Sosok.ID - Pencarian KRI Nanggala 402 selama lebih dari 72 jam, masih belum membuahkan hasil.
Kapal selam buatan Jerman tersebut dinyatakan hilang kontak sejak Rabu (21/4/2021) di utara Bali.
Melansir Kompas.com, Kapuspen TNI Mayjen Achmad Riad mengatakan, KRI Nanggala-402 tak lagi menunjukkan pergerakan.
Kapal tersebut sudah tak bersuara, berada di posisi diam.
"Kapal selam sudah diam, tak ada suara sehingga hanya sonar yang bisa menangkap," ujar Riad saat konferensi pers, dikutipJumat (23/4/2021).
Posisi diam tersebut menambah kesulitan TNI dalam upaya pencarian.
Sementara itu, Disadur Sosok.ID dari Business Insider, Sabtu (24/4/2021), mantan perwira kapal selam Angkatan Laut AS, Bryan Clark mengatakan bahwa besar kemungkinan KRI Nanggala-402 tidak bertahan.
Terlebih jika kapal tersebut jatuh di kedalaman 2.000 kaki.
Bryan Clark menyebut, kapal selam pada dasarnya dirancang agar sulit ditemukan.
Sehingga saat kapal selam dinyatakan jatuh, maka akan lebih sulit lagi untuk ditemukan.
"Kapal selam dirancang agar sulit ditemukan, yang bermasalah ketika salah satu tenggelam atau jatuh," kata Bryan Clark.
Kapal selam diketahui dibangun untuk secara diam-diam menyusup ke perairan musuh, dekat dan melibatkan aset angkatan laut musuh, menembaki target darat dengan rudal jelajah dan balistik, dan bahkan memasukkan pasukan rahasia ke dalam wilayah musuh dari posisi terendam yang dilindungi.
Tidak setiap kapal selam dapat melakukan misi, tetapi terlepas dari misi dan kemampuan kapal, kemampuan siluman umumnya dianggap penting.
Kapal selam angkatan laut Indonesia yang hilang, KRI Nanggala-402, merupakan kapal selam serang diesel-listrik buatan Jerman yang berusia lebih dari 40 tahun.
Business Insider melaporkan, karena usia kapal selam, kapal ini mungkin tidak memiliki lapisan dan fitur siluman seperti kapal baru.
Dalam keadaan darurat, kapal selam dapat mengaktifkan perangkat ping onboard atau mengirim pelampung yang memancarkan sinyal yang dapat dilacak, dengan asumsi kapal selam memiliki sistem ini, sistemnya berfungsi, dan kru kapal selam tahu cara menggunakannya.
Pinger, meskipun tidak selalu menjamin pemulihan, sangat berharga karena memungkinkan tim pencari dan penyelamat menggunakan sonar pasif untuk memindai petak samudera yang lebih luas dilengkapi dengan alat lainnya.
Tetapi sayangnya KRI Nanggala-402 kini sudah dalam posisi diam.
Tidak ada indikasi bahwa KRI Nanggala-402 mengeluarkan suara yang dapat membantu pencarian.
Clark, seorang ahli pertahanan di Institut Hudson, berspekulasi bahwa jika seandainya KRI Nanggala-402 mengeluarkan suara, kapal itu mungkin sudah ditemukan.
“Kalau bikin ribut, pasti jauh lebih mudah ditemukan,” ujar Clark.
Tanpa ping yang mengganggu atau suara bising lainnya, tim pencarian dan penyelamatan dibatasi untuk menggunakan sonar aktif, mempersempit pemindaian dan memperpanjang waktu yang diperlukan untuk memetak suatu area.
Sementara sonar pasif melibatkan mendengarkan suara yang datang dari objek di laut, sonar aktif mengacu pada suara ping dari objek di laut dan mendengarkan gema.
TNI AL menetapkan bahwa kapal selam tersebut menghilang di perairan utara pulau Bali.
Tim pencari menemukan bahan bakar minyak mengapung di sekitar lokasi, sehingga mempersempit wilayah pencarian.
Di area umum ini, unit pencarian mendeteksi objek dengan "resonansi magnet yang kuat" yang mungkin berasal dari kapal selam yang hilang.
Clark menyoroti, Angkatan Laut Indonesia mengatakan kapal itu mungkin tenggelam hingga kedalaman lebih dari 700 meter atau 2.000 kaki, yang ungkapnya akan mempersulit pencarian lebih lanjut.
Kedalaman tersebut tidak hanya melampaui kedalaman maksimum KRI Nanggala-402, tetapi juga berpotensi menempatkannya pada risiko runtuhnya lambung yang dahsyat, atau membuatnya berada di luar jangkauan opsi pemulihan yang tersedia.
Apalagi kata Clark, sama seperti ketika pesawat terbang jatuh ke laut, melakukan pencarian di dasar laut yang gelap sangatlah sulit.
"Seperti yang kita lihat dengan berbagai kecelakaan pesawat, sulit menemukan sesuatu, bahkan yang besar, ketika turun ke dasar laut, karena tercampur dengan kekacauan di sana," katanya.
Ia kemudian menyoroti mengenai kapal selam angkatan laut Argentina ARA San Juan yang hilang pada tahun 2017.
Baru setahun kemudian tim pencari menemukan kapal tersebut, di mana 44 awaknya tewas, di dasar laut pada kedalaman sekitar 3.000 kaki.
Clark berkata, "Jika kapal selam diesel kecil seperti milik Indonesia tenggelam di kedalaman 2.000 kaki air, itu tidak mungkin untuk bertahan."
Kini, KRI Nanggala-402 telah berada di lautan lebih dari 72 jam batas waktu cadangan oksigen untuk 53 kru di dalamnya.
Doa-doa dari keluarga dan masyarakat Indonesia mengalir deras, berharap kapal selam berkecepatan 25 knot itu segera ditemukan. (*)