Sosok.ID - Kontroversi kembali dibuat oleh presiden negara Adikuasa, Amerika Serikat (AS) Donald Trump belum lama ini.
Hal tersebut lantaran nama Trump masuk dalam nominasi peraih nobel perdamaian untuk tahun 2021 mendatang.
Masuknya nama Trump dalam nobel perdamaian itupun mendapat sorotan dari berbagai pihak lantaran kelakuan orang nomor satu di AS tersebut justru berbanding terbalik.
Ternyata ada sebuah perencanaan dalam masuknya nama Trump di nominasi penerima nobel perdamaian tersebut.
Seorang anggota Parlemen Norwegia dilaporkan menominasikan Presiden AS Donald Trump mendapatkan Nobel Perdamaian pada 2021.
Si pengusul adalah Christian Tybring-Gjedde, politisi dari sayap kanan sekaligus Ketua Dewan Parlemen Organisasi Kerja Sama Atlantik Utara (NATO).
Dalam pernyataannya dikutip Fox News, Tybring-Gjedde mengatakan dia mencalonkan Trump atas jasanya dalam kesepakatan Isrral dan Uni Emirat Arab.
Pada Agustus lalu, presiden 74 tahun itu mengumumkan bahwa Isrral dan Uni Emirat Arab menyepakati pemulihan hubungan diplomatik.
Dia mengumumkannya setelah menggelar telepon dengan Perdana Menteri Bejamin Netanyahu dan Putra Mahkota Abu Dhabi, Sheikh Mohammed bin Zayed Al Nahyan.
Dikutip Jerusalem Post Rabu (9/9/2020), Tybring-Gjedde juga menominasikan sang presiden pada 2018 setelah melakukan pertemuan dengan Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un.
Pertemuan yang terjadi di Singapura, Juni 2018 itu begitu bersejarah.
Sebab, Trump menjadi satu-satunya presiden aktif AS yang bertemu diktator Korea Utara.
Dalam suratnya, si politisi juga menyorongkan "peran penting seperti menengahi konflik perbatasan Kashmir antara India-Pakistan serta dua Korea".
"Saya kira dia lebih banyak mendamaikan bangsa lain ketimbang para penerima Nobel Perdamaian yang lainnya," kritiknya kepada Fox News.
Dia menuturkan seharusnya komite Nobel melihat fakta, bukan menilai hanya karena masa lalu sang presiden atau pernyataannya yang dinilai kontroversial.
Tybring-Gjedde menerangkan bahwa para penerima hadiah Nobel itu malah tidak berbuat apa pun untuk perdamaian, dibanding Trump.
Dia kemudian mencontohkan pendahulu Trump, Barack Obama, yang menerima Nobel pada 2009 "kerja kerasnya memperkuat diplomasi internasional dan kerja sama".
"Obama sama sekali tak melakukan apa pun," kata dia.
Sementara presiden dari Partai Republik tersebut bisa memberikan dampak bagi perdamaian di Timur Tengah.
Dia menjelaskan berdasarkan kesepakatan damai Isrral dan Uni Emirat Arab, negara Timur Tengah lain bisa mengikuti jejaknya.
"Perjanjian ini bisa menjadi momen perubahan yang akan mengubah Timur Tengah menjadi kawasan yang makmur dan penuh kooperasi," pujinya. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Trump Dinominasikan Mendapat Nobel Perdamaian pada 2021"