun Reef yang disengketakan.

Filipina menyebut wilayah tersebut sebagai Karang Julian Felipe.

Baca Juga: Dipandang Sebelah Mata oleh China, Taiwan Sangar Persiapkan Serangan Balik di Medan Perang, Lancar Berkat Uluran Tangan AS

"Ketegangan di Laut China Selatan, termasuk kehadiran kapal-kapal besar China baru-baru ini di Whitsun Reef, membahayakan perdamaian dan stabilitas di kawasan itu," kata seorang juru bicara Uni Eropa dalam sebuah pernyataan, Sabtu.

Uni Eropa menegaskan kembali penentangannya yang kuat terhadap tindakan sepihak yang dapat merusak stabilitas regional dan ketertiban berbasis aturan internasional.

Uni Eropa juga mendesak semua pihak untuk menyelesaikan sengketa secara damai sesuai dengan hukum internasional, dan menyoroti arbitrase internasional tahun 2016 yang telah memutuskan mendukung Filipina sambil membatalkan sebagian besar klaim China di Laut China Selatan.

China menolak tuduhan Uni Eropa bahwa kapal-kapalnya di Whitsun Reef, yang oleh China disebut Niu'E Jiao, telah membahayakan perdamaian dan keamanan.

Baca Juga: Gunakan Taktik Licik, Tiongkok Bentuk Ribuan Pasukan Rahasia Demi Rebut Laut China Selatan, Vietnam dan Filipina Kena Imbas, Indonesia Bagaimana?

Misi China untuk Uni Eropa dalam sebuah pernyataan pada hari Sabtu menegaskan kembali bahwa terumbu karang adalah bagian dari Kepulauan Nansha China, atau Kepulauan Spratly, dan bahwa itu "masuk akal dan sah" bagi kapal penangkap ikan China untuk beroperasi di sana dan berlindung dari angin.

Pernyataan China tersebut juga menegaskan bahwa kedaulatan, hak, dan kepentingan China di Laut China Selatan dibentuk dalam "perjalanan sejarah yang panjang dan konsisten dengan hukum internasional" dan menolak keputusan pengadilan tahun 2016 sebagai hal yang "batal demi hukum".

"Laut China Selatan seharusnya tidak menjadi alat bagi negara-negara tertentu untuk menahan dan menekan China, apalagi menjadi ajang pergulatan untuk persaingan kekuatan besar," kata pernyataan China itu.

China semakin khawatir bahwa Eropa dan negara-negara lain mengindahkan seruan Presiden AS Joe Biden untuk "pendekatan terkoordinasi" terhadap China, yang sejauh ini terwujud dalam bentuk sanksi atas tindakan keras keamanannya di Hong Kong dan perlakuan terhadap Muslim Uyghur.

Baca Juga: Sebut Limbah Nuklir Buangan Aman Diminum, Menkeu Jepang Ditantang Minum Air Limbah PLTN Fukushima: Jepang Tak Boleh Melupakan Tragedi Sejarah!

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken bulan lalu mengatakan Washington "berdiri di samping sekutunya, Filipina," dalam menghadapi gerombolan milisi maritim China di Whitsun Reef.

(*)

Editor : Dwi Nur Mashitoh

Sumber : Kontan.co.id

Baca Lainnya