DPR Kembali Bahas RUU Larangan Minuman Beralkohol, Seseorang yang Nekat Langgar Aturan Konsumsi Miras Bisa Diancam Hukuman Penjara hingga 2 Tahun

Kamis, 12 November 2020 | 15:13
Pixabay

Ilustrasi minuman beralkohol.

Sosok.ID- Masyarakat Indonesiaharus bersiaptak bisa minum minuman beralkohol atau minuman keras (miras) dengan bebas di masa depan.

Bahkan, bila ketahuan mengkonsumsi alkohol jenis tertentu, seseorang bisa terancam hukuman penjara hingga 2 tahun lamanya.

Sebab, pada Selasa (10/11/2020), Dewan Perwakilan Rayat (DPR) kembali membahas Rancangan Undang-undang Larangan Minuman Beralkohol (Minol).

Usulan pembahasan RUU ini sempat muncul pada masa jabatan dua periode sebelumnya.

Baca Juga: Iseng Buat Video TikTok Berisi Curhatan Masih Jomblo di Usia 20-an Tapi Tak Kunjung Dinikahi, Mujur Wanita Ini Langsung Temukan Jodohnya di Kolom Komentar, Kisahnya yang Viral Sukses Buat Netizen Iri

Namun, pembahasan RUU ini tidak mengalami kemajuan sejak 2018.

Pembahasan RUU Larangan Minol ini diusulkan oleh 21 anggota DPR, terdiri atas 18 anggota Fraksi PPP, dua anggota Fraksi PKS dan seorang anggota Fraksi Gerindra.

Pembahasan dimulai dengan pemaparan dari para pengusul RUU.

Salah seorang pengusul, anggota Fraksi PPP Illiza Sa'aduddin Djamal mengatakan, RUU Larangan Minol bertujuan melindungi masyarakat dari dampak negatif akibat konsumsi minuman beralkohol.

Baca Juga: Analisis Gestur Pemeran Wanita dalam Video Asusila Mirip Gisel, Pakar Mikro Ekspresi Ungkap Keanehan dalam Rekaman: Ini Kok Fokusnya Lain Ya

Menurutnya, soal minuman beralkohol belum diatur secara spesifik dalam undang-undang.

Pengaturannya saat ini masuk di KUHP yang deliknya dinilai terlalu umum.

Pengaturan lain tentang minuman beralkohol tersebar dalam berbagai bentuk, seperti keputusan presiden dan peraturan menteri yang dianggap tidak begitu kuat jika dibandingkan dengan undang-undang.

Sementara itu, Illiza menilai, aturan larangan minuman beralkohol merupakan amanah konstitusi dan agama bahwa tiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin dan bertempat tinggal di lingkungan yang baik.

Baca Juga: Cuma Hewan Tapi Diberkahi Akal Layaknya Manusia, Seekor Induk Kucing Liar yang Hamil Tua Pergi ke Rumah Sakit Saat Hendak Melahirkan

"Sebab itu, melihat realitas yang terjadi seharusnya pembahasan RUU Minuman Beralkohol dapat dilanjutkan dan disahkan demi kepentingan generasi yang akan datang," kata Illiza saat dihubungi, Rabu (11/11/2020).

Jalan panjang Sebelum masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 sebagai usul inisiatif DPR, rencana pembahasan RUU ini telah melewati jalan yang cukup panjang.

Pada periode 2009-2014, saat itu Fraksi PPP menjadi satu-satunya fraksi di DPR yang mengusulkan agar RUU ini dibahas.

Namun, karena waktu yang tidak memungkinkan akhirnya usulan itu kandas.

Baca Juga: Temannya Mati Terlindas Mobil, Anjing Ini Setia Jaga Bangkai Sahabatnya dari Kendaraan yang Lewat, Setiap Hari Berguling-guling di Dekatnya Agar Pengemudi Tak Menabraknya

Usulan itu kemudian dibawa kembali pada periode selanjutnya.

Selain PPP, ada Fraksi PKS yang turut menjadi pengusulnya.

Panitia khusus RUU ini kemudian dibentuk pada 2015 dengan Arwani Thomafi, anggota Fraksi PPP, yang ditunjuk sebagai ketua pansusnya.

Akan tetapi, hingga masa jabatan DPR periode 2014-2019 berakhir, pembahasan RUU ini tak kunjung rampung.

Baca Juga: Pakar Telematika Sebut Video Asusila Mirip Gisel Harus Dianalisis Versi Lengkapnya, Hotman Paris Ragu: Ntar Kepengin, Mending Wasitnya Ibu-ibu!

Salah satu poin pokok persoalannya yaitu masih adanya perdebatan ihwal penggunaan nomenklatur "Larangan Minuman Beralkhohol".

Arwani mengungkapkan, selain Fraksi PPP dan Fraksi PKS, Fraksi PAN menyetujui penggunaan frasa "Larangan".

Namun, Fraksi PDI-P, Fraksi Gerindra, Fraksi Hanura dan Fraksi Nasdem, lebih setuju bila menggunakan nomenklatur "Pengendalian dan Pengawasan".

Sementara, Fraksi PKB dan Fraksi Golkar mengusulkan agar tidak perlu ada nomenklatur "Larangan" atau "Pengendalian dan Pengawasan" di dalam RUU itu.

Baca Juga: Sains Keteteran, Terdengar Setiap 26 Detik Sekali, Ilmuwan Kesulitan Cari Sumber Detak Jantung Bumi, Sudah Diteliti Sejak 1960

"Di poin ini, fraksi-fraksi mengalami perbedaan pandangan," kata Arwani, dalam keterangan tertulis, pada 21 Januari 2018.

Namun setelah itu, tidak terdengar lagi kelanjutan pembahasan RUU ini.

Hingga akhirnya pada tahun lalu rencana pembahasan RUU ini kembali mencuat setelah akan dimasukkan ke dalam Prolegnas Prioritas 2020.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mempertanyakan urgensi RUU Larangan Minol.

Baca Juga: Diprediksi Bakal Miliki Kekuatan Luar Biasa di Tahun 2050, Indonesia Diam-diam Mulai Dipepet Australia, Rupanya Ini yang Diincar Negeri Kanguru

Menurut Lucius, sulit mencapai kata sepakat jika urgensi sebuah RUU tidak bisa dijelaskan.

"Sampai satu periode kan tidak selesai atau tidak pernah disahkan. Lalu masuk lagi sekarang di periode 2020. Apa sih urgensinya? Kalau sulit menjelaskan urgensinya memang sulit untuk kemudian mencapai kata sepakat disahkan sebagai UU," kata Lucius di Jakarta, pada 19 Desember 2019.

Isi RUU Larangan Minol

Berdasarkan draf RUU Larangan Minol yang diterima wartawan, tujuan RUU adalah melindungi masyarakat dari dampak negatif minol, menciptakan ketertiban dan ketentraman di masyarakat dari peminum minol, serta menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya minuman beralkohol.

Baca Juga: Khawatirkan Insiden Ini Bila Bumi Lorosae Lepaskan Diri dari NKRI, Rakyat Timor Leste yang Pro-Indonesia Nekat Lakukan Hal Tak Terduga Demi Cegah Kemerdekaannya, Padahal Indonesia Sudah Pasrah

Pada Bab II tentang Klasifikasi Pasal 4 Ayat (1), dikatakan beberapa jenis minuman beralkohol yaitu golongan A (kadar etanol kurang dari 5 persen), golongan B (kadar etanol antara 5 sampai 20 persen), dan golongan C (kadar etanol antara 20 sampai 55 persen).

Selain itu, minuman berlkohol tradisional dan campuran atau racikan juga dilarang di Pasal 4 Ayat (2).

Selanjutnya, pada Bab III tentang Larangan, setiap orang dilarang memproduksi , memasukkan, menyimpan, mengedarkan, dan/atau menjual minuman beralkohol di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Namun terdapat pengecualian larangan di Pasal 8.

Baca Juga: Publik Dibuat Geger dengan Video Asusila Mirip Gisel, Denny Darko Ngaku Sudah Meramalnya Sejak Tahun Lalu: Saya Benci Kalau Ramalan Buruk Itu Terjadi

Minuman beralkohol diperbolehkan untuk kepentingan terbatas, seperti kepentingan adat, ritual keagamaan, wisatawan, farmasi, dan tempat-tempat yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan.

Ketentuannya diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).

Di dalam Pasal 9, dijelaskan bahwa pemerintah wajib mengalokasikan dana dari pendapatan cukai dan pajak minuman beralkohol yang berasal dari kepentingan terbatas sebanyak 20 persen untuk sosialisasi bahaya minol dan merehabilitasi korban minol.

Pada Bab V tentang Pengawasan Pasal 10 dan 11 menyatakan pengawasan minol akan dilakukan oleh tim terpadu yang dibentuk oleh pemerintah dan pemerintah daerah.

Baca Juga: Nama Gisel Diseret dalam Video Asusila yang Hebohkan Jagad Maya, Hotman Paris Beri Wanti-wanti Soal Hukum yang Bisa Menjerat si Pemeran Wanita: Persiapkan Tim Pengacara Kamu

Tim terpadu sedikitinya terdiri dari perwakilan Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, Polri, Kejaksaan Agung, dan perwakilan tokoh agama/tokoh masyarakat.

Mereka yang melanggar aturan akan dipidana penjara minimal dua tahun dan paling lama sepuluh tahun atau denda paling sedikit Rp 200.000 dan paling banyak Rp 1 miliar.

Sedangkan masyarakat yang mengonsumsi minol akan dipidana penjara minimal tiga bulan dan paling lama dua tahun atau denda paling sedikit Rp 10.000.000 dan paling banyak Rp 50.000.000.

(Tsarina Maharani)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jalan Panjang RUU Larangan Minuman Beralkohol, Kini Mulai Dibahas Lagi..."

Tag

Editor : Dwi Nur Mashitoh

Sumber Kompas.com