Arswendo Atmowiloto, Mantan Pemungut Bola Tenis yang Namanya Besar Sebagai Sastrawan dengan Segudang Penghargaan

Sabtu, 20 Juli 2019 | 12:27
Kompas.com

Arswendo Atmowiloto

Sosok.id - Arswendo Atmowiloto meninggal dunia Jumat (19/7/2019) pukul 17.50 setelah berjuang melawan kanker prostat yang dideritanya selama ini.

Pria kelahiran Surakarta pada 26 November 1948 dikenal sebagai seorang sastrawan, seniman, budayawan, penulis Keluarga Cemara, dan juga seorang wartawan senior.

Ia sempat menempuh pendidikan di Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra IKIP Solo namun tidak tamat.

Walaupun begitu, ia memiliki banyak karya dan mendapatkan berbagai macam penghargaan dari karyanya tersebut.

Baca Juga: Ramai Dapat Keluhan Nasabah Klaim Saldo Berkurang, Bank Mandiri Himbau untuk Terus Periksa Rekening via e-Channel: Akan Kembali Normal Dalam 2-3 Jam

Beberapa karyanya yang terkenal di antaranya, Sleko, Canting, Keluarga Cemara, dll.

Karya dan Penghargaan

Sementara penghargaan yang ia dapat di antaranya:

1. Hadiah Zakse (1972) untuk esainya yang berjudul “Buyung Hok dalam Kreativitas Kompromi”.

2. Hadiah Perangsang Minat Menulis dalam Sayembara Penulisan Naskah Sandiwara DKJ (1972 dan 1973) untuk dramanya yang berjudul “Penantang Tuhan” dan “Bayiku yang Pertama”.

3. Hadiah Harapan Sayembara Penulisan Naskah Sandiwara DKJ (1975) untuk dramanya “Sang Pangeran” dan “Sang Penasehat”

4. Penghargaan ASEAN Award di Bangkok untuk bukunya Dua Ibu dan Mandoblang (buku anak-anak).

Baca Juga: Ngaku Punya Celana Dalam Senilai Jutaan Rupiah, Nunung Nekat Buang Sabu Seharga Rp 2,6 Juta ke Toilet: Kebetulan Tadi Lagi BAB

Perjalanan Karir

Pria yang terlahir dengan nama asli Sarwendo ini pernah bekerja di pabrik bihun dan pabrik susu, menjadi penjaga sepeda, serta menjadi pemungut bola di lapangan tenis.

Sementara awal karirnya di bidang sastra dimulai pada tahun 1972 saat ia menerbitkan Sleko, cerpen pertama yang dimuat di Majalah Mingguan Bahari.

Karya-karyanya dimuat dalam berbagai media massa, antara lain Kompas, Sinar Harapan, Aktual, dan Horison.

Tak hanya itu, dia pun juga dikenal sebagai penulis novel.

Tulisannya sering dianggap bernada humoris, fantastis, spekulatif, dan gemar bersensasi.

Baca Juga: Jauh Sebelum Terjerat Kasus Narkoba, Nunung Sempat Bikin Heboh Gegara Bolak-balik Nikahi Brondong, Ada yang Terpaut 21 Tahun!

Pada tahun 1972, Arswendo menjabat sebagai pimpinan Bengkel Sastra Pusat Kesenian Jawa Tengah.

Arswendo pernah bekerja sebagai konsultan penerbitan di Subentra Citra Media pada tahun 1974-1990.

Ia juga pernah menjadi pimpinan redaksi Majalah Hai, Monitor, Senang, hingga Tabloid Bintang.

Hingga akhirnya, Arswendo berhasil mendirikan perusahaannya sendiri, PT Atmo Bismo Sangotrah.

Baca Juga: Laksamana Madya H.L. Manambai, Perwira TNI AL yang Kemudikan Kapal Selam dari Uni Soviet Ke Indonesia dan Pernah Ikut Berjuang Merebut Irian Barat

Keluarga

Arswendo memiliki seorang istri yang dinikahinya pada 1971.

Dari pernikahannya tersebut, mereka dikaruniai tiga orang anak, yaitu Albertus Wibisono, Pramudha Wardhana, dan Cilcilia Tiara.

Dari perjalanan hidupnya tersebut, ia banyak memberikan kutipan-kutipan inspiratif tentang kehidupan.

Berikut beberapa quotes inspiratif dari Arswendo Atmowiloto tentang kehidupan.

Baca Juga: Viral Ajakan Serbu Nyi Roro Kidul Pakai Baju Hijau di Pantai Parangtritis, Memang Berbahaya, Ini Sebabnya!

1. Kepasrahan adalah hal yang wajar bukan berarti kekalahan

Kepasrahan - penyerahan secara ikhlas - adalah sesuatu yang wajar. Bukan kalah. Bukan mengalah.”

2. Manusia hidup untuk menunggu kematian

Manusia hidup menunggu untuk mati. Kehidupan justru terasakan dalam menunggu. Makin bisa menikmati cara menunggu, makin tenang dalam hati.”

3. Cinta adalah air mata

Wujud cinta adalah air mata."

Baca Juga: Kisah Pilu Seorang Pria yang Ditinggal Meninggal Istri Tercinta, Baru 3 Bulan Resmi Menikah Setelah 8 Tahun Menjalin Cinta

4. Keindahan mencintai

Bukankah ini indah? Melihat keindahan orang yang kita cintai-pernah sangat dan masih teringat, berbahagia?

5. Kejujuran ada dalam hati

Semangat kejujuran ada dalam hati, dalam batin, dalam sukma yang mengatasi ikatan-ikatan yang membatasi diri kita.

6. Kekuasaan

Kekuasaan menjadi tidak baik ketika dia dimenangkan kepada kekuatan lain yang ada. Kekuasaan menjadi kuat ketika disangga, ditopang banyak kekuasaan. Bukan disatukan.”

7. Kematian bukan milikku lagi

"Kalau aku mati, aku tak bisa minta dikremasi. Atau dibuang ke laut atau dikubur biasa. Terserah, mati bukan milikku lagi."

Baca Juga: Terpujilah Pak! Momen Sosok Anggota Polisi Gendong Calon Haji Tertua yang Berdesakan Masuk Bus

(*)

Editor : Tata Lugas Nastiti

Sumber : Kompas

Baca Lainnya