Sosok.ID - Beberapa waktu ini marak beredar di media sosial baik foto maupun video penolakan terhadap petugas medis maupun orang yang dicurigai pernah kontak dengan pasien corona.
Hal itu dilatarbelakangi karena warga lingkungan tersebut khawatir akan tertular virus corona dari orang-orang yang pernah melakukan kontak dengan pasien covid-19 tersebut.
Takhayal penolakan itu membuat para tenaga medis maupun warga negara yang dicurigai itupun seperti dikucilkan.
Bahkan tak ada pula cerita beberapa petugas medis tidak diperbolehkan kembali ke tempat tinggalnya oleh warga kampung.
Seperti yang dikutip dari Harian Kompas, Senin (6/4/2020) Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X mengakui, ada kecenderungan sebagian warga tidak mau menerima kehadiran perawat dan dokter di lingkungan tempat tinggalnya.
Tenaga medis itu dianggap membawa virus. Informasi tersebut diterimanya usai menerima kunjungan dari jajaran pimpinan Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Sardjito.
“Kita tidak perlu berprasangka seperti itu. Karena, pada hakikatnya seorang dokter atau tenaga medis yang lain setelah melayani di rumah sakit itu sudah membersihkan diri sebelum pulang ke rumah,” kata Sultan.
"Penolakan yang dialami tenaga medis tersebut beragam. Mulai dari ditolak untuk kembali ke kontrakan hingga ditolak untuk mencucikan pakaiannya di binatu."
Ternyata perbuatan seperti menolak seseorang kembali ke tempat tinggalnya tersebut merupakan pelanggaran pidana.
Bahkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jelas tertera mengenai sanksi hukum yang mengintai seseorang yang tidak mengizinkan orang lain untuk pulang ke rumah mereka masing-masing.
Melansir dari Youtube TNI AD, Brigjen TNI W. Indrajit, selaku Direktur Hukum Angkatan Darat membeberkan mengenai sanksi pidana bagi masyarakat yang masih mengusir tenaga medis maupun orang yang dicurigai pernah bersinggungan dengan pasien corona.
Brigjen W. Indrajit mengatakan, melarang seseorang untuk memasuki rumah atau tempat tinggalnya itu termasuk dalam pelanggaran pidana.
Orang yang melarang tenaga medis maupun orang dalam pengawasan (ODP) atau Pasien dalam pengawasan (PDP) pulang ke tempat tinggalnya termasuk pelanggaran pasal pidana.
Sesuai dengan KUHP, W. Indrajit mengatakan kasus seperti ini masuk dalam Pasal 335 ayat (1) KUHP.
"Melarang seseorang memasuki rumahnya atau pekarangannya itu sebenarnya dimasukkan ke dalam Pasal 335 ayat (1) KUHP," beber Brigjen W. Indrajit yang dikutip dari Youtube TNI AD.
"Di sana disebutkan, 'Barang siapa yang melawan hak', Jadi melawan hak itu maksudnya dia tidak punya hak."
"Tidak punya kewajiban untuk melarang seseorang memasuki rumahnya, pekarangannya, atau tempat tinggalnya, dan orang yang tanpa hak tadi melarang orang untuk bisa pulang ke tempat tinggalnya, akan diancam pidana selama 1 tahun," tambah Brigjen W. Indrajit.
Namun pasal tersebut telah diubah oleh Mahkamah Konstitusi pada tahun 2013, tapi hanya bergantian khusus dengan pasal perbuatan tidak menyenangkan.
Tapi intinya, W. Indrajit mengatakan bahwa orang yang mengusir tenaga medis atau ODP dan PDP pulang ke rumah bisa terancam pidana.
Hal itupun menjadi catatan tersendiri bagi semua pihak termasuk pemerintah pusat dan daerah.
Seperti contoh pemerintah DKI Jakarta dan DIY yang menyiapkan tempat tinggal sementara bagi tenaga medis untuk bisa beristirahat dengan nyaman tanpa ada pengusiran selama penanganan covid-19 ini.
Di Ibu Kota Jakarta sendiri, pemprov menyiapkan hotel yang disulap jadi tempat tinggal sementara bagi para medis.
Tak hanya itu saja, tetapi seperti yang dilansir dari Tribun Jakarta, pemerintah juga menyediakan alat transportasi untuk antar dan jemput petugas medis.
Namun yang masih menjadi perdebatan adalah pengusiran dari warga pada tetangga atau mungkin orang yang dikenal yang ditetapkan sebagai ODP.
Serta juga pengusiran petugas medis yang juga bertugas memakamkan pasien corona yang meninggal sepat viral di media sosial. (*)