Kisah Dokter Ahli Petir Dihalangi Mafia Alat Kesehatan Hingga Akhirnya Bisa Buat 850 Ventilator Untuk Dibagi Gratis, Sempat Menangis Gegara Alatnya Rusak: Gimana Bisa Tolong Orang?

Kamis, 02 Juli 2020 | 16:00
Kolase Kompas.com/Laman ITB

Kisah Dokter Ahli Petir Dihalangi Mafia Alat Kesehatan Hingga Akhirnya Bisa Buat 850 Ventilator Untuk Dibagi Gratis, Sempat Menangis Gegara Alatnya Rusak: Gimana Bisa Tolong Orang?

Sosok.ID - Seorang dosen di Institut Teknologi Bandung (ITB) jadi perbincangan baru-baru ini.

Perjuangan tanpa lelah yang dilakukannya kini membuahkan hasil demi membantu negara untuk mengatasi pandemi virus corona.

Peluhnya pun tak sia-sia setelah sekitar 850 alat bantu pernafasan atau Ventilator buatan tangannya siap untuk dibagi ke Rumah Sakit di seluruh Indonesia.

Ventilator itupun dibagi secara gratis demi mengatasi virus corona yang kini tengah melanda Tanah Air.

Baca Juga: Kabar Baik! Luhut Binsar Sampaikan Berita Positif Bagi Rakyat Indonesia di Tengah Pandemi Corona

Namun siapa sangka di balik selesainya 850 ventilator itu ada kisah duka dalam prosesnya.

Syarif Hidayat patut berbangga dengan pencapaiannya kali ini.

Sebagai seorang akademisi yang juga punya sebutan sebagai Dokter Ahli Petir bisa berkontribusi tangani covid-19 di Indonesia.

Dalam kisahnya yang dikutip dari Kompas.com, cerita Syarif untuk bisa membuat ventilator pun ia bagikan.

Baca Juga: Kadung Nyesek Sampai ke Ubun-ubun, Wanita Ini Arak Telanjang Pelakor dan Suaminya Keliling Kota, Sengaja Diikat di Pohon Agar Jadi Tontonan Warga

(DOK. LAMAN ITB/PRIBADI)
(DOK. LAMAN ITB/PRIBADI)

Syarif Hidayat, Dosen Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) saat uji coba purwarupa produk ventilator darurat yang diberi nama Vent-I (Ventilator Indonesia).

Di sebuah Sofa di Masjid area kampus ITB jadi saksi bisu peluhnya tak henti demi bisa membuat alat kesehatan tersebut.

“Di sinilah saya menghabiskan waktu hampir 6 minggu saat menciptakan Vent-I. Tidur hanya 4 jam di sofa ini setiap malam,” ujar Syarif dikutip dari Kompas.com, Senin (29/6/2020).

Syarif menjawab tantangan sebagai insinyur di masa pandemi covid-19 ini untuk bisa membuat alat kesehatan tersebut.

Awalnya mula ia menciptakan alat medis yang ia beri nama Vent-I itu sangat tak mudah.

Sepulang rapat di Masjid Salman ITB, ia bertemu dengan alumni yang masuk ke dalam tim Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dalam penanganan covid-19.

Baca Juga: Pantas Saja Diincar China, Natuna Utara Ternyata Simpan Gunungan Harta Karun, Indonesia Sampai Rubah Peta untuk Pukul Mundur Xi Jinping dan Pasukannya

“Dia bertanya, pak bisa bikin sprayer? Saya jawab bisa. Kalau bikin ventilator? Saya jawab, nanti saya pelajari dulu. Jadi ucapan ventilator itu datang dari dia,” tutur Syarif.

Baru hari selanjutnya ia menyanggupi untuk bisa membuat alat medis tersebut dengan keyakinannya sebagai insinyur yang berprinsip bahwa apa yang dibuat manusia maka ia juga bisa membuatnya.

Kendala pertama harus ia hadapi saat menugaskan stafnya untuk mebeli komponen ventilator yang ternyata membuatnya sadar bahwa mafia alat kesehatan luar biasa.

“Kalau daging impor, harganya naik 4 kali lipat. Tapi kalau alat kesehatan (alkes) bisa10 kali lipat. Saya makin bertekad untuk membuatnya tanpa menggunakan rantai pasok alkes,” ungkap Syarif.

Lantaran kendala tersebut ia pun akhirnya berkomitmen untuk membuat ventilator dengan alat seadanya dan bermodal hanya Rp 50 juta.

Baca Juga: Bukan Cuma Polisi Hoegeng, Jenderal Polisi Pencetus BPKB dan Surat Tilang Ini Hidup Sederhana dan Jauh dari Kata Mewah di Dalam Gang, Agnes: Rumahnya Tak Selesai...

(KOMPAS.com/RENI SUSANTI)
(KOMPAS.com/RENI SUSANTI)

Pencipta Vent-I, Syarif Hidayat (kemeja putih) tengah melihat proses pengerjaan ventilator portable.

Setelah jadi, ia memosting prototype ventilator dan memostingnya di media sosial.

Lalu ia tulis membutuhkan dokter untuk mereview ventilatornya, hingga akhirnya ia dipertemukan dengan dokter anestisi, Ike Sri Rezeki dari Unpad.

Dengan tegas Ike mengatakan, rancangan Syarif bagus dan banyak, namun yang dibutuhkan masyarakat saat ini adalah Continous Positive Airway Pressure (CPAP).

CPAP adalah satu fungsi paling sederhana pada ventilator untuk memberikan tekanan positif pada paru-paru agar terus megembang, tidak kuncup.

Ini penting karena Covid-19 menghasilkan lendir yang membuat paru-paru tidak bisa menerima oksigen.

“Saya bimbang, karena yang dipakai alat sederhana, tidak menantang banget. Karena yang saya buat terbilang canggih. Tapi dalam ekosistem inovasi, voice of customer sangat penting. Makanya saya libatkan dokter,” ucap dosen ITB ini mengungkapkan.

Baca Juga: Di Situasi Rizky Febian Hamili Anak Orang Sebelum Nikah, Sule Sebagai Orang Tua Tunggal Pasrah: Udah Terjadi Mau Gimana Lagi

Kondisi pandemi seperti saat ini membuat bahan baku yang ia butuhkan sulit didapat dan membuatnya harus berputar otak mencari barang seadanya untuk menunjang alat buatanya.

Ia pun sempat diremehkan dengan usahanya ikut berkontribusi menghadapi pandemi virus corona ini.

Syarif dan timnya dinilai tidak akan mampu menyelesaikan ventilator. Ada juga yang bilang, Vent-I sebagai proyek “mission impossible”.

Namun keraguan sejumlah pihak itu tidak dihiraukannya. Ia terus maju, walaupun diisi dengan air mata.

“Pasien Covid harus dirawat 14 hari, maka minimal alat saya harus mampu bertahan 14 hari. Tapi begitu dicoba, hanya tahan 2 hari 2 malam. Saya perbaiki, ganti material, eh 12 jam rusak. Nangislah saya, gimana bisa nolong orang,” tutur dia.

Namun ia tak menyerah hingga akhirnya alat penafasan buatannya it lolos uji semua kriteria sesuai standar SNI IEC 60601-1:204: Persyaratan Umum Keselamatan Dasar dan Kinerja Esensial dan Rapidly Manufactured CPAP Systems, Document CPAP 001, Specification, MHRA, 2020.

Baca Juga: Perkara Beda Selera Kuping, Resepsi Nikah Ini Berubah Jadi Medan Tawuran, Keluarga Besan Saling Adu Jotos Hingga Pengantin Harus Dievakuasi Polisi

Vent-I menggunakan mesin ventilator Positive End-Expiratory Pressure (PEEP) agar mudah dioperasikan baik oleh dokter ataupun perawat, bahkan Vent-I bisa dibawa pulang.

Meski di dunia internasional harga ventilator berkisar Rp 30 juta - Rp 70 juta, namun Syarif bisa membuat Vent-I nya hanya seharga Rp 18 juta saja.

“Vent-I juga sudah dipatenkan, dari 8 ada 5 yang sudah dipatenkan,” ucap dia.

Setiap malam, ia hanya tidur sekitar 4 jam. Waktunya lebih banyak digunakan untuk pengembangan Vent-I.

Baca Juga: Sudah Ribet Berlagak Jadi Polisi Bodong, Begal Ini Malah Apes saat Mobil Rampokan Mogok di Jalan, Awalnya Mau Dijual Ujung-ujungnya Cuma Dipreteli

Dalam perkembangannya, beberapa ruangan di Salman ITB diubah menjadi bengkel Vent-I.

Mulai dari ruang serba guna, kelas, hingga kantin. Sejumlah kampus pun ikut membantu, seperti ITB, Unpad, Polman, Polban, sejumlah SMK, PT Dirgantara Indonesia (DI), dan lainnya.

Gegara usahanya tak menyerah ikut andil bagian menyelesaikan masalah pandemi covid-19 itu membuat masyarakat termasuk kawan-kawannya terketuk hatinya untuk menyumbang hingga dana itupun akhirnya terkumpul sebanyak Rp 10 miliar lebih untuk membuat alat ventilator. (*)

Editor : Andreas Chris Febrianto Nugroho

Sumber : Kompas.com, itb.ac.id

Baca Lainnya