Sosok.ID - Belakang tengah heboh penemuan ekstrak kayu Bajakah, tanaman asli Kalimantan Tengah yang disebut-sebut sebagai 'obat penyembuh kanker'.
Ekstrak kayu Bajakah ini berhasil disintesis oleh tiga siswi SMA Palangkaraya dan diklaim berkhasiat mampu menyembuhkan kanker pada tubuh manusia.
Hasil penelitian ketiga siswi SMA Palangkaraya tentang penemuan ekstrak kayu Bajakah ini pun viral dan sampai memenangkan medali emas di Korea Selatan.
Melansir Kompas.com, kandungan antioksidan yang tinggi dalam tanaman Kayu Bajakah berhasil diekstrak oleh ketiga siswa SMA Palangkaraya.
Adalah Yazid, Anggina Rafitri dan Aysa Aurelya Maharani yang berhasil menggunakan ekstrak kayu Bajakah sebagai agen antikanker.
Penelitian ketiga siswa ini berasal ketika salah satu di antara mereka mengatakan ada sebuah tumbuhan di hutan Kalimatan Tengah yang kerap digunakan keluarganya untuk pengobatan kanker.
Tanaman ini bernama kayu Bajakah dan Yazid mengklaim bahwa ekstrak tanaman ini mampu menyembuhkan kanker bahkan kanker stadium 4 sekalipun.
Di bawah bimbingan guru Biologi mereka, Helita, ketiga siswa ini pun memutuskan untuk melakukan pembahasan serius terkait khasiat ekstrak kayu Bajakah.
Baca Juga: 5 Bulan Tak Pulang, Gadis 16 Tahun Ditemukan Terikat Dalam Karung dan Tinggal Tulang
Uji kanker dilakukan secara in vivo dengan menggunakan tikus mencit sebagai uji sampel penelitian.
Kedua tikus mencit tersebut kemudian disuntikkan zat pertumbuhan sel tumor atau kanker.
Sel kanker berkembang di tubuh tikus dengan ciri banyaknya benjolan di tubuh, mulai dari ekor hingga bagian kepala.
Selama 50 hari, kedua tikus mencit diberikan dua penawar obat yang berbeda, satu tikus diberi ekstrak bawang dayak dan yang satunya lagi diberi ekstrak kayu Bajakah.
Baca Juga: Jadi Sandera Penyerangan KKB Papua, Briptu Heidar Ditemukan Tewas Setelah 6 Jam Dinyatakan Hilang
Pada hari ke-50, tikus yang diberi ekstrak bawang dayak mati sementara yang tikus yang diberi ekstrak kayu Bajakah tetap sehat dan dan mampu berkembang biak.
"Setelah memasuki hari ke-50, mencit yang diberi air penawar dari bawang dayak mati, sementara mencit yang diberi cairan kayu bajakah tetap sehat, bahkan bisa berkembang biak,” ujar Helita, Senin (12/8/2019).
Uji vivo ini kemudian dilanjutkan dengan uji kadar kandungan senyawa agen antikanker yang terkandung dalam ektrak kayu Bajakah.
Dan benar saja, kayu Bajakah memang mengandung senyawa antioksidan yang dipercaya mampu mengisolasi ion radikal yang dapat berubah menjadi sel tumor atau kanker.
Senyawa tersebut adalah fenolik, steroid, tanin, alkonoi, saponin, dan terpenoid.
Dalam penelitian ketiga siswa tersebut disebutkan bahwa Kayu Bajakah terbukti memiliki kandungan yang cukup kaya akan senyawa antioksidan ribuan kali lipat dari jenis tumbuhan lain yang juga memiliki khasiat sebagai agen antikanker.
Penelitian ketiga siswi SMA Palangkaraya ini pun sampai memenangkan perlombaan tingkat internasional dalam ajang World Invention Olympic (WICO) di Seoul, Korea Selatan.
Namun di balik keberhasilan mereka ini, rupanya khasiat kayu Bajakah yang diklaim mampu menyembuhkan penyakit kanker rupanya harus diteliti lebih lanjut.
Hal ini dikemukakan sendiri oleh Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia, Prof Dr dr Aru Sudoyo saat ditemui awak media.
Melansir Kompas.com, Aru Sudoyo mengatakan bahwa untuk mengklaim suatu senyawa atau ekstrak tanaman sebagai obat penyembuh kanker dibutuhkan lebih dari sekadar uji coba terhadap tikus.
Sebab, uji coba yang dilakukan terhadap tikus dan manusia sangatlah berbeda dari berbagai aspek.
Baik aspek morfologi hingga reaksi tubuh terhadap suatu senyawa obat.
Baca Juga: Tak Kuat Bayar Tagihan Berobat yang Membengkak, Pasangan Lansia Pilih Nekat Bunuh Diri Bersama
"Karena uji coba terhadap tikus dan manusia itu berbeda. Seringkali penelitian itu berhasil digunakan pada tikus, tetapi ketika (diuji coba) pada manusia hasilnya nihil dan itu banyak terjadi," kata Prof Aru Sudoyo.
Dia pun menambahkan bahwa obat yang dipastikan bisa menyembuhkan kanker manusia itu haruslah berhasil melewati beberapa fase uji klinis terhadap manusia terlebih dahulu.
Sebab itu, seperti yang dilansir Sosok.ID dari Tribunnews, Prof Aru Sudoyo mengatakan ada baiknya masyarakat tak terlalu berharap.
"Masyarakat tidak perlu terlalu berharap tinggi dengan hasil uji coba awal begitu. Ingat, tidak ada obat yang ajaib," ujar Prof Aru Sudoyo.
Dalam artian lain, sebuah senyawa tidak bisa serta merta dikatakan sebagai obat bila penelitian yang dilakukan hanya melalui tahap awal saja.
Harus ada beberapa aspek lagi yang butuh diteliti untuk bisa mengatakan sebuah senyawa sebagai obat penyembuh kanker.
Bila belum melewati beberapa fase uji klinis standar, maka senyawa tersebut baru bisa dikatakan sebagai agen antikanker.
Akan tetapi, Prof Aru Sudoyo tak menapuk kemungkinan bila penelitian awal tentang kayu Bajakah ini mampu mendukung penelitian lainnya tentang ilmu pengobatan terhadap kanker.
Terlebih lagi Indonesia dikenal kaya dengan tanamannya yang beragam dan memiliki ribuan khasiat baik.
"Saya tidak menampik, ada kemungkinan memang bisa tumbuhan itu (Bajakah) digunakan untuk obat kanker.
Baca Juga: Sosok Wikana, Dari Jubir Golongan Muda Hingga Menteri Urusan Pemuda Pertama, Menghilang Entah Kemana
Tapi banyak fase yang harus dilalui, dan semoga saja ada yang mau membantu proses penelitian tersebut berlanjut," imbuhnya.
Dilansir Sosok.ID dari situs resmi Cancer Research UK, 13 Ferbuari 2019, terdapat lima tahapan fase uji klinis sebuah obat kanker untuk manusia.
Fase 0
Pada fase ini, ujicoba dilakukan pada sekelompok kecil partisipan, biasanya sekitar 10-20 orang, dengan banyak tipe kanker.
Tes ini mengujikan calon obat dalam dosis yang rendah untuk mengecek apakah berbahaya atau tidak.
Pada fase ini, penelitian tidak perlu dilakukan secara acak atau partisipannya dikelompokkan secara acak.
Fase 1
Tidak jauh berbeda dengan fase 0, pada fase ini jumlah orang yang dijadikan sampel tes masih dalam kategori kecil, sekitar 20 sampai 50 orang dengan banyak tipe kanker.
Tujuan dari fase ini yaitu menemukan efek samping dan bagaimana obat bereaksi di dalam tubuh orang-orang yang diuji.
Sama seperti fase 0, para partisipan dalam uji klinis fase 1 tidak perlu dikelompokkan secara acak.
Fase 2
Jumlah partisipan fase ini masuk dalam kategori sedang, dengan melibatkan puluhan orang atau bahkan lebih dari 100 orang.
Biasanya uji klinis fase 2 dilakukan untuk satu atau dua tipe kanker, meski kadang bisa lebih dari itu.
Fase ini dilakukan dengan maksud menemukan efek samping dan seberapa efektif terapi bekerja. '
Tidak seperti fase 0 dan 1, fase 2 biasanya dilakukan secara acak.
Fase 3
Fase 3 memiliki sampel besar yang melibatkan ratusan atau ribuan orang.
Biasanya, pengujian hanya untuk satu tipe kanker, walaupun sesekali ada yang lebih dari satu.
Tujuan pada fase ini yaitu membandingkan terapi terbaru dengan terapi standar yang biasanya dilakukan.
Sampel biasanya dikelompokkan secara acak.
Fase 4
Uji coba fase 4 biasanya dilakukan dengan sampel partisipan yang berukuran medium atau besar.
Biasanya dilakukan untuk satu tipe kanker atau sesekali lebih.
Gunanya untuk manfaat jangka panjang dan efek samping dari terapi yang baru, sehingga uji coba tidak dilakukan secara acak.
(*)