Geram Lihat Banyak Pemudik Ngeyel Langgar Aturan Karantina, Pemkab Sragen Bakal Jebloskan Warganya yang Membelot ke dalam Rumah Angker : Kalo Perlu Kunci dari Luar Sekalian Biar Nggak Bisa Keluar-keluar!

Jumat, 24 April 2020 | 14:15
Warta Kota/ Feryanto Hadi

Ilustrasi rumah angker

Sosok.ID - Larangan mudik telah ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia.

Mulai hari ini, Jumat (24/4/2020), angkutan umum dan kendaraan pribadi resmi dilarang keluar atau masuk wilayah zona merah virus corona atau kawasan yang menerapkan PSBB.

Melansir dari Kompas.com, aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Musim Mudik Idul Fitri 1441 H dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.

Namun, jauh sebelum larangan ini ditetapkan, banyak perantau yang lebih dahulu nyolong start untuk pulang kampung.

Baca Juga: Serupa tapi Tak Sama, Jokowi Sebut Mudik dan Pulang Kampung Itu Beda, Rupanya karena Hal Ini..

Banyaknya pemudik dari kota-kota besar ini tentunya membuat pemerintah daerah kerepotan.

Sebab mereka harus menyiapkan tempat khusus untuk karantina warganya yang baru saja pulang dari perantauan.

Beberapa wilayah mungkin tak kesulitan menyiapkan gedung untuk karantina ini.

Namun, hal ini menjadi masalah besar bagi kota-kota kecil yang tak memiliki gedung kosong.

Baca Juga: Miris, Dinyatakan Sembuh Dari Corona, Pasien di Lumajang Justru Meninggal Saat Lakukan Karantina Mandiri, Begini Penjelasannya!

Kabupaten Sragen, Jawa Tengah misalnya.

Ketiadaan gedung membuat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen memaksa para pemudik untuk melakukan karantina mandiri.

Walaupun demikian, Pemkab Sragen memiliki cara tersendiri untuk mengawasi para Orang Dalam Pengawasan (ODP) itu.

Yakni dengan menyerahkan tanggung jawab kepada Camat dan lurar daerah setempat yang dibantu oleh gugus tugas di tingkat desa yaitu ketua RT.

Baca Juga: Jatuh Tertimpa Tangga, Niat Hirup Udara Segar Selepas Lockdown, Pria Ini Harus 3 Kali Dikarantina Hingga Jadi Perbincangan Satu Negara

"Mereka ini diminta untuk melaporkan sampai tingkat kabupaten datanya by name by address.

"Makanya PP yang memakai mobil pribadi karena sulit terjangkau kita antisipasi di tingkat desa," kata Wakil Bupati Sragen Dedy Endriyatno, seperti dikutip Sosok.ID dari Tribun Jateng, Jumat (17/4/2020).

Selain itu, setiap warga yang baru datang diwajibkan untuk membuat surat perjanjian karantina mandiri.

Bila melanggar perjanjian tersebut, maka ia akan diberi sanksi.

Baca Juga: 300 Siswa Setukpa di Sukabumi Positif Rapid Test Virus Corona, Ratusan Siswa Langsung Jalani Karantina Ketat,Kapusdokkes Polri Minta Masyarakat Tak Perlu Takut

Sanksi ini lah yang kemudian menjadi perhatian.

Sebab, mereka yang ngeyel melanggar aturan karantina mandiri akan dikurung di 'rumah angker'.

Rumah angker yang dimaksud adalah rumah kosong di desa yang sudah jarang ditinggali.

Seperti kebudayaan masyarakat Indonesia pada umumnya, rumah kosong selalu dianggap angker.

Baca Juga: Sempat Bikin Heboh Publik Gegara Diduga Kabur Saat Jalani Karantina, Driver Ojol Suspect Corona di Batam Akhirnya Ditemukan

Rumah yang lama tak berpenghuni diyakini masyarakat yang kental dengan budaya mistis ini telah ditinggali mahkluk halus.

Adanya aturan ini telah dikonfirmasi oleh Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati.

"Apabila dikarantina mandiri terus kemudian dia tidak menepati surat yang telah dibuat, menganggap remeh serta mengabaikan begitu saja,

"beberapa desa telah meminta izin ke saya untuk mengkarantina di gedung SD yang kosong atau di rumah kosong," ujar Yuni, seperti dikutip Sosok.ID dari Tribun Jateng.

Baca Juga: Berita Gembira di Masa Karantina, Presiden Jokowi Bakal Gratiskan Listrik Bagi Pengguna Daya 450 Volt Ampere, Pelanggan 900 VA Dapat Diskon hingga 50 Persen!

Ia bahkan menyarankan agar para pebelot karantina mandiri itu dikurung di 'rumah angker' agar tidak bisa keluar-keluar.

"Saya izinkan kalo perlu dikunci dari luar biar gak usah keluar, atau rumah yang berhantu sekalian, tapi tetap diberi makan dan diawasi," kata Yuni.

(*)

Editor : Dwi Nur Mashitoh

Sumber : Kompas.com, Tribun Jateng

Baca Lainnya