Sosok.ID - Mashuri, seorang ABK (anak buah kapal) asal Indonesia yang bekerja di kapal China bongkar bobroknya perlakuan di tempat kerjanya dulu.
Ia mengaku jadi korban penyiksaan hingga melihat dengan mata kepala sendiri salah satu rekannya sampai meregang nyawa.
Saking tak kuatnya menahan siksaan dari tempat ia bekerja, dirinya bersama beberapa kawan nekat lompat ke laut untuk selamatkan diri.
ABK tersebut mengunkap dirinya disalurkan oleh salah satu agen yang berlokasi di Tegal, Jawa Tengah.
Perusahaan tersebut adalah perusahaan yang sama yang menyalurkan Herdianto, ABK Indonesia yang meninggal dan dilarung di laut Somalia oleh kapal berbendera China, Luqing Yuan Yu 623.
Awalnya Mashuri memang berniat mencari kerja, ia pun mendapatkan tawaran kerja di sebagai ABK kapal ikan di luar negeri.
Ia hanya lulusan SMA, dan tawaran tersebut membuatnya tertarik lantaran tak dipungut biaya dan mendapatkan bayaran dengan dollar Amerika.
Akhirnya, pria asal Lumajang, Jawa Timur itupun mengontak salah satu perusahaan penyalur tenaga kerja yang ada di Tegal.
Baca Juga: Identitas Sudah Ketahuan, Kapolda Sebut Penyerang Pos Polisi Paniai Warga Sekitar
Pada 15 Agustus tahun lalu, ia sampai di Tegal dan tinggal di penampungan para pencari kerja dari seluruh Indonesia.
Dalam satu angkatan terdapat 20 orang seperti apa yang dikatakan oleh Mashuri.
Setelah mendapatkan pelatihan dan buku panduan dasar keselamatan pelaut di Cirebon, ia menunggu untuk bisa diberangkatkan bekerja.
"Lalu buat paspor dua hari, tes kesehatan dan langsung berangkat ke Singapura. Dari PT aku ada 20 orang, banyak juga dari PT yang lain. Ada ratusan anak yang berangkat ke Singapura," katanya kepada wartawan BBC News Indonesia, Selasa (19/05).
Baca Juga: Jokowi Tak Masalahkan Pasar Ramai Lagi Walau Corona Masih Menghantui
Ia dan empat WNI lainnya menuju laut di kawasan Timur Tengah untuk menangkap ikan pada September 2019.
"Kami kepala dipukul, ditendang, disiksa. Tidur paling mentok Cuma 3-4 jam.
"Teman kami ada yang sakit, dan tidak dirawat tapi masih disuruh kerja akhirnya meninggal. Lalu disimpan di freezer (tempat pendingin ikan) selama satu bulan. Setelah itu dibuang ke tengah laut."
"Katanya pertama dibilang pakai bahasa isyarat mau dibawa ke Singapura tapi ternyata dibuang. Kami lihat pakai mata kepala sendiri. Kami menangis, sujud-sujud jangan dibuang. Tapi kaptennya marah-marah dan tetap membuang teman kami," demikian pengakuan ABK ini.
Baca Juga: Mengenai Kenaikan Iuran BPJS, Refly Harun : Negara Hadir untuk Ngambil Uang Masyarakat
Sejak peristiwa kematian salah satu temannya tersebut, ia dan ketiga teman lain mencoba untuk tetap bertahan beberapa saat di kapal.
Meski perbudakan dan penyiksaan tetap mereka rasakan, mereka mencoba tetap harus sehat dan bertahan.
Sampai suatu hari di saat kapal berada di sekitar Selat Malaka.
Sadar daerah tersebut tak jauh dari Indonesia, mereka pun melawan anggota kapal yang mayoritas dari China, sekitar 15 orang.
Baca Juga: Plesetkan Nama Marga Latuconsina, Tidak Ada Pintu Maaf Bagi Rina Nose dan Andre Taulany
"Melawan kita, terjadi pertumpahan darah. Mereka mengeroyok dan kita kalah, bonyok-bonyok, sempat ada pukulan senjata tajam juga. Di situ kami berpikir untuk lompat," katanya.
Disaat ABK lain yang mengeroyok mereka tertidur, Mashuri dan 3 rekan lainnya berinisiatif kabur.
Hanya menggunakan gabus tempat menyimpan ikan, keempat WNI itu melompat ke laut.
"Jam satu siang ditolong kapal muat batu bara milik Filipina. Lalu dibawa ke pihak Maritim Malaysia. Lalu ditanya-tanya dan dibawa ke Kedutaan Indonesia di Johor, Malaysia tanggal 8 April," katanya.
Mereka kemudian diurus dan dibiayai pemulangan oleh KBRI Malaysia ke kampung halaman masing-masing.
ABK ini pun tiba di kampung halamannya pada 12 April lalu.
Pengalaman "perbudakan"yang dialami membekas di benaknya.
Mulai dari penyiksaan, pelarungan temannya hingga melompat dari kapal dan bertahan 12 jam terombang-ambing di lautan.
Kenekatan yang dilakukan oleh Mashuri dan beberapa rekannya itu lantaran melihat temannya meninggal lantaran siksaan yang diterimanya.
"Teman saya meninggal karena disiksa lalu disimpan sebulan di tempat pendingin ikan dan dibuang ke laut. Sementara, kami berempat tidak tahan dipukul, disiksa, akhirnya kami selamat dengan melompat dari kapal, 12 jam terombang-ambing di laut", demikan klaim Mashuri, seorang ABK ( anak buah kapal) Indonesia.
Mashuri, yang bertutur kepada wartawan BBC News Indonesia bekerja di kapal "purse seine" atau pukat cincin Fu Yuan Yu 1218 berbendera China.
Dia dan teman WNI lainnya mengaku mengalami apa yang dia sebut "perbudakan" selama enam bulan di atas kapal. (*)