Presiden Jokowi Naikan Iuran BPJS, Mantan Pasangannya Saat Jadi Walikota Solo Heran dan Sebut Bisa Buat Gaduh Masyarakat: Ini Mesti Diluruskan Dulu...

Kamis, 14 Mei 2020 | 19:05
Kolase Tribun Video/Kompas.com

Presiden Jokowi Naikan Iuran BPJS, Mantan Pasangannya Saat Jadi Walikota Solo Heran dan Sebut Bisa Buat Gaduh Masyarakat: Ini Mesti Diluruskan Dulu...

Sosok.ID - Presiden Joko Widodo resmi menaikan iuran BPJS Kesehatan baru-baru ini.

Kenaikan tersebut tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 Tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan.

Regulasi tersebut telah ditanda tangani oleh Jokowi pada hari Selasa (5/5/2020) yang lalu.

Keputusan Presiden Jokowi itupun menuai banyak komentar dan kritik dari berbagai pihak.

Baca Juga: Sudah Saling Kenal Keluarga Besar, Ayah Maia Estianty Menyesal Baru Nikahkan Anaknya Dengan Irwan Musrry, Kecewa Dengan Ahmad Dhani?

Termasuk komentar yang dilontarkan mantan pasangan Jokowi saat masih menjabat sebagai Walikota Surakarta, FX Hadi Rudyatmo.

Wali Kota Solo itupun angkat bicara mengenai keputusan yang diambil mantan rekannya saat masih bahu-membahu membangun Solo silam.

Menurut Rudy, keputusan pemerintah pusat untuk menaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut dirasanya kurang tepat.

Ditambah lagi, melihat dari kondisi masyarakat saat ini yang tengah menghadapi wabah covid-19.

Baca Juga: Kelewatan, Setelah Ferdian Paleka Kini Muncul Gadis Lakukan Prank Jadi Petugas Medis Kejang-kejang dan Mangaku Positif Covid-19, Begini Videonya!

Tribun-Video.com/Radifan Setiawan
Tribun-Video.com/Radifan Setiawan

Ilustrasi : Wali Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo saat acara dalam Diskusi Publik Ngobrol Mewah 'Solo Merawat Toleransi' di Kantor Tribunnews, Desa Klodran, Kecamatan Colomadu, Karanganyar, Selasa (11/2/2020).

Sebab perekonomian masyarakat saat ini sedang goyah lantaran wabah covid-19 yang masih belum mereda.

Tak hanya itu saja, daya beli masyarakat pun kini tengah menurun imbas dari dampak virus corona.

"Sebetulnya dalam kondisi begini ini BPJS Kesehatan dinaikan ora pas (tidak tepat)," tutur Rudy, Rabu (14/5/2020), menutip dari TribunSolo.com.

"Namun, karena presiden punya kewenangan Perpres, Inpres, dan PP, suka tidak suka dijalankan," imbuhnya membeberkan.

Baca Juga: Seolah Putus Asa Gegara Sering Dibuat Patah Hati oleh Berondong, Artis Ini Ngaku Bersedia Nikah Lagi dengan Mantan Suami yang Sudah Beristri : Aku Nggak Apa-apa Dipoligami

Dalam pelaksanaannya pun, Rudy mengaku masih bingung dengan keputusan yang diambil oleh Presiden Jokowi.

Terkhusus penerima bantuan iuran (PBI) dalam Peraturan Presiden yang baru saja ditanda tangani oleh Jokowi.

"Ini yang dipakai yang mana, terutama yang PBI, katanya tetap Rp 42 ribu, sekarang kelas tiga Rp 35.000 yang dipakai Perpres atau Keputusan MA," tutur dia.

"Sebetulnya Keputusan MA belum dijalankan, terus keluar Perpes juga, ini membingungkan masyarakat," tambahnya.

Baca Juga: Patroli Udara F-16 TNI AU Pergoki Ada Dua Kapal Asing Melintasi ALKI I, Type 903A Milik PLA Navy China?

Kompas.com
Kompas.com

Ilustrasi BPJS

Menurut Rudy, pihak yang akan dibuat kebingungan atas perubahan peraturan mengenai kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu bukan hanya menyasar pada masyarakat.

Tetapi menurutnya Pemerintah Daerah (Pemda) juga akan dibuat kelimpungan dengan ketidakpastian regulasi iuran jaminan kesehatan tersebut.

"Terutama di Pemerintah Daerah yang Jaminan Kesehatan Nasional-nya dibiayai APBD, ini kita bayar pakai yang mana," kata Rudy.

"Ini kita mau bayar yang Rp 35 ribu atau Rp 42 ribu, kalau dari Keputusan MA, PBI tidak dibatalkan, tetap 42 ribu, sekarang kelas III Rp 35 ribu," papar dia.

Baca Juga: Sudah Dinyatakan Tewas Gegara Terseret Ombak di Pantai Selatan, 18 Bulan Kemudian Wanita Ini Tiba-tiba Muncul Kembali dengan Pakaian yang Sama

"Perpres berlaku sejak ditandatangani, namun di atas ditulis perpres berlaku 2021, ini mesti harus diluruskan dulu," imbuhnya.

Pengambilan keputusan yang dinilainya tidak tepat tersebut bisa berimbas banyak pada masyarakat apalagi di tengah pandemi covid-19 seperti ini.

"Pada posisi saat kondisi begini naikan iuran BPJS kurang tepat, karena masyarakat banyak di-PHK banyak yang dirumahkan," ucap dia.

"Bagi yang mandiri kondisinya tidak bisa mengais rejeki, pertimbangkan kembali untuk ditinjau kembali, karena keputusan MA baru saja, muncul Perpres," tandasnya. (*)

Editor : Andreas Chris Febrianto Nugroho

Sumber : Kompas.com, TribunSolo.com

Baca Lainnya