Hari Paling Berdarah di Myanmar, Suster Ini Menangis Sambil Berlutut di Hadapan Barikade Polisi, Aksinya Berhasil Selamatkan Ratusan Pendemo

Senin, 01 Maret 2021 | 16:30
(TWITTER @CardinalMaungBo)

Hari Paling Berdarah di Myanmar, Suster Ini Menangis Sambil Berlutut di Hadapan Barikade Polisi, Aksinya Berhasil Selamatkan Ratusan Pendemo

Sosok.ID - Sebuah foto seorang suster menangis sambil berlutut di depan barikade polisi yang sedang mengejar demonstran di Myanmar jadi perbincangan publik dunia internasional.

Foto tersebut memperlihatkan sang suster yang terlihat berderai air mata dan berjalan menuju barikade polisi Myanmar.

Sesampainya di depan polisi berpakaian lengkap tersebut, sang suster langsung berlutut dan terlihat memohon.

Foto ini sempat viral di media sosial Twitter saat demo penolakan kudeta pecah di Myanmar.

Baca Juga: Setelah Myanmar, Giliran PM Armenia Nikol Pashinyan yang Hendak Dikudeta Militer

Foto itu pertama kali dibagikan oleh Uskup Agung Katolik Roma di Yangon, Myanmar, Kardinal Charles Maung Bong melalui akun Twitter pribadinya.

Beberapa foto juga ikut diunggah oleh Maung Bo mengenai kejadian yang terjadi di negaranyat tersebut.

Melansir dari Twitter, Minggu (28/2/2021) Maung Bo menyebutkan bahwa suster tersebut berlutut tepat di depan barisan polisi.

Suster itu bernama Ann Nu Thawng.

Baca Juga: Serangan Balik Facebook, Junta Militer Myanmar Dilarang Gunakan Instagram

Sambil menangis dan berlutut, suster Ann Nu Thawng memohon pada para polisi untuk berhenti menangkap para pengunjuk rasa.

Oleh aksi yang dilakukan suster Ann Nu Thawng ini, setidaknya ratusan demonstran tak jadi diamankan oleh pihak kepolisian.

“Hari ini (Minggu), kerusuhan parah melanda seluruh negeri. Polisi menangkap, memukuli, dan bahkan menembaki rakyat,” tulis Maung Bo.

“Dengan berurai air mata, suster Ann Nu Thawng memohon dan menghentikan polisi untuk berhenti menangkap para pengunjuk rasa,” imbuh Maung Bo.

Baca Juga: KBRI Myanmar di Demo Pendukung Aung San Suu Kyi : Indonesia Jangan Bernegosiasi dengan Junta Militer!

Melansir dari Kompas.com, hari Minggu (28/2/2021) adalah hari yang paling berdarah dalam sejarah Myanmar.

Hal itu dilaporkan setelah demo penolakan kudeta militer berubah menjadi kerusuhan.

Junta militer mengatakan, seorang polisi disebut tewas dalam kerusuhan seperti yang dilansir dari Reuters.

Dunia internasional juga mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan polisi Myanmar untuk membubarkan aksi protes pada Minggu.

Baca Juga: Sehari setelah Indonesia Terlibat, Protes Kudeta Myanmar Makin Membabi Buta, Demonstran Teriak: Mimpi Kami Telah Mati!

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, melalui Juru Bicara PBB Stephane Dujarric pada Minggu, mengecam tindakan junta militer sebagaimana dilansir Al Jazeera.

"Penggunaan kekuatan mematikan terhadap pengunjuk rasa damai dan penangkapan sewenang-wenang tidak dapat diterima," kata Dujarric.

Mengutip dari AFP, Kepala Diplomatik Uni Eropa Josep Borrell mengutuk tindakan kekerasan yang dilakukan oleh militer Myanmar pada para demonstran.

Borrell juga mengkonfirmasi militer Myanmar harus bertanggung jawab dan bakal menerima sanksi dari blok tersebut.

Baca Juga: Nama Indonesia dan Presiden Jokowi Dihujat Masyarakat Myanmar di Tengah Demo Penolakan Pemerintah Darurat Militer yang Berakhir Rusuh, Ada Apa?

Pada 4 Februari, Kardinal Charles Maung Bo mengunggah pernyataan resmi yang menolak kudeta militer melalui Twitter .

Dalam pernyataannya, Maung Bo mengatakan bahwa bahwa rakyat Myanmar lelah dengan janji-janji palsu.

“Anda (militer Myanmar) juga berjanji untuk mengadakan pemilu multipartai setelah satu tahun. Bagaimana Anda akan mendapatkan kepercayaan dari rakyat?” tulis Maung Bo.

Dia menambahkan rakyat hanya bisa percaya jika janji-janji yang ada diimbangi dengan tindakan yang tulus.

“Kedamaian bisa dicapai. Kedamaian adalah satu-satunya jalan. Demokrasi adalah satu-satunya cahaya yang menuntuk ke jalan itu,” imbuh Maung Bo.

(*)

Editor : Andreas Chris Febrianto Nugroho

Sumber : Kompas.com, Reuters, Al Jazeera, afp, Twitter

Baca Lainnya