Sosok.ID -Inilah dia sosok Briptu Martin Gabe yang diduga ikut dalam skenario Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.
Dirinya kini jadi sorotan publik karena terlibat dalam skenario Ferdy Sambo terkait laporan dugaan pelecehan seksual Brigadir J pada Putri Candrawathi.
Nama Briptu Martin Gabe turut dilaporkan pengacara keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak, atas dugaan keterlibatannya dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
Sosoknya juga sempat disebut oleh Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto.
Rupanya, Kamaruddin Simanjuntak menyebut Briptu Martin Gabe ikut membuat laporan palsu terkait tuduhan pelecehan seksual.
Sementara itu menurut Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Brigjen Pol Andi Rian Djajadi menyatakan, tidak ada tindak pelecehan seksual yang sudah dilakukan oleh Brigadir J terhadap istri Irjen Pol Ferdy Sambo.
Hal ini berdasarkan gelar perkara yang dilakukan Jumat 12 Agustus 2022 siang, dipimpin langsung oleh Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto.
Kasus dugaan pelecehan seksual ini, sebelumnya telah tertuang dalam laporan polisi (LP) bernomor :
LP:B/1630/VII/2022/SPKT/Polres Metro Jakarta Selatan Polda Metro Jaya, tanggal 9 Juli 2022, tentang kejahatan terhadap kesopanan dan/atau perbuatan memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan dan/atau kekerasan seksual, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 289 KUHP dan atau Pasal 335 KUHP dan atau Pasal 4 jo Pasal 6 UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Waktu kejadian dalam laporan itu adalah Jumat, 8 Juli 2022, sekitar pukul 17.00 WIB, dengan lokasi kejadian berada di rumah dinas Ferdy Sambo, Komplek Polri Duren Tiga Nomor 46, Jakarta Selatan.
Di mana, pihak pelapor yang juga sekaligus sebagai korban adalah Putri Candrawathi, dan terlapornya yaitu Brigadir J atau Brigadir Novriansyah Yosua Hutabarat.
Selain itu, ada juga laporan lain yang dibuat oleh Briptu Martin Gabe, tentang percobaan pembunuhan terhadap Bharada E, yang diduga dilakukan oleh Brigadir J, sebagaimana dalam Pasal 338 juncto Pasal 53 KUHP.
Tempat Kejadian Perkara dalam laporan kedua ini juga berada di Komplek Duren Tiga Nomor 46, Jakarta Selatan, yang notabene adalah rumah dinas dari Ferdy Sambo.
"Berdasarkan gelar perkara tadi sore, kedua perkara ini, kita hentikan penyidikannya, karena tidak ditemukan peristiwa pidana. Bukan merupakan peristiwa pidana," ujar Brigjen Andi Rian Djajadi seperti yang dikutip dari siaran langsung konferensi pers Divisi Humas Polri, Jumat 12 Agustus 2022.
Kedua laporan polisi tersebut dinilai sebagai upaya obstruction of justice (penghalangan keadilan), dalam kasus pembunuhan Brigadir J, pada Jumat, 8 Juli 2022 lalu.
Sosok anak bawang
Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD mengungkap ada tiga klaster yang membantu pembunuhan Brigadir J mulai dari perencanaan, pelaksana, sampai rekayasa status.
Klaster pertama ini adalah kelompok yang membantu mengeksekusi secara langsung korban di TKP.
"Saya sudah sampaikan ke Polri, ini harus diselesaikan, masih ada tersangka. Ini ada tiga klaster yang kasus Sambo. Satu, pelaku yang merencanakan dan mengeksekusi langsung. Nah, yang ini tadi yang kena pasal pembunuhan berencana karena dia ikut melakukan, ikut merencanakan dan ikut memberi pengamanan di situ," jelasnya dilansir dari Tribun Jakarta.
Klaster kedua adalah kelompok yang membantu hilangkan barang bukti di kasus Brigadir J, termasuk manipulasi dengan membuat rilis.
Klaster ini disebut Mahfud MD sebagai bagian dari obstruction of justice.
"Kedua, obstruction of justice. Ini tidak ikut dalam eksekusi tapi karena merasa Sambo, ini bekerja... bagian obstruction of justice ini membuang barang anu membuat rilis palsu dan macam-macam. Nah, ini tidak ikut melakukan," jelasnya.
"Nah, menurut saya, kelompok satu dan dua ini tidak bisa kalau tidak dipidana. Kalau yang ini tadi melakukan dan merencanakan. Kalau yang obstruction of justice itu mereka yang menghalang-halangi itu, memberikan keterangan palsu. Membuang barang, mengganti kunci, mengganti barang bukti, memanipulasi hasil autopsi, nah itu bagian yang obstruction of justice," imbuhnya.
Kemudian klaster ketiga adalah anak bawang yang dimasukkan ke dalamnya hanya sekadar ikut-ikutan karena saat itu sedang berjaga dan bertugas.
Mereka berada di klaster ketiga hanya karena menjalankan perintah dari atasan.
"Kemudian ada kelompok ketiga yang sebenarnya ikut-ikutan ini, kasihan, karena jaga di situ kan, terus di situ ada laporan harus diteruskan, dia teruskan. Padahal laporannya nggak bener. Prosedur jalan, jalan, disuruh buat ini ngetik, ngetik. Itu bagian yang pelanggaran etik," tuturnya.
Lantas Mahfud menyimpulkan, untuk klaster satu dan dua, Mahfud menegaskan kelompok ini layak untuk diproses pidana.
Namun mereka yang masuk di klaster ketiga, Mahfud berpendapat cukup diberikan sanksi etik.
"Saya pikir yang harus dihukum tuh dua kelompok pertama, yang kecil-kecil ini hanya ngetik hanya ngantarkan surat, menjelaskan bahwa bapak tidak ada, memang tidak ada misalnya begitu. Menurut saya ini nggak usah hukuman pidana, cukup disiplin," tukasnya.