Sosok.ID - Tak ada mimpi yang terlalu besar, tak ada pemimpi yang terlalu kecil (Kutipan dalam film "Turbo").
Kata-kata dalam film Turbo itu mungkin pas menggambarkan perjuangan Andika Ramadhan Febriansyah, yang tak pernah takut bermimpi.
Kisah perjuangannya semasa sekolah dari SMA hingga kini menjadi CEO sebuah perusahaan pun viral di media sosial dan mendapatkan respons positif.
Kisah itu dibagikan Andika melalui akun Instagram dan TikTok miliknya, @andikaramadhanf.
"Karena kita tak pernah tau apa yang Allah rencanakan untuk masa depan kita," tulis Andika di akun TikToknya.
Karena kita tak pernah tau apa yang Allah rencanakan untuk masa depan kita ???? #nostalgia #nostalgiasma #clorismen #bisnis #sekolahmaster
? Nostalgia Di SMA - Paramitha Rusady
Bagaimana kisah perjuangan Andika?
Pernah menjadi penjual peyek bayam
Siapa Andika? Kisah Andika pernah diberitakan Kompas.com pada Agustus 2012.
Kala itu, Kompas.com mengangkat kisah anak jalanan yang memiliki semangat untuk meraih mimpi dan menempuh pendidikan tinggi.
Salah satunya adalah Andika.
Sembilan tahun lalu, ia menjadi penjual peyek bayam dan telah selesai menempuh pendidikan di SMA Master alias Masjid Terminal, sebuah sekolah di area terminal Depok yang dikelola oleh Yayasan Bina Mandiri.
Dika masuk SMA di Sekolah Master itu pada 2009.
"Di tahun itu saya bukanlah anak yang berprestasi secara akademik. Saya masuk ke sekolah tersebut karena saya dikeluarkan dari sekolah sebelumnya karena saya bolos sekolah berbulan-bulan pada 2008," ujar Andika, saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (27/2/2021).
Ketika Dika dikeluarkan dari sekolah, orangtuanya tidak mampu menyekolahkan dia lagi karena tidak memiliki biaya.
Setelah keluar dari sekolah, selama 1 tahun Dika hidup di jalanan dan menjadi pengamen, pedagang, serta pekerja kasar untuk bertahan hidup.
Pada 2009, Dika mengetahui Sekolah Master dan menempuh pendidikan di sana.
"Saya bisa sekolah di Master dengan gratis sehingga orangtua tidak perlu bingung memikirkan bayaran sekolah seperti di sekolah formal," ujar Dika.
Selain karena sekolahnya yang gratis, orangtua Dika juga memiliki harapan anaknya kelak bisa sukses dan berhasil.
Belajar tentang perjuangan dan kerja keras Menurut Dika, Sekolah Master banyak mengubah karakter dan mindset-nya dalam melihat dunia.
"Saya diajarkan tentang keikhlasan, perjuangan, dan kerja keras," terang Dika.
Semasa mengenyam pendidikan di Sekolah Master, Dika mengaku setiap pagi menjadi tukang plastik di Pasar Kemiri, Kota Depok.
Pada siang harinya, dia juga berjualan roti serta kue-kue basah di sekolah, serta tak melupakan belajar dan berorganisasi.
"Pencapaian terbaik saat SMA adalah ketika saya terpilih menjadi Ketua OSIS pertama di Sekolah Master dan ketika saya berhasil masuk ke kampus negeri pada tahun 2012 di Universitas Negeri Jakarta," kata Dika.
Kesulitan biaya hingga akhirnya masuk PTN
Pada 2012, kata Dika, dia diterima di kampus Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Akan tetapi, pada saat yang sama, dia hampir saja gagal lolos di tahap pendaftaran karena tidak memiliki uang untuk membayar biaya masuk sebesar Rp 4 juta.
"Waktu itu saya benar-benar hidup di jalanan dan orangtua saya pun tidak memiliki kemampuan untuk membayarnya. Jadi uang Rp 4 juta itu jelas sangat besar sekali dan saya tidak tahu dari mana saya harus mendapatkannya," ujar Dika.
Pada saat itu, Dika sempat diwawancarai oleh jurnalis Kompas.com, Indra Akuntono, untuk memberitakan persoalannya itu.
Tak disangka, berita tersebut, kata Dika, menuai respons positif dari masyarakat.
"Dan setelah berita saya sempat viral karena berita Kompas.com, banyak donatur yang akhirnya menawarkan untuk memberikan saya bantuan biaya sampai akhirnya saya bisa melakukan pendaftaran ulang di UNJ dan menjadi mahasiswa di kampus tersebut," kata Dika.
Permasalahan tak selesai begitu saja. Dika mengaku bahwa finansialnya masih belum membaik untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan berbagai tugas kampus.
Dia pun berjuang dengan berjualan roti, risol, dan menjadi guru les.
"Setiap semester pun saya selalu kebingungan karena takut tidak bisa lanjut studi karena tidak ada uang," papar Dika.
Permasalahan biaya ini akhirnya selesai pada 2015 ketika Dika mendapatkan beasiswa dari Bidik Misi.
Ia pun tidak lagi takut tak bisa kuliah karena persoalan biaya.
Jadi CEO
Dika, yang saat ini menjadi CEO sebuah perusahaan bernama Clorismen, tak begitu saja langsung menduduki tampuk pimpinan. Clorismen didirikan pada 2016.
Dika mengawalinya sebagai karyawan yang bertugas melakukan packing produk. Saat itu, Dika juga belum lulus kuliah.
"Kebetulan di tahun 2016 saya masih kuliah dan saya coba mencari penghasilan tambahan dengan jadi tukang packing di Clorismen," kata Dika.
Karena saat itu Clorismen masih pada tahap merintis, Dika juga membantu sebagai customer service untuk penjualan produk.
Pada tahun pertama, Clorismen tumbuh pesat dan permintaan semakin tinggi.
Clorismen merupakan brand asli Indonesia yang menawarkan produk khusus perawatan pria pertama yang dipasarkan secara eksklusif melalui internet.
"Dan pada 2018, kami membuka peluang usaha di mana pihak luar bisa bermitra dengan Clorismen untuk menjadi distributor/reseller produk kami di berbagai daerah," ucap Dika.
"Saya dipercaya untuk menjadi Kepala Business Development di Clorismen. Alhamdulillah strategi yang saya lakukan berhasil. Omset Clorismen kian tumbuh dari hari ke hari," kata dia.
Tepat satu tahun setelah itu, atau pada 2019, Dika dipercaya untuk memegang penuh binis Clorismen ini sebagai CEO di Clorismen hingga saat ini.
"Alhamdulillah sekarang Clorismen sudah memiliki 1000 lebih seller yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia," kata Dika.
Meski demikian, Dika tak cepat puas. Menurut dia, apa yang didapatnya saat ini baru awal dari suatu proses pencapain.
Pesan untuk kalian yang sedang berjuang
Dika mengaku bersemangat untuk mengajak dan merangkul anak-anak muda di mana pun berada untuk menggapai mimpinya.
"Karena tidak ada yang tidak mungkin jika kita terus konsisten. Ini visi besar saya dan Clorismen untuk memajukan anak muda Indonesia dalam merubah diri dan semangat membangun usaha," jelas dia.
Dika mengatakan, jika hari ini Anda hidup susah, kesulitan, dan jauh dari kesenangan, maka Anda harus bekerja keras 10 kali lipat untuk keluar dari kehidupan seperti itu.
"Anda tidak bisa belajar sekadar belajar, bekerja sekadar kerja, usaha sekadar usaha," kata dia.
"Orang hebat tidak dilahirkan dari kesenangan dan kenyamanan. Mereka dibentuk oleh kesulitan, tantangan, dan air mata. Jangan pernah menyerah," kata Andika. (Kompas)