Ini Sebabnya Australia Tak Akan Berani Intervensi Militer dan Ganggu Kedaulatan Indonesia Atas Papua

Kamis, 05 September 2019 | 14:00
AUSTRALIAN DEFENCE DEPARTMENT

Tentara Indonesia dan Australia dalam sebuah latihan militer antar kedua negara

Sosok.ID - Mengadunya Benny Wenda ke PM Australia Scott Morrison agar negeri Kangguru ikut campur permasalahan Papua alias intervensi militer atas nama PBB tentunya.

Wenda mengklaim situasi di Papua sama halnya dengan Timor Timur 20 tahun lalu.

"Saya berharap Perdana Menteri Australia akan membuat pernyataan tentang situasi saat ini. Kita perlu Australia untuk keluar dan membuat pernyataan publik tentang krisis kemanusiaan di Papua Barat," lanjutnya seperti dikutip dari SBSNews, Rabu (3/9/2019).

"Itulah sebabnya saya menyerukan intervensi PBB karena saya tidak ingin ini berakhir seperti Timor Timur."

Baca Juga: Pasca 14 Tahun Penjara, Pollycarpus Mantan Tersangka Kasus Pembunuhan Munir Kini Banting Setir Jadi Juragan Telur Asin Hingga Gabung ke Partai Besutan Tommy Soeharto

"Apa yang terjadi, apakah Indonesia melakukan genosida dan ini adalah kejahatan terhadap kemanusiaan."

"Berapa banyak orang yang perlu dibunuh agar PBB melakukan intervensi, untuk datang ke Papua Barat dan melihat apa yang terjadi?," tambahnya.

Akan tetapi pemerintah Australia menolak tegas permintaan Wenda.

Juru Bicara Departemen Luar Negeri dan Perdagangan (DFAT) berbicara kepada SBSNews mengatakan jika Australia mengakui secara penuh integritas dan kedaulatan Indonesia termasuk Papua yang menjadi bagian tak terpisahkan NKRI.

Baca Juga: Bocah 8 Tahun Sekarat Usai Dibully Hingga Dibakar oleh Teman Sekolahnya Tanpa Alasan, Ibu Korban: Mereka Monster!

"Posisi kami jelas ditentukan oleh Perjanjian Lombok antara Indonesia dan Australia," lanjut pernyataan itu.

Mengutip ex.kemlu.go.id, seperti hal diatas, Indonesia dan Australia terikat akan perjanjian Lombok.

Lantas apa itu perjanjian Lombok?

Pada tanggal 13 November di Lombok, Menteri Luar Negeri RI Dr. N. Hassan Wirajuda, dan Menteri Luar Negeri Australia, Alexander Downer, telah menandatangani Perjanjian Kerangka Kerjasama Keamanan (Agreement on Framework for Security Cooperation) antara Indonesia dan Australia.

Perjanjian ini mengatur kerangka kerjasama dan konsultasi mengenai masalah-masalah keamanan yang menjadi kepentingan kedua Negara.

Baca Juga: Nekat Perkosa Sapi Tetangga dengan Alasan Iseng, Seorang Kakek 68 Tahun Cuma Dijatuhi Denda Rp 139 Ribu

Perjanjian ini mengatur kerjasama keamanan dalam arti luas dan bukan merupakan suatu pakta militer.

Perjanjian ini akan menjadi payung bagi berbagai bidang kerjasama bilateral di bidang keamanan yang telah dilakukan selama ini dan bidang-bidang baru lainnya.

Perjanjian ini tidak hanya memperkuat kerjasama pertahanan dan keamanan kedua Negara, tetapi akan memberikan sumbangan yang penting bagi peningkatan hubungan Indonesia-Australia di berbagai bidang, antara kedua Pemerintah dan rakyat kedua Negara, di bawah kerangka Kemitraan Komprehensif yang disepakati pada tahun 2005.

Pembentukan Perjanjian Kerangka Kerjasama Keamanan ini telah disepakati oleh Kedua Kepala Pemerintahan, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri John Howard pada kesempatan Kunjungan Presiden RI ke Australia April 2005.

Presiden RI dan Perdana Menteri Australia pada pertemuan di Batam Juli 2006 menginstruksikan kepada kedua Menteri Luar Negeri untuk menyelesaikan proses perundingan perjanjian tersebut dan menandatanganinya pada akhir tahun 2006.

Perjanjian ini jelas mencerminkan kematangan hubungan Indonesia-Australia sebagai tetangga dekat.

Baca Juga: Gantikan Ayahnya Saat Konser Dewa 19, Inilah Ritual Dul Jaelani Sebelum Naik Panggung!

Hal ini juga akan menandai era baru dalam hubungan kedua negara di mana berbagai permasalahan sensitif dan pelik di antara keduanya dapat dihadapi dengan suatu dasar yang lebih kuat dan tolok ukur yang jelas.

Prinsip-prinsip yang akan menjadi dasar pelaksanaan hubungan bilateral kedua negara tersebut adalah:

Kesetaraan dan Saling Menguntungkan;

Penghormatan dan dukungan atas kedaulatan, integritas teritorial, kesatuan nasional, dan kemerdekaan politik;

Tidak saling mencampuri urusan dalam negeri;

Tidak mendukung atau berpartisipasi dalam segala bentuk kegiatan baik orang atau lembaga yang mengancam stabilitas, kedaulatan dan integritas teritorial Pihak lain, termasuk menjadikan wilayah para Pihak untuk melakukan kegiatan separatisme yang ditujukan kepada pihak lain;

Menyelesaikan sengketa secara damai; dan

Tidak menggunakan ancaman atau kekerasan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik Pihak lain.

Terdapat 10 bidang kerjasama yang dicakup oleh Perjanjian ini, yaitu: Kerjasama pertahanan; Kerjasama penegakan hukum; Kerjasama counter-terrorism; Kerjasama intelijen; Keamanan maritim; Keselamatan dan keamanan penerbangan; Pencegahan perluasan (non proliferasi) senjata pemusnah massal; Kerjasama tanggap darurat; Kerjasama pada organisasi multilateral; dan Membangun kontak dan saling pengertian masyarakat mengenai persoalan-persoalan di bidang keamanan.

Pelaksanaan dari Perjanjian Lombok ini oleh berbagai instansi teknis berada di bawah naungan dan supervisi Indonesia-Australia Ministerial Forum (IAMF).

Lombok, 13 November 2006.

Sudah jelas bukan bahwasanya Papua akan selalu menjadi bagian NKRI karena diakui oleh PBB dan negara-negara lainnya di dunia. (Seto Aji/Sosok.ID)

Tag

Editor : Seto Ajinugroho

Sumber SBS News, ex.kemlu.go.id