Sosok.ID- Fenomena baru muncul di Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur.
Fenomena ini berhubungan dengan status pernihakan, angka kemunculan janda di kabupaten ini meningkat dibanding tahun sebelumnya.
Tercatat angka janda di Gresik dalam periode enam bulan pertama di tahun 2019.
Sebanyak 927 orang tercatat dari periode januari sampai juni 2019.
Dalam setengah tahun terakhir, hampir seribu perempuan menjadi janda muda di Gresik.
Faktor penyebab perceraian di Kabupaten Gresik sangat bervariasi.
Sebagian besar perceraian dipicu oleh faktor ekonomi.
Tahun 2018 pada bulan Januari sampai Juni tingkat perceraian hanya sebanyak 834.
Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Kabupaten Gresik, Emi Rumhastuti membenarkan hal tersebut.
"KDRT masuk kategori ekonomi, bukan hanya main tangan tetapi lebih ke tidak memberi nafkah sehingga menimbulkan kekerasan batin," ujarnya, saat ditemui di kantor PA Jalan Dr. Wahidin Sudiro Husodo No. 45, Selasa (23/7/2019).
Perceraian karena faktor ekonomi mencapai 459 kasus pada semester pertama tahun 2019.
Kemudian perselisihan terus menerus sebanyak 237 kasus dan KDRT menyumbang 154 kasus.
"Setengah tahun ini tidak ada yang cerai karena poligami," kata Emi.
Faktor ekonomi menduduki peringkat pertama dengan 350 kasus.
Diikuti akibat perselisihan mencapai 332 kasus dan meninggalkan satu pihak ada 97 kasus.
Erni melanjutkan bahwa perceraian didominasi oleh usia-usia produktif.
Rata-rata 22 tahun hingga 39 tahun.
Di usia tersebut bisa dikatakan rentan belum matang menjalin hubungan rumah tangga.
"Rata-rata menjalin hubungan rumah tangga hanya enam sampai lima tahun, lalu memutuskan untuk berpisah," tuturnya.
"Kalau itu rata-rata cerai cepat karena hamil duluan, suami istri tidak kumpul, bahkan tidak mengakui anaknya," tegas Emi Rumhastuti.
Masih ada pula yang usia pernikahannya hanya sebentar.
Meningkatnya perceraian di Kabupaten Gresik ini menjadi satu fenomena baru.
Bagaimana pengetahuan mengenai menjalin hubungan serius dalam satu atap ini bukan hanya jadi tanggung jawab pasangan tersebut.
Namun faktor dari keluarga asal harus juga menanamkan nilai-nilai dalam membangun mahligai rumah tangga.
(*)