Mau Tak Mau, Jakarta Kudu Siap Telan Pil Pahit demi Selamatkan Nyawa Penduduknya, Jenderal PAN: Dampaknya Tak Terelakkan namun Harus Dikorbankan

Jumat, 10 April 2020 | 11:15
Kompas.com/Garry Lotulung

Mau Tak Mau, Jakarta Kudu Siap Telan Pil Pahit demi Selamatkan Nyawa Penduduknya, Jenderal PAN: Dampaknya Tak Terelakkan namun Harus Dikorbankan

Sosok.ID - Hari ini, Jumat (10/4/2020), DKI Jakarta resmi menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Seperti diketahui, hingga saat ini Jakarta merupakan episentris sebaran virus corona alias Covid-19 di Indonesia.

Jumlah pasien positif hingga Kamis (9/4) sore di Ibu Kota Indonesia ini telah mencapai 1706 orang.

Sementara Indonesia melaporkan sebanyak 3.293 kasus infeksi Covid-19 per Kamis kemarin.

Baca Juga: Bergidik, Ahli Spiritual Ini Sebut Wabah Virus Corona sebagai Pintu Masuk dari Fenomena Besar Lain di 25 Tahun Mendatang: Menuju 2045 pada 2030, Peristiwa Itu Mulai Terjadi

Menyikapi hal tersebut, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengumumkan terkait PSBB setelah Kementrian Kesehatan menyetujuinya.

Pembatasan ini dilakukan guna memutus mata rantai sebaran virus corona yang masih merebak di Indonesia.

PSBB Jakarta diterpakan selama 14 hari dari 10 April 2020 sampai 23 April 2020 dan memungkinkan untuk diperpanjang, tergantung dari situasi Jakarta di 14 hari ke depan.

Terkait penerapan PSBB, Jakarta harus siap menghadapi beberapa dampak negatif pada sektor perekonomian.

Baca Juga: Negeri Ayatollah Khamenei Dijatuhi Sanksi Medis di Tengah Pandemi, Iran: Donald Trump Lebih Berbahaya Daripada Virus Corona

CHRISTOFORUS RISTIANTO/KOMPAS.com

Sekretaris jenderal PAN Eddy Soeparno saat ditemui di Fakultas Hukum UI, Depok, Jawa Barat, Senin (24/6/2019).

Melansir Kompas.com, Sekretaris Jenderal DPP PAN Eddy Soeparno mengatakan, angka perekonomian di DKI Jakarta perlu sedikit dikorbankan jika ingin menyelamatkan nyawa penduduknya.

"Dampak ekonomi tak terelakkan karena fokus utama adalah memutus mata rantai penyebaran pandemi Covid-19," ujar Eddy dalam keterangan tertulis, Kamis (9/4/2020), seperti dikutip Sosok.ID, dilansir dari Kompas.com.

"Geliat perekonomian di Jakarta harus dikorbankan demi keselamatan warga," lanjutnya

Eddy mengatakan, sektor perdagangan, konstruksi, dan jasa, merupakan aktivitas perekonomian di Jakarta yang menyumbang sekitar 17 persen dari total perekonomian nasional.

Baca Juga: Kepala WHO Mengaku Dapat Banyak Hinaan hingga Diancam Dibunuh Selama Menangani Virus Corona : Saya Tidak Peduli dengan Serangan Personal, Kami Hanya Peduli dengan Nyawa yang Melayang Setiap Menitnya karena Kita Tidak Bisa Bersatu Melawan Covid-19

Diterapkannya PSBB akan mempengaruhi pelemahan ekonomi Ibu Kota yang kemungkinan besar berdampak signifikan pada pertumbuhan ekonomi keseluruhan.

"Dengan kata lain, Jakarta harus bersiap menelan pil pahit terlebih dahulu demi keselamatan penduduknya sebelum nanti bangkit kembali menuju motto 'Maju Kotanya, Bahagia Warganya'," katanya.

Tangkapan layar YouTube via Kompas.com

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyampaikan ketentuan yang berlaku terkait penerapan PSBB di Jakarta, Selasa (7/4/2020).

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI ini juga menyebutkan, jika Jakarta berhasil menahan laju sebaran virus SARS-CoV-2, maka dampak positif pada pemulihan ekonomi nasional akan terlihat.

Berhentinya mobilitas warga, kata Eddy bakal menghentikan kegiatan ekonomi Jakarta.

Baca Juga: Diantarkan Mobil menuju 'Surga', Peti Jenazah Glenn Fredly Dibungkus Plastik di Tengah Pandemi Covid-19, Nanda Persada: Saya Harap Jangan Ada Spekulasi Beliau Sakit Corona

"Berbagai ekses negatif akan terlihat seperti PHK, usaha gulung tikar dan tenaga kerja pendatang akan kembali ke kampungya dengan tidak membawa THR dan oleh-oleh lebaran," ujarnya.

Mantan Bankir Profesional di Merril Lynch ini menjelaskan, adanya pergerakan lalu lintas masyarakat akan menciptakan arus ekoni.

Sehingga pembatasan lewat PSBB akan berdampak di sektor tersebut.

Kendati demikian, hal itu dianggap sebagai langkah paling tepat sebab angka pasien meninggal dunia di Indonesia cukup tinggi, yakni mencapai 8,5 persen. (*)

Baca Juga: Makin Sulit Dikenali, Studi Klaim Kemungkinan Virus Corona Menular melalui Percakapan dan Napas Seseorang

Tag

Editor : Rifka Amalia

Sumber Kompas.com