Sosok.ID - Pada masapemerintahan Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto, Timor Leste pernah menjadi bagian dari Indonesia.
Negara dengan nama resmiRepublik Demokratik Timor Leste itu dilepaskan pada masa pemerintahan Presiden BJ Habibie.
Timor Leste yang saat itu bernamaTimor Timur, menjadi provinsi termuda di Indonesia, yaitu provinsi ke-27.
Timor Timurmelepaskan diri dari NKRI pada tahun 1999 lewat sebuah referendum, dan berubah nama menjadi Timor Leste seperti yang kita kenal saat ini.
Terkait Timor Timur, ada sebuah kisah yang membuat Soeharto digosipkan oleh pemerintah Filipina.
Kisah itu disampaikan oleh Widodo Sutiyo dalam buku "Pak Harto The Untold Stories", terbitan Gramedia tahun 2012.
Widodo merupakan seorang juru bahasa pada masa Orde Baru. Dia mengaku begitu hafal bahasa tubuh Soeharto.
"Suatu kali terjadi kehebohan seusai Pak Harto mengadakan pembicaraan empat mata di Manado dengan Presiden Marcos dari Filipina," kenang Widodo.
Kala itu, para pejabat Indonesia mendengar berita dari pihak Filipina, bahwa Indonesia hendak "melepaskan" Timor Timur.
Permasalahan tersebut memang sedang menjadi isu politikyang hangat di waktu itu.
"Tentu saja pihak Indonesia terkejut. Namun Pak Harto belum sempat mengadakan briefing dengan para pejabat RI, sebagaimana selalu dilakukan setiap selesai pembicaraan antara dua kepala negara," tulis Widodo.
Widodo melanjutkan,ketika itu hanya dirinya yang bertugas sebagai penerjemah.
"Tetapi para pejabat tinggi itu pun tahu bahwa mereka tidak akan bisa memperoleh berita apa pun dari saya," ungkap Widodo.
Meski demikian, Mensesneg dan Menteri Luar Negeri saat itu akhirnya bertanya juga kepada dirinya.
Mereka menanyakan kepada Widodo, apakah Soeharto memang ingin melepaskan Timor Timur?
Mendapatkan pertanyaan itu, Widodo pun menjawabnya.
"Seingat saya, Pak Harto tidak pernah mengatakan seperti itu, apalagi masalah Timtim itu soal prinsip," jawab Widodo.
Namun, pihak Filipina menganggap Soeharto sudah siap melepaskan Timor Timur.
Setelah ditelusuri, ternyata ada semacam kesalahpahaman.
"Rupanya yang terjadi adalah ketika soal Timtim itu disinggung, sambil mendengarkan Presiden Marcos berbicara, Pak Harto mengangguk-anggukkan kepala yang disalahartikan sebagai semacam tanda setuju.
Mungkin kesan itulah yang ditangkap Presiden Marcos dan disampaikan kepada para stafnya sehingga menimbulkan salah tafsir tadi," tandas Widodo.
(Januar AS)