Sosok.ID- Seorang pria paruh baya tampak mengamati rumah yang telah rata dengan tanah dari seberang jalan.
Rumah itu berada di Jalan Raya Bougenville RT 001 RW 011, Jakasampura, Bekasi Barat.
Dialnsir dari Kompas.com, pria yang tak ingin disebutkan namanya itu masih bertahan di lokasi penggusuran.
Ia, sebut saja Ali, mencoba untuk memungut puing-puing rumahnya yang dirasa masih bisa diselamatkan.
Seperti sisa-sisa besi yang masih bisa digunakan untuk membangun rumah.
Walaupun ia belum tau kapan ia akan membangun rumah lagi.
Baca Juga: Tampilkan Adegan Pria Pakai Busana Layaknya Wanita, Program Brownis TransTV Terancam Dihentikan KPI
"Itu besi kolom yang diambil buat bangun lagi," ujarnya saat ditemui Jumat (26/7/2019).
"Hari gini harga besi selangit kalau mau beli satu. Satu biji udah berapa duit," lanjutnya.
Saat ini Ali bersama keluarganya mengontrak di sebuah rumah.
Ia rela berjejalan dengan tiga anak dan empat cucunya karena ia tidak memiliki rumah lain.
"Ngontrak tiga bulan, enggak sanggup setahun," ujarnya.
Ali tak malu mengakui kalau ia masih membutuhkan puing-puing rumahnya itu.
Ia bahkan juga mengizinkan para pemburu rongsokan untuk ikut serta memunguti sisa-sisa tempat tinggalnya itu.
"Kami juga butuh sebetulnya, tapi dia juga butuh," ujarnya.
"Lagian kalau kami sendirian nyongkelin, sepi, enggak ada teman ngobrol."
"Nanti dia dapat berapa, ya sudah ambil, paling kami minta berapa sih," tambahnya.
Nasib serupa dialami Eno
Eno, seorang kuli bangunan juga memiliki nasib serupa.
Pria berusia 40 tahun itu menempati rumah semi permanen di lahan itu sejak tahun 2004 bersama dua orang rekannya.
Karena penggusuran pada Kamis (25/7/2019) malam itu, pria asal Kebumen, Jawa Tengah ini terpaksa tidur di mobil bak milik salah satu pengepul rosok.
Terpaksa ia menumpang karena ia tidak memiliki tempat untuk bernaung lagi.
Penghuni pertama kawasan itu juga tak kalah menderita
Atih menangis usai membereskan sejumlah perabot di rumahnya yang digusur.
Dilansir dari Kompas.com pada Kamis (25/7/2019), rumah itu merupakan pemberian pemerintah.
"Dulu suami saya bekerja di Kementrian PUPR jadi sopir Ditjen Pengairan," ujarnya.
"Asalnya mau dikasih rumah di bendungan, tapi enggak mau karena anak saya banyak," tambahnya.
Akhirnya sesuai pengarahan dari Perusahaan Otorita Jatiluhur ia bersama almarhum suaminya memutuskan untuk membuat rumah di lahan itu.
Atih juga menunjukkan dua berkas surat yang membuktikan jika rumahnya itu merupakan hasil penunjukan pemerintah.
Dan juga sebagai bentuk apresiasi terhadap almarhum suaminya.
Ia telah menunjukkan bukti tersebut kepada Pemkot Bekasi.
Namun, cara itu tidak berhasil menyelamatkan rumahnya dari gusuran.
Baca Juga: Ngirit, Di Tempat Ini Bisa Bayar Makanan Pakai Sampah Plastik
"Enggak dapat tanggapan, mereka bilang semua harus dibongkar," jelasnya.
Rumah itu merupakan rumah pertama yang dibangun di kawasan itu.
33 tahun lalu ia dan almarhum suaminya itu menjadi warga pertama yang menetap.
"Dulunya suruh jaga lahan dari ujungsono sampai sono, dipagar," kenangnya.
Tapi kemudian banyak orang yang ikut membangun rumah dan menetap di kawasan itu.
Walaupun kawasan di rumah itu sering dilanda banjir, Atih tetap bertahan.
Hal itu terpaksa dilakukannya karena ia tak memiliki tempat tinggal lain.
Baca Juga: Kisah Pilu Budiyono, Pemulung yang Tinggal Di Bawah Flyover, Rela Tidak Makan Demi Hidupi Keluarga
Atih saat ini memiliki empat anak.
Satu di antaranya menganggur, sementara tiga lainnya memiliki keterbelakangan mental.
"Anak nenek 1 enggak kerja, bangkrut dia rental. Tiga meninggal. Yang tiga lagi sama Nenek enggak ada kerjaannya, keterbelakangan mental," jelasnya.
Tak selang berapa lama, backhoe datang dan meratakan rumah tua itu.
Penggusuran rumah warga di Jalan Bougenville Raya RT 001 RW 011 itu dilakukan oleh Kementrian PUPR melalui Pemerintah Kota Bekasi.
Penggusuran pada Kamis (25/7/2019) malam itu menuai beragam kontroversi dan dianggap sepihak.
Mulai dari bentrok dengan warga hingga menyisakan rumah ormas yang tak disentuh alat berat.
Komnas HAM juga menyayangkan penggusuran tersebut karena tak mengindahkan rekomendasi untuk bermusyawarah.
Sehingga dapat dicapai mufakat untuk dilakukan tindakan yang lebih manusiawi.
Kepala Bidang Pengendalian Ruang Distar Kota Bekasi Azhari mengklaim bahwa penggusuran itu tidak melanggar HAM.
Ia mengatakan bahwa pihaknya sudah melalui prosedur yang sesuai untuk penggusuran bangunan di atas tanah negara.
"Terbitnya SP (surat peringatan) 1, 2, dan 3 sesuai perda. Tanah negara dipastikan boleh dilakukan satu kali peringatan dan dieksekusi dalam 7 hari," jelas Azhari.
Pemkot Bekasi mengklaim telah menyiapkan lokasi relokasi bagi warga yang terkena imbas ke Rusunawa Bekasi Jaya.
Namun, warga mengaku tidak pernah mendapatkan surat resminya.
(*)