Kisah Haru Pengabdian Gadis 9 Tahun, Depi yang Bercita-Cita Jadi Dokter Supaya Bisa Menyembuhkan Ayahnya yang Lumpuh

Minggu, 28 Juli 2019 | 11:27
Kompas.com | DANI JULIUS ZEBUA

Kisah Haru Pengabdian Gadis 9 Tahun Kepada Ayahnya Yang Lumpuh

Sosok.id - Sakijo (59) bekas penyadap nira kelapa asal Dusun Tangkisan 3, Desa Hargomulyo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, itu menderita lumpuh separuh badan dari pinggang ke kaki.

Sehingga menyebabkan hari-harinya diisi dengan merambat dalam posisi duduk dari kursi ke kursi, atau dari kursi ke dipan.

Dilansir dari Kompas.com, Putri Depi Nur’aini (9), anaknya semata wayang.

Depi, begitu gadis kecil berkulit langsat itu dipanggil, tengah menyapu lantas mengeluarkan ember bekas cat yang sudah dekil dari bawah dipan.

Depi tak banyak berucap.

Bocahe purun (anaknya bersedia),” kata Sakijo, di rumahnya, Sabtu (27/7/2019).

Baca Juga: Pilu! Inilah Kisah Warga Bekasi yang Rumahnya Digusur Pemkot Sampai Rela Tidur di Atas Mobil Bak

Tak pernah tersirat dipikiran bocah itu untuk menolak ketika diminta membantu ayahnya, yang kini hidup dengan keterbatasan.

Depi saat ini duduk di kelas 4 sekolah dasar yang jauhnya sekitar 30 menit dari rumah mereka dengan jalan kaki.

Seperti kebanyakan anak-anak, Depi memang suka bermain.

Tapi, gadis kecil itu tidak menolak di saat Sakijo memerlukan bantuan.

Sakijo lumpuh sejak ia jatuh dari pohon kelapa setinggi 8 meter pada pertengahan Agustus 2018 silam.

Ia tak lagi sanggup berdiri sejak itu.

Posisi duduk adalah posisi paling tegak dari dirinya saat ini.

Rembetan mawon (hanya bisa merambat). Boten saget (tidak bisa berdiri). Kaki ini sangat sakit dipakai berdiri,” kata Sakijo.

Kini dunia Sakijo jadi sempit, yakni hanya berdiam dalam rumahnya yang berdinding batako tanpa plester.

Lantai rumahnya juga masih semen kasar.

Baca Juga: Bak Peribahasa Mulutmu Harimaumu, Pria Ini Terancam Denda Rp 10 Juta Gara-gara Hina Lelaki Asal India Bau dan Kotor

Aktivitasnya di dalam rumah hanya sekitar dipan sebagai tempat tidur, kursi panjang di samping tempat tidur, yang semuanya ada di ruang tamu di rumah.

Di situ pula dirinya makan, tidur, buang air besar menggunakan ember bekas cat dan pispot untuk air seni, hingga menonton televisi.

Mandi di depan pintu rumah adalah kesempatan untuk menghirup udara segar di luar.

Itu pun dilakukan dengan terlebih dulu merambat pada kursi panjang yang sengaja dibawa ke luar rumah oleh tetangganya.

Menderes atau menyadap nira merupakan pekerjaan pokok dirinya sepulang dari merantau dari berbagai daerah di Indonesia, baik Sumatera hingga Jawa Barat, 19 tahun lamanya.

Ia kembali ke Tangkisan tahun 2006. Sekembalinya ke Hargomulyo, lulusan sekolah dasar ini menekuni kegiatan membuat gula merah.

Baca Juga: Unik dan Menyentuh, Inilah Kisah Mario P Hasudungan, Pendiri Kafe Sunyi yang Rekrut Penyandang Disabilitas Sebagai Karyawan

Ia menceritakan mampu memanjat 13 pohon kelapa dalam satu hari, yakni pada pukul 06.00-06.30 dan 16.00-18.00.

Selain memanjat, ia juga sekaligus memasak nira itu menjadi gula merah.

“Bisa dapat 3-4 kilogram sehari. Lantas dijual ke orang (pengepul),” kata Sakijo.

Pekerjaan menyadap nira berisiko jatuh dari pohon.

Dan Sakijo mengalami hal ini, bahkan sampai dua kali.

Ia jatuh dari ketinggian 8 meter untuk pertama kali pada 2017, pingsan lantas masuk rumah sakit.

Ia tetap memanjat usai sembuh.

Baca Juga: Keren, Begini Komentar Dian Sastrowardoyo Tentang Viral Lulusan UI Tolak Gaji 8 juta

Sempat diwarnai stroke ringan, Sakijo kembali jatuh pada pertengahan Agustus 2018.

Ia jatuh dari ketinggian 8 meter karena salah memegang pelepah pohon kelapa.

Ia jatuh namun tidak pingsan. Ia sadar ketika itu bahwa dirinya tidak lagi bisa merasakan kedua tungkai kakinya.

Terpaksa ia berobat di rumah sakit.

Namun, harapannya untuk bisa berjalan juga pupus setelah keluar masuk rumah sakit dan pengobatan alternatif yang tidak juga menunjukkan hasil.

Baca Juga: Seorang Guru Olahraga di Batam Tega Cabuli Tiga Siswinya dengan Modus Diajak Nonton dan Iming-iming Bakal Dinikahi Pasca Lulus

Kedekatan dengan Depi, sejatinya tercipta sejak Sonah, istrinya, meninggal dunia pada tahun 2012.

Depi berumur 3 tahun ketika Sonah divonis terserang kanker paru-paru.

Depi semakin lekat dengan Sakijo.

Bahkan sehari-hari, ia ikut menemani Sakijo bekerja.

Bila Sakijo naik pohon kelapa, Depi menunggunya di bawah.

Kedekatan itu yang membuat Depi cukup sabar menemani Sakijo dalam keterbatasan.

Depi sendiri mengaku tidak keberatan apapun disuruh ayahnya, mulai dari memasak air, membikin teh, ikut mencuci piring dan gelas.

Depi sendiri bercerita khas anak-anak, yakni singkat, kadang malu-malu.

Baca Juga: Suaminya Ditembak Mati oleh Rekannya Sendiri saat Selamatkan Pelaku Tawuran, Istri Bripka Rachmat Effendy Ngaku Sempat Punya Firasat Tak Enak

Sesekali, ia menutup mukanya dengan bantal dan bersembunyi di balik gorden.

Pingin jadi dokter. Pingin bapak cepat mari (ingin jadi dokter. Ingin ayahnya cepat sembuh),” ujar Depi dalam mengutarakan cita-citanya.

Gadis kecil itu sebenarnya baru pulang dari rumah tertangga saat wartawan Kompas.com menyambangi rumah Sakijo.

Sesaat ketika berada di rumah, Depi sempat mematikan televisi tabung ukuran kecil dan menyapu lantai rumah yang terbangun dari semen kasar, sebelum kembali keluar bermain di halaman rumah tetangga, yang juga kerabatnya.

“Dia mau apa pun yang saya suruh. Anaknya baik dan mau apa saja," kata Sakijo.

(*)

Editor : Tata Lugas Nastiti

Sumber : Kompas.com

Baca Lainnya