Drama Jaminan Kesehatan: Iuran BPJS Kesehatan Sempat Dinaikan, Tapi Digagalkan MA, Kini Dinaikan Lagi!

Kamis, 14 Mei 2020 | 20:00
Kolase Kompas.com

Drama Jaminan Kesehatan: Iuran BPJS Sempat Dinaikan, Tapi Digagalkan MA, Kini Dinaikan Lagi!

Sosok.ID - Di tengah pandemi wabah virus corona (Covid-19), pemerintah memutuskan untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan.

Padahal, sebelumnya dalam putusan pada 31 Maret 2020, Mahkamah Agung (MA) sudah membatalkan kenaikan iuran yang dibuat pemerintah pada 2019.

Kebijakan kenaikan iuran baru ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Beleid tersebut diteken oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa (5/5/2020) lalu.

Baca Juga: Sudah Saling Kenal Keluarga Besar, Ayah Maia Estianty Menyesal Baru Nikahkan Anaknya Dengan Irwan Musrry, Kecewa Dengan Ahmad Dhani?

Kenaikan mulai berlaku pada 1 Juli 2020.

Dalam Pasal 34 Perpres yang ditandatangani pada 5 Mei 2020 itu disebutkan tarif BPJS Kesehatan 2020, iuran JKN-KIS bagi peserta kelas I naik dari Rp 80.000 jadi Rp 150.000 per bulan.

Iuran peserta kelas II naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 100.000 per bulan. Ketentuan ini berlaku mulai 1 Juli 2020 ( iuran BPJS 2020).

Sementara iuran peserta kelas III segmen peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja (BP) jadi Rp 42.000 per bulan.

Baca Juga: Kelewatan, Setelah Ferdian Paleka Kini Muncul Gadis Lakukan Prank Jadi Petugas Medis Kejang-kejang dan Mangaku Positif Covid-19, Begini Videonya!

Namun, di dalam ketentuan Pasal 34 ayat 1 Perpres Nomor 64 Tahun 2020 disebutkan, peserta hanya cukup membayarkan iuran sebesar Rp 25.500 saja karena sisanya sebesar Rp 16.500 disubsidi oleh pemerintah pusat.

Sedangkan untuk tahun 2021, iuran peserta mandiri kelas III menjadi Rp 35.000 dan selisih sisanya sebesar Rp 7.000 dibayarkan oleh pemerintah.

Pada 2020, para peserta JKN-KIS kelas III tetap membayar iuran Rp 25.500 per bulan, sama seperti semula.

Kekurangan iuran Rp 16.500 ditanggung pemerintah pusat sebagai bantuan kepada peserta PBPU dan BP.

Baca Juga: Seolah Putus Asa Gegara Sering Dibuat Patah Hati oleh Berondong, Artis Ini Ngaku Bersedia Nikah Lagi dengan Mantan Suami yang Sudah Beristri : Aku Nggak Apa-apa Dipoligami

Naik lalu dibatalkan MA

Pada Oktober 2019 lalu, pemerintah menerbitkan Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Tarif baru ini berlaku pada 1 Januari 2020. Dalam Perpres tersebut, ada kenaikan untuk peserta mandiri untuk semua kelas.

Kelas I mengalami kenaikan menjadi Rp 160.000 dari sebelumnya Rp 80.000, lalu kelas II naik menjadi Rp 110.000 dari sebelumnya Rp 51.000, dan kelas III menjadi Rp 42.000 dari sebelumnya Rp 25.500.

Kendati demikian, kenaikan tarif BPJS Kesehatan ini tak berlangsung lama. MA membatalkan kenaikan tarif setelah lembaga peradilan tertinggi ini mengabulkan judicial review Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.

Baca Juga: Patroli Udara F-16 TNI AU Pergoki Ada Dua Kapal Asing Melintasi ALKI I, Type 903A Milik PLA Navy China?

Kompas.com
Kompas.com

Ilustrasi BPJS

Dalam putusannya ( BPJS batal naik), MA membatalkan kenaikan iuran BPJS per 1 Januari 2020.

Judicial review ini diajukan oleh Komunitas Pasien Cuci Darah (KPCDI) yang selama ini sangat bergantung pada BPJS Kesehatan.

Demi selamatkan defisit BPJS Kesehatan

Dikutip dari Antara, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan bahwa Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 yang salah satu ketentuannya mengatur mengenai besaran iuran akan membuat pembiayaan program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) tidak defisit pada tahun 2020.

Baca Juga: Sudah Dinyatakan Tewas Gegara Terseret Ombak di Pantai Selatan, 18 Bulan Kemudian Wanita Ini Tiba-tiba Muncul Kembali dengan Pakaian yang Sama

"Proyeksinya kalau nanti Perpres 64 ini berjalan, kita hampir tidak defisit. Kurang lebih bisa diseimbangkan antara cash in dan cash out," kata Fachmi.

Fachmi menerangkan, BPJS Kesehatan menanggung tunggakan klaim ke rumah sakit untuk tahun anggaran 2019 yang dibebankan pada tahun 2020 sebesar Rp 15,5 triliun.

Fachmi menjelaskan, kewajiban pembayaran klaim tersebut perlahan-lahan telah dilunasi oleh BPJS Kesehatan kepada rumah sakit hingga tinggal menyisakan utang yang jatuh tempo sebesar Rp 4,8 triliun.

Baca Juga: Diam-diam Akui Pernah Terluka dengan Sifat Raffi Ahmad yang Bikin Tak Sreg, Nagita Slavina Pilih Melempem Sendirian dan Ogah Curhat ke Sembarang Orang

Dengan adanya subsidi pemerintah kepada peserta mandiri kelas III yang dibayarkan di muka kepada BPJS Kesehatan sebesar RP 3,1 triliun, utang jatuh tempo tersebut bisa segera diselesaikan.

Dirut BPJS Kesehatan menerangkan, apabila pemerintah tidak menerbitkan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 yang memperbaiki struktur iuran peserta, dikhawatirkan bisa terjadi defisit keuangan pada BPJS Kesehatan yang akan berdampak pada keberlanjutan program JKN-KIS.

Baca Juga: Gaji Suaminya yang Kelewat Tajir Bisa Kalahkan Presiden, Terungkap Alasan Pedangdut Ini Ngotot Tetap Bekerja Walaupun Ditentang Anak Kandungnya Sendiri : Kalau Cuma Berharap dari Papa Nggak Cukup

"Kalau tidak diperbaiki struktur iuran sebagaimana keputusan seperti sekarang, itu akan terjadi potensi defisit. Dan tentu kita tidak ingin program ini tidak berkelanjutan," kata Fachmi. (Muhammad Idris)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Drama Iuran BPJS Kesehatan: Naik, Dibatalkan MA, lalu Dinaikkan Lagi"

Editor : Andreas Chris Febrianto Nugroho

Sumber : Kompas.com

Baca Lainnya