Sosok.ID - Revisi UU KPK menjadi barang panas dalam pembicaraan publik dan tokoh masyarakat sampai detik ini.
Walaupun dinyatakan sudah ditunda oleh Presiden Jokowi secara langsung di depan media yang dan disiarkan untuk publik.
Namun, sampai pada pelantikan DPR RI periode baru, 2019-2024 pada (1/10/19) kemarin, masih ada massa yang tetap menggelar aksi demo.
Namun ada momen yang unik di penghujung bulan September kemarin di kota kelahiran presiden Joko Widodo.
Kebanyakan, banyak yang menyayangkan adanya revisi UU KPK ini, yang dinilai merupakan akal-akalan untuk melemahkan kinerja KPK.
Tapi, sekelompok warga Solo ini justru punya pemikiran sebaliknya.
Bila kebanyakan demo menentang revisi UU KPK, maka sekelompok warga di Solo ini berdemo mendukung revisi tersebut.
Mereka menggelar aksi di Plasa Manahan Solo, Jumat (20/9/2019).
Koordinator Aksi Bambang Saptono mengatakan, setelah revisi undang-undang KPK tersebut disahkan ada pro dan kontra.
"Ada yang mendukung dan menolak, kami ini yang mendukung," papar Bambang Saptono, Jumat (20/9/2019).
Menurut Bambang aksi ini dilakukan dengan simbol peti mati karena setelah Revisi undang-undang KPK diyakini Lembaga Antirasuah tersebut akan makin kuat.
Berdasarkan hal tersebut nantinya korupsi akan mati dan ditaruh dalam peti kemudian di kubur dalam.
Ada beberapa orang yang mengikuti aksi ini selain Bambang.
Mereka ketika menggelar aksi di Plasa Manahan Solo juga membawa spanduk dukungan untuk revisi UU KPK dan bunga tabur simbol kematian korupsi.
"Kami yakin ini akan memperkuat fungsi KPK," papar Bambang.
Bagi mereka yang tidak setuju menurut Bambang hanya lantaran belum memahami isi revisi.
"Nanti jadi tugas DPR untuk melakukan sosialisasi agar masyarakat paham," kata Bambang.
"Setelah masyarakat disosialisasi saya yakin mereka mengerti," tegas Bambang.
Komitmen Jokowi
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengklaim komitmen Presiden Joko Widodo terhadap pemberantasan korupsi tidak pernah berubah.
Disahkannya revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah disahkan oleh pemerintah dan DPR, bukan berarti komitmen Presiden telah bergeser.
"Pak Jokowi selaku presiden sama sekali tidak ada niatan dan sama sekali tidak ingin mencoba untuk melakukan perubahan atas komitmennya untuk memberantas korupsi."
"Itu harus dipahami semuanya," kata Moeldoko di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (17/9/2019).
"Jangan ada pandangan-pandangan yang mikir, Pak Jokowi sekarang berubah, tidak. komitmen dan seterusnya tidak (berubah)," sambungnya.
Moeldoko meyakini masyarakat menyadari bahwa UU KPK sudah tak pernah mengalami perubahan selama 17 tahun.
Dalam perjalanannya, Moeldoko menyebut KPK sudah mendapat berbagai kritik dan masukan dari masyarakat.
"Untuk itulah DPR menampung berbagai aspirasi itu."
"Sebagai bentuk wujud akumulatif dari semua itu adalah proses politik dan inisiasi dilakukan di DPR untuk direvisi," ujar Moeldoko, dikutip TribunSolo.com dari Kompas.com.
Moeldoko menambahkan, Presiden Jokowi sudah mengubah sejumlah poin revisi yang diusulkan DPR.
Presiden misalnya meminta jangka waktu penghentian penyidikan yang diperpanjang dari satu tahun menjadi dua tahun.
Lalu, Jokowi juga menolak KPK harus berkoordinasi dengan kejaksaan dalam melakukan penuntutan.
Jokowi juga meminta Dewan Pengawas KPK dipilih langsung olehnya lewat panitia seleksi, bukan oleh DPR.
"Kalau pemerintah tidak berkomitmen mungkin tidak banyak koreksi."
"Buktinya banyak koreksi pemerintah untuk memberikan masukan, revisi itu."
"Jadi ini sebuah bukti nyata dari situ, Pak Jokowi muncul sikap komitmennya enggak berubah," kata dia.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai klaim Presiden Jokowi yang ingin memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi lewat revisi Undang-Undang hanya delusi.
Baca Juga: Viral, Penemuan Boneka Santet Beserta Sesajinya Menggemparkan Warga: Buat yang Bernama Ria Waspada!
Donal menilai, poin perubahan yang diusulkan Presiden Jokowi atas revisi Undang-Undang KPK sebenarnya tak berbeda jauh dari draf yang disusun DPR.
Ia menyimpulkan Presiden dan DPR sama-sama ingin merevisi UU untuk melemahkan KPK.
"Kalau DPR itu drafnya sangat melemahkan, presiden kadarnya lebih kecil dari DPR. Itu saja. Poinnya tetap bertemu untuk memperlemah," ucap Donal.
Meski mendapat penolakan dari berbagai pihak, namun revisi UU KPK tetap dilakukan dalam rapat paripurna pada Selasa (17/9/2019).
Proses revisi relatif singkat.
Sebab, DPR baru saja mengesahkan revisi UU KPK sebagai inisiatif DPR pada 6 September 2019.
Dengan demikian, hanya butuh waktu sekitar 11 hari hingga akhirnya UU KPK yang baru ini disahkan. (*)
( Ryantono Puji Santoso )
Artikel ini telah tayang di Tribunsolo.com dengan judul "Warga Solo ini Justru Bikin Aksi Mendukung Revisi UU Korupsi, Ini Alasan Mereka"